JAKARTA - Pakar Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Luthfi Makhasin memandang perlu koalisi politik yang permanen setelah penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold).
"Sepertinya kita butuh model koalisi politik yang lebih permanen agar jelas siapa yang berkuasa dan oposisi. Kalau seperti sekarang, koalisi jadi sangat cair ketika kandidat calon presiden dan wapres yang diusungnya kalah, langsung saja boyongan ramai-ramai mendukung yang menang," kata Luthfi dilansir ANTARA, Senin, 6 Januari.
Dia berpendapat penyederhanaan partai politik juga tetap perlu, sekaligus berharap penghapusan presidential threshold oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 membuat hal tersebut terjadi.
"Dengan keputusan MK ini, penyederhanaan kepartaian bisa jalan alamiah juga agar kandidasi dalam pilpres juga lebih sederhana," ujarnya.
Putusan MK yang mengatur penghapusan presidential threshold , kata dia, disambut gembira oleh para aktivis pro demokrasi karena aspirasi untuk perbaikan prosedural demokrasi telah terpenuhi.
"Tanpa batasan presidential threshold, semua partai politik punya kesempatan sama untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden," katanya.
Namun, dia mengingatkan agar pihak-pihak terkait tetap memperhatikan fenomena politik uang agar perbaikan prosedural demokrasi tetap terjamin sehingga tetap meningkatkan kualitas demokrasi di Tanah Air.
Sebelumnya, pada Kamis (2/1), MK memutuskan menghapus ketentuan presidential threshold pada Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
MK memandang presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
BACA JUGA:
Selanjutnya, MK mempelajari arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon.
Menurut MK, kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi.
MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.