Hai MK, Beranikah Putuskan Ambang Batas untuk Presiden?
Ilustrasi Foto Andry Winarko VOI

Bagikan:

JAKARTA - Sekali lagi, penjaga gerbang terakhir konstitusi membuat dunia politik tanah air bergejolak. Usai 'meloloskan' Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden kini batas ambang parlemen yang empat persen juga turut dihilangkan. Namun apakah Mahkamah Konstitusi berani menerapkan ambang batas ke masa jabatan presiden?

Berdasarkan catatan VOI, putusan penuh sensasional dari mahkamah konstitusi dimulai dari meloloskan batas usia cawapres di akhir bulan Januari 2024, empat hari lalu MK menghilangkan batas ambang parlemen yang 4 persen.

Berbagai macam tanggapan terkait putusan tersebut langsung bermunculan di ranah media sosial. Mulai dari warga sipil yang berprofesi sebagai buzzer hingga para petinnggi partai politik. Salah satunya Waki Ketua MPR Ri, Hidayat Nur Wahid.

Politisi senior dari PKS ini mengatakan sebagai penjaga terakhir konstitusi, MK harus bertindak adil sesuai amanah undang-undang dasar. Dia melanjutkan MK sebaiknya meminta kepada pemubuat undang-undang yakni pemerintah dan DPR untuk memberlakkan hal yang sama di presidential threshold yang berlaku saat ini yakni 20 persen.

Hidayat juga menegaskan langkah MK mengoreksi para pembuat undang-undang itu dinilai perlu agar kedaulatan rakyat dan kualitas demokrasi negara ini pulih dan lebih baik. "Dua tahun lalu partai kami PKS pernah mengajukan gugatan dengan tema turunkan presidential threshold (ambang batas presiden) tidak lagi 20 persen. Namun gugatan kami ditolak mentah-mentah MK," kata Hidayat Nur Wahid, Selasa, 5 Maret.

Ditambahkan Hidayat, dengan ambang batas president di bawah 20, kualitas demokrasi Indonesia akan jauh lebih sehat. Ambang batas presiden yang 20 persen itu jelas inkonstitusional.

Ada 3 Sistem Ambang Batas

Indonesia mengenal 3 sistem ambang batas dalam pemilihan umum yaitu electoral threshold, parliamentary threshold, dan presidential threshold. Singkatnya threshold adalah ambang batas minimal suara yang wajib dimiliki peserta pemilu untuk mendapatkan hak tertentu dalam pemilu.

Hak-hak tersebut seperti menjadi peserta pemilu berikutnya, memperoleh kursi di parlemen, dan hak mengajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada pemilu selanjutnya. Apakah presidential threshold itu?

Presidential threshold dikutip dari buku Kamus Pemilu Populer: Kosa Kata Umum, Pengalaman Indonesia dan Negara Lain yang ditulis oleh Gotfridus Goris Seran adalah ambang batas perolehan suara yang wajib dimiliki untuk bisa mengajukan calon presiden.

Cara penghitungan ambang batas parlemen yang ideal menggunakan rumus ambang batas efektif yang dibuat Rein Taagepera, ilmuwan politik asal Estonia. Berdasarkan rumus dari Rein, ambang batas parlemen yang efektif berada di angka 1 persen. Nilai tersebut didapatkan dari penghitungan rata-rata besaran daerah pemilihan, jumlah daerah pemilihan, dan jumlah kursi di empat pemilu terakhir.

Pantaskah President Treshold 20 Persen

Peneliti dan pengamat politik dari Trust Indonesia, Ahmat Fadli menjelaskan negara Inddonesia merupakan negara yang menganut sistem presidential threshold (PT) 20 persen. Dengan patokan angka 20 persen untuk PT sebesar itu, sangat disayangkan, jika negara demokrasi sebesar Indonesia membuat parameter kualitas calon presidennya hanya ditentukan oleh besar kecilnya dukungan parpol atas calon presiden tersebut,

Berdasarkan hasil amanat UUD 45 dan UU Pemilu, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, adalah praktik ambang batas yang dikehendaki konstitusi.

"Artinya, penetapan 20 persen sebagai syarat atau ambang batas pencalonan presiden/wakil presiden justru tidak mempunyai argumen yang jelas dan kuat dalam sistem presidensial dan di dalam konstitusi," kata Achmad Fadli.

Ambang batas pencalonan presiden sudah tidak lagi relevan dengan pelaksanaan Pemilu sejak 2019 yang diselenggarakan serentak untuk memilih presiden dan wakil presiden serta legislatif di DPR. Suara hasil pemilu legislatif yang dalam pemilu presiden sebelumnya dijadikan sebagai ambang batas pencalonan presiden, sudah tidak bisa lagi dilaksanakan, karena Pemilu DPR dan Pemilu Presiden dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan

"Jika Pemilu 2024 ini dinilai parah memang terparah dalam sejarah demokrasi di Indonnesia. Pasalnya sudah tidak ada lagi hasil pemilu legislatif yang bisa dijadikan sebagai ambang batas sebagai persyaratan pencalonan presiden dan wakil presiden," katanya.

Ambang batas presiden 20 persen kursi DPR atau 25% suara sah pemilu legislatif secara nasional itu dimulai sejak Pemilu 2014. Dan Presiden Jokowi mengatakan tidak ingin aturan pemilu itu berjalan mundur. Pernyataan Jokowi ini mnegaskan tujuan pemberlakuan ambang batas pencalonan presiden adalah untuk membatasi jumlah pasangan calon presiden pada setiap Pemilu yang digelar.

"Jika jumlah pasangan calon presiden terbatas, pihak yang paling diuntungkan dalam kondisi tersebut adalah Presiden Jokowi sebagai petahana. Apalagi Presiden Jokowi memegang modal politik cukup kuat. Presiden Jokowi perlu mengingat kembali kiasan politik klasik Indonesia: tak ada yang pasti dalam politik. Dalam politik, yang pasti adalah ketidakpastian itu," tandasnya.