Bagikan:

JAKARTA - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami kesulitan keuangan karena pandemi COVID-19 dan juga karena beban utang senilai Rp70 triliun. Saat ini, proses restrukturisasi melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terus berlangsung. Pengurangan karyawan sebagai salah satu cara menghemat biaya operasi pun dilakukan perseroan.

Maskapai pelat merah ini melakukan pengurangan karyawan dengan program pensiun dini. Penawaran pensiun dini yang berlangsung hingga 19 Juni 2021 menawarkan dua tahap, dan diikut 1.691 karyawan.

Langkah tersebut diikuti pula dengan rencana perseroan dengan rencana memangkas jumlah pesawat yang beroperasi. Kini, pesawat Garuda yang beroperasi hanya sekitar 40 unit.

Mengutip laporan keuangan perusahaan, jumlah karyawan Garuda Indonesia sudah berkurang 2.727 orang sejak 2014 hingga 30 September 2021. Total ada 14.065 karyawan Garuda Indonesia berserta anak usahanya (Grup Garuda) pada 30 September 2021.

Adapun jumlah karyawan Grup Garuda rercatat sebanyak 17.197 orang pada 2014. Sementara pada 2015, jumlah karyawan turun menjadi 16.792 orang. Jumlah tersebut mengalami penurunan kembali menjadi 16.735 orang pada 2016.

Jumlah karyawan terus mengalami penurunan setiap tahunnya, menjadi 16.551 pada tahun 2017.

Pada 2018, total karyawam menjadi 16.336 orang. Di tahun 2019, jumlahnya terus turun menjadi 15.623 orang. Sementara di 2020, jumlahnya menjadi 14.730 orang.

Terkait dengan kabar bakal ada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di tahun ini, Direktur Utama PT Garuda Indonesia Irfan Setiaputra membantah isu tersebut. Menurut dia, saat ini manajemen tengah fokus untuk menjelani proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

"PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (Garuda) hingga hari ini masih terus berfokus untuk menjalani proses PKPU guna memperoleh kesepakatan terbaik dalam penyelesaian kewajiban usaha dengan para kreditur," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu, 2 Februari.

Sementara mengenai kabar pertemuan antara Kementerian Ketenagakerjaan, Irfan mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada agenda pertemuan tersebut terkait dengan penyesuaian jumlah karyawan.

"Dapat kami sampaikan bahwa Garuda hingga saat ini belum memiliki agenda pertemuan dengan pihak Kementerian Ketenagakerjaan berkenaan dengan penyesuaian jumlah karyawan," jelasnya.

Di samping itu, Irfan menekankan bahwa proses PKPU yang kini sedang dijalani oleh Garuda bersama segenap pemangku kepentingan bukanlah proses kebangkrutan atau kepailitan, melainkan proses restrukturisasi yang dijalankan dalam koridor hukum sesuai mekanisme PKPU.

"Dalam proses PKPU ini, Garuda Indonesia juga terus menjalin komunikasi yang intensif bersama seluruh kreditur, dimana dalam proses tersebut, Garuda juga telah mendapatkan tanggapan positif dari sejumlah kreditur, termasuk lessor pesawat dalam proses negosiasi guna mencapai kesepakatan terbaik untuk penyelesaian kewajiban usaha," tuturnya.

Lebih lanjut, Irfan juga menjelaskan dalam upaya pemulihan kinerja yang saat ini dioptimalkan, Garuda terus berkomitmen untuk mengedepankan kepentingan para karyawan di masa penuh tantangan ini.

"Selaras dengan rencana dan upaya-upaya kami untuk menjadi entitas bisnis yang kuat di masa mendatang. Seluruh kebijakan dan keputusan ketenagakerjaan yang telah ditempuh Garuda tentunya mengacu pada ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku, serta berdasarkan komunikasi konstruktif yang kami kedepankan bersama karyawan," ucapnya.

Sebelumnya diberitakan, isu soal PHK ini diutarakan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI-Jamsos) Kemnaker, Indah Anggoro Putri. Ia menyebut bahwa manajemen Garuda dan AirAsia akan bertemu Menteri Tenaga Kerja perihal langkah strategis yang harus diambil.

Rencananya, pertemuan antara Kementerian Ketenagakerjaan, Garuda Indonesia, dan AirAsia dilakukan Kamis, 3 Februari 2022.

"Garuda dan AirAsia berkoordinasi dengan saya karena mereka mau kolaps (bangkrut). Artinya ada potensi permasalahan bisnis yang berdampak pada permasalahan ketenagakerjaan, tapi Kemnaker siap bantu memediasi, seperti Pertamina," ujar Indah kepada wartawan, Senin 31 Januari.