Bagikan:

JAKARTA - Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin pekan lalu berbuntut panjang. Pasalnya, nama pengusaha Tan Paulin ikut terseret dalam agenda pembahasan soal kondisi batu bara nasional tersebut.

Pada salah satu sesi diskusi dengan Arifin, Anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Demokrat Muhammad Nasir (M. Nasir) sempat melontarkan pernyataan yang mengkorelasikan Tan Paulin sebagai “Ratu Batu Bara” dan dinilai telah menyalahi aturan berkegiatan bisnis.

"Batu bara kita hilang terus dan sampai ada disebut ratu batu bara dan tidak ditangkap. Produksinya 1 juta ton perbulan tapi tidak ada laporan ke kita," ujar M. Nasir seperti yang diberitakan VOI pada, Kamis, 13 Januari.

Atas hal tersebut pihak Tan Paulin angkat bicara. Melalui kuasa hukumnya, Yudistira, pengusaha sektor tambang itu menyampaikan hak jawab yang kepada redaksi.

“Atas pemberitaan tersebut klien kami merasa dirugikan karena pemberitaan tersebut jauh dari kebenaran serta tidak berdasarkan fakta-fakta yang ada,” ujarnya dalam memo tertanggal 14 Januari lalu tersebut yang dikutip hari ini.

Menurut Yudistira, Tan Paulin telah menjalankan kegiatan usaha sesuai dengan aturan dan regulasi yang ditetapkan pemerintah.

“Bahwa fakta hukum yang sebenarnya adalah klien kami merupakan pengusaha yang membeli batu bara dari tambang-tambang pemegang IUP-OP resmi dan semua batu bara yang klien kami perdagangkan sudah melalui proses verifikasi kebenaran asal-usul barang dan pajak yang sudah dituangkan di LHV (Laporan Hasil Verifikasi) dari surveyor yang ditunjuk,” katanya.

Lebih lanjut, dijelaskan Yudistira jika kliennya melakukan trading dengan didasari Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus Pengangkutan dan Penjualan Nomor 94/1/IUP/PMDN/2018 yang terdaftar di Minerba One Data Indonesia.

Adapun kegiatan penjualan batu bara, sambung dia, dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, dimana batu bara yang dijual mengantongi dokumen resmi.

“Jika disinggung mengenai pendapatan negara tentu saja berdasarkan dokumen resmi tersebut segala kewajiban pembayaran kas negara telah terpenuhi seperti halnya royalty fee melalui e-PNBP yang telah dibayarkan oleh pemegang IUP OP tempat asal batu bara secara self assessment melalui aplikasi SIMPONI atau MOMS berdasarkan quality dan quantity batu bara dengan mengacu kepada Laporan Hasil Verifikasi (LHV) dari surveyor,” tegasnya.

Usai mengungkapkan berdasarkan fakta hukum diatas, Yudistira berkeyakinan bahwa tuduhan yang disampaikan Muhammad Nasir, SH pada pembahasan rapat antara Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM beberapa waktu lalu yang menyatakan kliennya menjual batu bara curian ke luar negeri adalah tidak benar dan tidak mendasar.

“Batu bara yang dijual klien kami ke luar negeri sudah melalui tahapan dan proses sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, dokumen resmi dari IUP-OP yang memproduksi batu bara sesuai dengan kuota dari RKAB tahun berjalan sudah dikantongi, royalty fee kepada negara juga sudah dibayarkan, jadi sangat tidak mendasar tuduhan yang disampaikan oleh Muhammad Nasir, SH pada rapat pembahasan tersebut ,” terang dia.

Lalu, kuasa hukum Tan Paulin itu menyampaikan pula jika infrastruktur yang rusak karena aktivitas ekspor kliennya hanyalah isapan jempol belaka.

“Pihak Kementerian ESDM melalui Dirjen Minerba Sudah pasti akan melakukan pengawasan di setiap tambang dan sudah pasti akan dievaluasi oleh Tenaga Teknis Tambang yang sudah berkompeten dan dapat dipertanggungjawabkan dalam menyusun perencanaan kegiatan pengangkutan khususnya dalam perencanaan jalan angkut yang dimana harus memperhatikan aspek sipil guna menciptakan jalan angkut batu bara yang layak,” tutur dia.