Bagikan:

JAKARTA - Kehadiran Badan Layanan Umum (BLU) diharapkan dapat menjadi solusi atas polemik kebutuhan batu bara nasional, utamanya bagi PLN, sebagai pemasok utama listrik di dalam negeri.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan bahwa BLU tersebut nantinya bakal memiliki cara kerja yang hampir sama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang telah lebih dulu hadir.

“Ini juga mirip dengan BLU yang lain, yaitu BPDP kelapa sawit yang konteksnya pemerintah berkoordinasi dengan sektor usaha,” ujarnya melalui saluran daring, Rabu, 12 Januari.

Menurut Febrio, banyak keuntungan yang bisa didapat dengan mencontoh BPDPKS, seperti terealisasinya program biodiesel B30 yang membawa manfaat bagi masyarakat, perekonomian, dan juga lingkungan.

“Dalam BPDPKS kita berhasil mendorong program B30 yang sangat baik. Jadi BLU ini (batu bara) logikanya mirip seperti itu. Tidak berdampak pada APBN, tetapi malah membantu APBN lebih sehat. Inilah yang kita sedang tuju, apakah bisa suplai tetap aman tetapi disaat yang bersamaan ada kepastian usaha,” jelas dia.

Untuk diketahui, BLU bata bara nantinya akan melakukan pungutan terhadap seluruh perusahaan batu bara. Adapun, besaran pungutan tersebut mengacu pada selisih harga batu bara di pasaran dengan mandatori pembelian batu bara oleh PLN yang ditetapkan sebesar 70 dolar AS per meterik ton.

Dana yang terkumpul sendiri bakal dikucurkan kepada PLN untuk membantu perusahaan setrum negara tersebut dalam memastikan pembelian dipasaran agar suplai energi tetap aman.

“BLU batu bara untuk memastikan suplai batu bara terjamin, sehingga listrik akan tetap terjaga dengan baik. Lalu, juga dimaksudkan untuk menghindari risiko-risiko yang mungkin ada ke depannya,” tutup Febrio.