JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa serapan anggaran hingga 30 November 2021 adalah sebesar Rp4,86 triliun. Angka tersebut tercatat 78,28 persen dari pagu yang disediakan sebesar Rp6,21 triliun.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan bahwa persentase serapan anggaran yang tergolong landai tersebut dikarenakan banyak kegiatan pertemuan yang kemudian dialihkan melalui saluran virtual.
Meski demikian, Nurhaida menyebut jika banyak di antara target serta sasaran kegiatan yang bisa dicapai 100 persen tanpa harus menghabiskan seluruh bujet yang telah disediakan.
“Kalau kenapa kemudian ditanya kenapa bisa tercapai, salah satunya adalah kita melakukan secara virtual di beberapa kegiatan. Kemudian kami juga mulai melakukan pengawasan dengan memanfaatkan teknologi informasi,” ujarnya saat melakukan rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 9 Desember.
Nurhaida menambahkan, melalui strategi pengawasan industri industri keuangan secara digital maka penggunaan dana bisa ditekan.
“Tapi menurut hemat kami, ke depan kita tetap harus melakukan kegiatan-kegiatan (pertemuan fisik) yang memerlukan biaya. Mungkin pada 2021 ini kita bisa melakukan capaian maksimal dengan biaya yang minimal karena ada kondisi-kondisi di tahun-tahun lalu yang telah terstruktur dengan baik,” tuturnya.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, Nurhaida menyebut jika otoritas memandang bahwa pada periode 2022 kegiatan dan pelaksanaan pengawasan sektor jasa keuangan akan bisa mendekati taraf normal sebelum pandemi.
“Anggaran di 2022 kita melihat bahwa kegiatan bisa dilakukan dalam asumsi yang normal,” ucap dia.
Sebagai informasi, anggaran OJK 2021 yang sebesar Rp6,21 triliun merupakan pagu penyesuaian yang dilakukan pada April 2021.
Sebelumnya pada pagu awal saat awal tahun, lembaga pimpinan Wimboh Santoso itu tercatat memiliki anggaran sebesar Rp6,20 triliun.