Bagikan:

JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berencana mengadakan lomba melandaikan kurva penularan COVID-19 untuk pemerintah daerah.

Sebelumnya, Kemendagri menggelar lomba video perlombaan simulasi protokol tatanan normal baru di masa pandemi COVID-19 bertajuk 'Inovasi Daerah Dalam Tatanan Normal Baru' yang menghabiskan sebesar Rp168 miliar sebagai hadiah untuk pemenangnya.

Beberapa pihak mempertanyakan rencana lomba tentang melandaikan kurva penularan COVID-19 itu. Sebab, lomba tersebut dianggap menimbulkan masalah baru dan rentan dipolitisasi oleh kepala daerah.

Ahli Epidemiologi FKM UI Tri Yunus Miko Wahyono mempertanyakan proses penilaian lomba tersebut. Sebab, tiap provinsi, kabupaten, dan kota punya jumlah kasus yang berbebeda dan sulit untuk dibandingkan satu sama lain.

Dia mencontohkan, penularan COVID-19 di masing-masing provinsi, berbeda. Misalnya, Jakarta dibandingkan Jawa Timur, Jawa Barat, dan kota lainnya. Menurut Miko, provinsi tersebut punya jumlah kasus dan upaya penanganan yang berbeda satu dengan yang lain.

"Kalau di Jakarta hampir sama dengan di Jawa Timur 9.000 kasus. Bahkan sekarang di Jakarta sudah 10.000 kalau di Jawa Timur 9.000 kasus. Jadi sangat berbeda enggak bisa dibandingkan. Kabupaten pun tidak. Jadi apa yang mau dinilai, sementara kapasitas Gugus Tugasnya punya kapasitas yang berbeda," kata Miko saat dihubungi VOI, Senin, 22 Juni.

"Kita punya 514 kabupaten, 34 Provinsi yang maing-masing gugus tugas tiap provinsi punya kemampuan berbeda dan punya jumlah kasus yang berbeda," imbuhnya.

Perlombaan semacam ini, kata dia, juga sangat mungkin terjadi kecurangan, seperti manipulasi data. Caranya, memasukkan kasus baru dengan gejala minimal ke dalam daftar orang tanpa gejala (OTG).

"OTG kan orang tanpa gejala, kemudian orang bisa memasukkan kasus gejala minimal. Kalau batuk saja, dimasukan saja ke OTG. Orang mana tahu, desa atau kabupaten ada yang begitu. Kasus sedikit, OTG banyak. Jadi gimana caranya, OTG bisa banyak," ungkap dia.

Daripada mengadakan perlombaan, Miko menilai, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) seharusnya membuat standar fase kenormalan baru yang lebih baku lagi. Selain itu, pemerintah harus meningkatkan kapasitas Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di tingkat kota/kabupaten.

Sementara, Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono menilai lomba ini justru bisa kontraproduktif untuk melawan pandemi COVID-19 di Indonesia. Dia bahkan menilai, bisa terjadi manipulasi yang cukup berbahaya jika dilakukan.

"Kalau dilombakan bisa kontraproduktif kalau tidak berhati-hati. Seperti tidak usah tes, kan akan landai," ungkap Pandu sambil menambahkan pemerintah harusnya fokus dengan melakukan peningkatan pengujian sampel. 

Kata dia, pengujian sampel berbasis PCR, melakukan pelacakan kontak secara masif di tengah masyarakat, dan isolasi lebih penting dilakukan daripada mengadakan lomba untuk melandaikan kurva COVID-19.

Bisa dipolitisasi jelang Pilkada 2020

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menilai lomba melandaikan kurva COVID-19 ini dibuat karena pemerintah pusat melihat pemerintah daerah loyo dalam menyelesaikan masalah pandemi ini. Hanya saja, dia menilai, lomba ini tak ada urgensinya.

Apalagi, menurut dia, lomba ini bisa menjadi panggung politik bagi kepala daerah yang akan maju di Pilkada 2020 yang akan diselenggarakan 9 Desember mendatang.

"Ada kekhawatiran (lomba ini) menjadi panggung politik. Sehingga, ya bisa saja ada manipulasi data dengan tidak melaporkan kejadian sesungguhnya, enggan melaksanakan tes," ungkap Trubus.

Selain itu, dalam pelaksanaannya, Trubus menilai ada beberapa persoalan di dalamnya. Apalagi, COVID-19 ini bisa dibilang menjadi salah satu langkah bagi kepala daerah petahana untuk meraup suara saat Pilkada nanti.

"Apakah kepala daerah dalam pelaksanaannya transparan, termasuk pengalokasian anggarannya juga. Kemudian apakah kepala daerah yang injury time (akan maju sebagai petahana) ini punya akuntabilitas publik yang baik? Saya rasa enggak, berat. Kalau pun iya, biasanya terganjal kepentingan politik. Artinya banyak konflik kepentingan," tegasnya.

"Niatnya bagus untuk menggiatkan kepala daerah memutus mata rantai penyebaran COVID. Tapi implementasinya sulit," imbuhnya.

Sebelumnya, Mendagri Tito berencana melaksanakan lomba melandaikan kurva COVID-19 dengan pemerintah daerah sebagai pesertanya. Perlombaan ini, kata dia, sudah didiskusikan dengan Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dan kementerian lainnya.

"Kami diskusi tadi dengan Kepala Gugus Tugas, Menteri Kesehatan, dan Kementerian Keuangan. Kami mungkin akan membuat lomba lain, yaitu lomba pemerintah daerah untuk bisa melandaikan kurva. Artinya, menekan penyebaran COVID-19," kata Tito di Jakarta, Senin, 22 Juni.

Lewat lomba ini, pemerintah pusat bakal mengukur daerah mana saja yang bisa menurunkan kurva COVID-19 dengan cepat selama satu atau dua bulan terakhir. Dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah bisa melibatkan ahli kesehatan. 

Sehingga diharapkan, daerah yang berada di zona merah COVID-19 bisa masuk ke dalam zona kuning. Begitu juga daerah yang tadinya ada di zona kuning, bisa masuk ke zona selanjutnya yang lebih aman. 

"Akan ada beberapa kriteria yang dinilai. Kami sedang merumuskan dulu dengan Gugus Tugas, Kemenkes, Kemenkeu untuk dana insentif daerahnya," ungkap Tito.

Adanya lomba tersebut, diharap Tito mampu menumbuhkan iklim kompetitif antar daerah untuk mempersiapkan tata kehidupan di fase kenormalan baru yang produktif dan aman COVID-19. 

"Ada iklim kompetitif antardaerah untuk bersaing satu sama lain, berlomba untuk menurunkan peyebaran. Membuat warnanya menjadi hijau tanpa memanipulasi data," tegasnya.

Sebelum lomba ini, Kemendagri menggelar lomba bertajuk 'Inovasi Daerah Dalam Tatanan Normal Baru'. Pemerintah menggelontorkan anggaran sebesar Rp168 miliar sebagai hadiah untuk pemenang lomba. Peserta lomba tersebut diwajibkan membuat video simulasi protokol tatanan normal baru di tengah pandemi COVID-19. 

Hadiahnya berrupa dana insentif daerah (DID) kepada 84 pemda pemenang. Pemenang pertama mendapatkan Rp3 miliar, pemenang kedua Rp2 miliar, dan pemenang ketiga Rp1 miliar.

Lomba ini, kata dia, dibuat sebagai langkah mengampanyekan fase kenormalan baru. Menurut mantan Kapolri tersebut, sebelum para pemenang dipilih, ada 2.517 video simulasi yang diterima panitia dari berbagai pemerintah daerah. Tiap video berdurasi dua menit.

Adapun pemenang 'Inovasi Daerah Dalam Tatanan Normal Baru' adalah sebagai berikut:

A. Sektor Transportasi Umum

Klaster Provinsi:

1. Jawa Timur

2. Bali

3. Kalimantan Tengah

Klaster Kota

1. Bengkulu

2. Banda Aceh

3. Semarang

Klaster Kabupaten

1. Sintang

2. Tegal

3. Tapanuli Utara

Klaster Kabupaten Tertinggal

1. Jayawijaya

2. Seram Bagian Barat

3. Kepulaian Sula

B. Sektor Tempat Wisata

Klaster Provinsi

1. Jawa Tengah

2. Jawa Timur

3. Sulawesi Selatan

Klaster Kota

1. Semarang

2. Bogor

3. Pare-pare

Klaster Kabupaten

1. Sintang

2. Gunung Kidul

3. Trenggalek

Klaster Kabupaten Tertinggal

1. Sigi

2. Rote Ndao

3. Seram Bagian Barat

C. Sektor Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Klaster Provinsi

1. Sulawesi Tengah

2. Kalimamtan Utara

3. Jawa Tengah

Klaster Kota

1. Bekasi

2. Bandung

3. Surabaya

Klaster Kabupaten

1. Trenggalek

2. Sinjai

3. Situbondo

Klaster Kabupaten Tertinggal

1. Nias

2. Seram Bagian Barat

3. Sumba Barat

D. Sektor Hotel

Klaster Provinsi

1. Jambi

2. Kalimantan Utara

3. Sulawesi Selatan

Klaster Kota

1. Pekanbaru

2. Surabaya

3. Semarang

Klaster Kabupaten

1. Trenggalek

2. Kebumen

3. Sintang

Klaster Kabupaten Tertinggal

1. Sumba Barat Daya

2. Seram Bagian Barat

3. Tojo Una-una

E. Sektor Restoran

Klaster Provinsi

1. Lampung

2. D.I. Yogyakarta

3. Jambi

Klaster Kota

1. Bogor

2. Tangerang

3. Jambi

Klaster Kabupaten

1. Trenggalek

2. Tabalong

3. Lumajang

Klaster Kabupaten Tertinggal

1. Sumba Barat Daya

2. Sumba Barat

3. Seram Bagian Barat

F. Sektor Pasar Modern

Klaster Provinsi

1. Jawa Timur

2. Lampung

3. D.I. Yogyakarta

Klaster Kota

1. Bogor

2. Sukabumi

3. Semarang

Klaster Kabupaten

1. Aceh Tamiang

2. Kebumen

3. Tulungagung

Klaster Kabupaten Tertinggal

1. Seram Bagian Barat

2. Belu

3. Nias

G. Sektor Pasar Tradisional

Klaster Provinsi

1. Bali

2. Sulawesi Selatan

3. Lampung

Klaster Kota

1. Bogor

2. Semarang

3. Palembang

Klaster Kabupaten

1. Banyumas

2. Lumajang

3. Semarang

Klaster Kabupaten Tertinggal

1. Limbata

2. Seram Bagian Barat

3. Pesisir Barat