Pedoman Kenormalan Baru: Acara Olahraga Tak Akan Ada Penontonnya
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (Foto: Twitter @kemendagri)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah mengeluarkan pedoman menuju kenormalan baru yang bakal diterapkan pemerintah daerah. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengeluarkan Keputusan Mendagri Nomor 440-830 Tahun 2020 yang isinya mengatur kenormalan baru dan salah satu aturan tersebut mengatur soal penyelenggaraan acara.

Pada poin protokol penyelenggaraan acara dalam pedoman tersebut, Tito menyebut pertemuan serta mobilitas orang di ruang publik untuk acara khusus seperti keagamaan, budaya, pernikahan, dan konser musik harus diatur secara ketat dan tunduk pada pedoman dengan penerbitan izin normal baru oleh unit pemerintah daerah.

Pedoman itu menyebut nantinya acara olahraga maupun konser yang akan dilakukan sebaiknya tidak mendatangkan penonton.

"Acara-acara olahraga dan konser musik diharapkan memprioritaskan dilakukan tanpa penonton. Acara akan disiarkan langsung ke pemirsa di rumah mereka, sehingga mereka dapat menontonnya di TV, tablet, atau perangkat seluler mereka," tulis salinan keputusan resmi tersebut.

Kalaupun dalam kegiatan pertemuan tersebut ada pengumpulan orang, maka protokol kesehatan guna mencegah munculnya penyebaran COVID-19 harus dilaksanakan dengan ketat. 

Ketika pihak penyelenggara acara tidak mengikuti aturan yang ada, maka bukan tak mungkin acara tersebut dibubarkan dan bisa berujung pada hukuman pidana maupun sanksi.

Adapun protokol kesehatan yang harus dilakukan adalah membatasi jumlah orang yang masuk ke dalam satu tempat atau pergelaran acara; menggunakan selotip untuk menandai jarak antar satu orang ke orang lain; menghindari kontak fisik seperti bersalaman atau berpelukan; dan menghindari penggunaan yang konvensional dan menggantinya dengan transaksi cashless.

Selain itu harus ada penanda jarak di karpet ataupun permukaan lainnya, perisai dari pixieglass antar meja yang berhadapan, dan tanda untuk mengatur lalu lintas orang supaya tidak terjadi kepadatan dan penumpukan orang di tempat itu.

Selanjutnya, di tempat acara itu berlangsung, juga harus disediakan sarana cuci tangan dengan air dan sabun atau pencuci tangan berbasis alkohol di berbagai tempat strategis. 

Terakhir, kalau ada kegiatan makan dan minum di acara tersebut maka penyelenggara acara bisa menggunakan tempat makan atau minum sekali pakai.

Protokol kesehatan juga dibuat untuk pusat keramaian seperti pasar, mal, dan pertokoan. Selain wajib menerapkan jaga jarak, pengelola pusat keramaian juga wajib menetapkan jumlah maksimum orang yang bisa masuk ke dalam gerai mereka. 

Kemudian, mereka juga harus membatasi jumlah orang yang boleh masuk ke dalam lift dalam sekali operasi dengan tujuan mencegah penumpukan orang.

Pengelola pusat keramaian ini juga harus mulai memperbanyak mesin penjual makanan dan minuman otomatis dan mengurangi kafetaria. Tujuannya, agar tidak ada kontak langsung di pusat keramaian tersebut.

"Salon, salon kecantikan, dan spa akan diizinkan beroperasi lagi tetapi personil harus menggunakan masker dan sarung tangan. Para pegawai juga harus sering mencuci tangan dan membersihkan alat-alat mereka dengan cairan disinfektan," bunyi surat tersebut.

Sementara terkait transportasi publik, Kepmendagri itu masih menyebut penggunaan ojek daring maupun ojek konvensional masih akan ditangguhkan atau dilarang beroperasi seperti saat ini.

"Pengoperasian ojek konvensional atau ojek daring harus tetap ditangguhkan untuk mencegah penyebaran virus melalui penggunaan helm bersama dan adanya kontak fisik langsung antara penumpang dan pengemudi."

Kapan pedoman ini bisa diterapkan?

Dalam Kepmendagri ini, Tito menjelaskan pedoman kenormalan baru ini bisa diterapkan oleh pemerintah daerah di masing-masing wilayahnya jika memenuhi enam syarat. Pertama, penularan COVID-19 di wilayahnya telah bisa dikendalikan.

Kedua, sistem kesehatan beserta fasilitasnya sudah memadai. Ketiga, mampu menekan risiko wabah COVID-19 dengan wilayah kerentanan tinggi. Keempat, bisa menerapkan protokol pencegahan COVID-19 di tempat kerja.

Kelima, mampu mengendalikan risiko kasus dari pembawa virus yang masuk ke wilayahnya. Keenam, melibatkan stakeholder terkait dalam masa transisi menuju tatanan kehidupan atau kenormalan yang baru.

"Penerapan kehidupan masyarakat produktif dan aman COVID-19 memerlukan sejumlah kesiapan teknis serta protokol kesehatan agar mampu memenuhi keenam syarat tersebut."

Adapun tiga indikator yang jadi kunci dalam melonggarkan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bagi wilayah yang saat ini menerapkannya adalah pertama, kondisi epidemiologis. Pemerintah daerah harus memetakan zona penyebaran di tiap wilayah.

Pada daerah yang kondisi epidemiologisnya rendah masuk dalam zona hijau, daerah yang kondisi epidemiologisnya sedang masuk dalam zona kuning, dan daerah yang kondisi epidemiologisnya tinggi masuk dalam zona merah. Penerapan kebijakan masyarakat produktif dan aman COVID-19 dilakukan pada kondisi epodemiologisnya berada pada zona hijau atau zona aman.

Kedua, pemerintah daerah harus memiliki kesiapan menangani kasus infeksi COVID-19. Faktor yang mendasari indikator ini adalah ketersediaan pelindung komunitas masyarakat, ketersediaan pelindung petugas medis, sarana dan prasarana medis, serta perlengkapan pascawafat.

Indikator ketiga adalah kemampuan pemerintah dalam melakukan penelusuran riwayat kontak dekat dengan orang terinfeksi COVID-19. Pemerintah daerah bisa menjalani kenormalan baru jika sudah bisa melakukan penelusuran kontak (contact tracing) kasus COVID-19 pada kriteria sedang.

"Oleh karenanya, pmemerintah daerah harus melakukan evaluasi epidemiologis secara rutin minimal 14 hari sekali untuk menerapkan masyarakat produktif dan aman COVID-19."