JAKARTA - Otoritas Palestina dan Israel resmi menyetujui gencatan senjata usai sebelas hari pertempuran yang menewaskan ratusan penduduk. Dunia internasional turut merespons keputusan ini, termasuk Indonesia, yang langsung menekan Israel menghentikan agresi. Setelah gencatan senjata, apa selanjutnya?
Sejak pertempuran dimulai pada 10 Mei, pejabat kesehatan di Gaza mencatat korban tewas sebanyak 232 orang. Dari angka itu, 65 di antaranya adalah anak-anak. Sementara itu, 1.900 orang lain terluka akibat serangan udara Israel.
Israel menyatakan telah menewaskan sedikitnya 160 pejuang di Gaza. Mengenai korban di pihaknya, Israel menyebut 12 orang tewas dan ratusan lain dirawat karena cedera akibat serangan roket.
Israel mengumumkan gencatan senjata ini lewat kantor Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu, yang menyatakan kabinet keamanan negara memilih secara bulat dukungan terhadap gencatan senjata. "Timbal balik dan tanpa syarat," bunyi pernyataan kantor itu, merespons usulan Mesir yang bertindak sebagai mediator.
Setelah gencatan senjata, apa?
Israel, dalam kesempatan itu menyatakan gencatan senjata tidak akan disertai penarikan pasukan dari Yerusalem, sebagaimana syarat yang diminta Kelompok Hamas. Di sisi Palestina, dua kelompok militan, Palestinian Islamic Jihad (PIJ) dan Hamas menyatakan gencatan senjata berlaku mulai Jumat pukul 02.00 dinihari waktu setempat.
Hamas menyatakan gencatan senjata akan saling menguntungkan dua pihak yang bertikai dan simultan. "Perlawanan Palestina akan mematuhi perjanjian ini selama pihak Israel melakukan hal yang sama," kata Taher Al-Nono, penasihat media untuk pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh.
Sementara itu, juru bicara Hamas, Abu Ubaida mengancam menembakkan roket yang akan mencapai seluruh Israel jika negara itu melanggar gencatan senjata. Kata Abu Ubaida, ia tak ingin ada serangan lagi terhadap Gaza. "Dengan pertolongan Tuhan, kami dapat mempermalukan musuh, entitasnya yang rapuh dan tentaranya yang buas," sebutnya.
Terpisah, Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi telah memerintahkan dua delegasi keamanan ke Israel dan Wilayah Palestina untuk bekerja demi menegakkan gencatan senjata. Pernyataan al-Sisi dikabarkan oleh televisi pemerintah Mesir. Di Twitter, al-Sisi juga mengucap terima kasih kepada Presiden AS Joe Biden di Twitter.
Dunia internasional, termasuk AS dan Indonesia memang langsung merespons gencatan senjata ini. Biden memuji gencatan senjata ini dan menyatakan bakal memberi bantuan rekonstruksi untuk Gaza. Biden menyebut bantuan akan diberikan dalam kemitraan dengan otoritas Palestina, bukan Hamas, yang oleh AS disebut organisasi teroris.
"Kami tetap berkomitmen untuk bekerja dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan pemangku kepentingan internasional lainnya untuk memberikan bantuan kemanusiaan yang cepat dan untuk mengumpulkan dukungan internasional bagi orang-orang di Gaza dan dalam upaya rekonstruksi Gaza," sebut Presiden Joe Biden melansir Reuters, Jumat, 21 Mei.
Sementara, Indonesia, lewat pernyataan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan dukungan terhadap Palestina. Indonesia, kata Retno, telah dan akan terus menggunakan forum-forum internasional untuk menghimpun dukungan bagi Palestina. Forum-forum itu termasuk forum Organisasi Kerja Sama Islam Dunia (OKI) dan Sidang Majelis Umum PBB.
Dalam keterangan pers virtual usai mengikuti persidangan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, Kamis 20 Mei, Retno juga menegaskan sikap Indonesia melihat yang terjadi antara Israel dan Palestina sebagai konflik asimetris. Israel, katanya adalah penjajah yang terus menindas bangsa Palestina.
"Saya tekankan, penjajahan dalam konflik Israel-Palestina adalah isu utama. Sekali lagi saya sampaikan bahwa isu utamanya adalah penjajahan. Masyarakat internasional berutang kepada bangsa Palestina, yaitu sebuah kemerdekaan bangsa Palestina yang terus tertunda, untuk hidup berdampingan dan setara dengan kita semua," Retno.
Bagaimana sikap Indonesia?
Retno juga mendorong agar gencatan senjata kali ini jadi momentum untuk Israel menghentikan pendudukan atas Palestina. Indonesia akan mengambil peran memperjuangkan itu. Retno juga mengajak dunia internasional bergerak menuju upaya yang sama, sebab agresi Israel ia lihat sebagai pelanggaran berat hukum internasional.
Retno mendesak PBB dan dunia internasional melakukan sejumlah hal untuk mencegah terulangnya kebrutalan Israel di kemudian hari. Salah satu caranya adalah memastikan kehadiran dunia internasional (international presence) di Al-Quds, Yerusalem untuk memantau dan memastikan keselamatan rakyat Palestina di wilayah pendudukan.
Kehadiran internasional tersebut juga bertujuan untuk melindungi status Al-Haram Al-Sharif sebagai tempat suci tiga agama. Langkah kedua yang diserukan Indonesia adalah memastikan akses bantuan kemanusiaan dan perlindungan warga sipil.
Sidang Majelis Umum, PBB bersama badan-badan PBB lain perlu meningkatkan upaya menyediakan bantuan kemanusiaan kepada warga Palestina yang terdampak. "SMU PBB harus mendesak Israel membuka dan membolehkan akses pengiriman bantuan kemanusiaan, termasuk di Gaza yang telah dikepung selama lebih dari 13 tahun," Retno.
Indonesia bisa apa?
Selain mendorong keterlibatan dunia internasional dalam isu ini, Indonesia juga dapat melakukan sejumlah langkah konkret lain. Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana mengatakan Indonesia dapat menjadi mediator.
"Indonesia menyerukan agar gencatan senjata diikuti status quo sebelum adanya konflik kemarin, di mana Israel tidak boleh lakukan aneksasi tanah Palestina. Indonesia harus sampaikan bahwa aneksasi oleh Israel adalah salah satu dan alasan utama terjadi konflik bersenjata," kata Hikmahanto kepada VOI, Jumat, 21 Mei.
Sebagai mediator yang baik di masa perdamaian ini, Indonesia harus bisa mendudukan bersama faksi-faksi di dalam Palestina sendiri. Kita tahu ada kelompok-kelompok perjuangan kemerdekaan Palestina yang memiliki cita-cita serupa tapi tak sama.
Hamas, misalnya yang ingin kemerdekaan dicapai dengan sama sekali tanpa Israel berada di tanah Palestina. Sementara, kelompok lainnya, Fatah menghendaki Palestina merdeka dalam kondisi berdampingan dengan Negara Israel.
"Indonesia hanya bisa memfasiltasi keinginan Palestina untuk merdeka, tapi keputusan ada di tangan rakyat Palestina melalui sistem politiknya," kata Hikmahanto.
Jika selesai di tingkat itu, Indonesia harus memfasilitasi agar bagaimana OKI satu suara dalam pilihan rakyat Palestina. Suara OKI tak boleh terpecah, katanya. Misi selanjutnya, Indonesia harus mampu meyakinkan masyarakat internasional, terutama AS untuk mendukung kehendak merdeka rakyat Palestina.
*Baca Informasi lain soal ISRAEL-PALESTINA atau baca tulisan menarik lain dari Ahmad Fauzi Iyabu juga Yudhistira Mahabharata.