JAKARTA – Keputusan yang diambil pemerintah Indonesia dengan resmi bergabung di BRICS pada Senin 6 Januari 2025 bukanlah tanpa risiko. Indonesia terkesan menantang dominasi ekonomi Amerika Serikat dan Blok Barat di dunia, yang berpotensi membuat mereka marah. Namun Presiden Prabowo Subianto bersikukuh, dan berani mengambil risiko dengan bergabung ke organisasi tersebut.
Pengumuman tersebut dikeluarkan oleh Brasil, yang merupakan salah satu pendiri blok tersebut pada 16 Juni 2009. Brasil saat ini menjadi Ketua BRICS, yang merupakan singkatan dari Brasil, Rusia, India, China, dan South Africa (Afrika Selatan), lima negara anggota awal.
“Pemerintah Brasil mengucapkan selamat datang kepada Indonesia untuk memasuki BRICS,” tulis pernyataan resmi pemerintah Brasil pada 6 Januari 2025.
“Dengan populasi dan perekonomian terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memiliki komitmen yang sama dengan negara-negara anggota lainnya untuk mereformasi lembaga-lembaga tata kelola global, dan memberikan kontribusi positif dalam memperdalam kerjasama Selatan-Selatan,” lanjut pernyataan Brasil tersebut.
Empat negara menjadi inisiator BRICS, yaitu Brasil, Rusia, India, Chin. Afrika Selatan bergabung tak lama setelah deklarasi, yang membuat blok ini dinamai BRICS. Pada 2024 anggota BRICS bertambah empat negara, yaitu Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab. Awal 2025, Indonesia menggenapi jumlah anggota BRICS menjadi 10 negara.
Pancing Kemarahan Washington
Pemerintah Indonesia melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Rolliansyah Sumirat mengatakan, bahwa bergabung dengan BRICS memiliki nilai sangat strategis dari sisi geopolitik.
“Kami telah berulang kali menegaskan bahwa BRICS adalah platform penting bagi Indonesia untuk memperkuat kerja sama Selatan-Selatan, dan memastikan bahwa suara dan aspirasi negara-negara Selatan terwakili dengan baik dalam proses pengambilan keputusan global,” ujar Rolliansyah kepada Deutsche Welle.
“Kami berkomitmen untuk berkontribusi pada agenda yang dibahas BRICS, termasuk upaya untuk meningkatkan ketahanan ekonomi, kerjasama teknologi, dan kesehatan masyarakat,” ujar Rolliansyah melanjutkan.
Agenda untuk menerima Indonesia secara resmi bergabung ke dalam BRICS sudah dibuat pada Agustus 2023. Namun saat itu Presiden Joko Widodo menolak agenda tersebut. Dia beralasan Indonesia masih mempertimbangkan pro kontra yang akan timbul, sehingga tidak terburu-buru untuk memutuskan bergabung.
Namun Prabowo sebagai suksesor Jokowi berani mengambil keputusan yang berbeda, sekalipun itu berisiko. Peralihan kekuasaan Jokowi ke Prabowo lebih dari sekedar pergantian pemerintahan. Indonesia seakan menjadi lokomotif perubahan di wilayah regional Asia Tenggara, dan menegaskan posisi sebagai yang terbesar di wilayah tersebut.
Ketika tatanan global yang dipimpin oleh Barat dipandang mulai terpecah belah secara politik, dilemahkan oleh gejolak ekonomi akibat konflik di Ukraina dan Timur Tengah, Indonesia menjadi motor negara-negara Selatan untuk lebih mendekat ke Beijing dan Moskow.
Keputusan Indonesia ini berpotensi mengundang kemarahan Washington, namun Prabowo bergeming. Saat ini setidaknya 30 negara sudah menyatakan niat untuk bergabung di BRICS termasuk Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Presiden Amerika Serikat terpilih, Donald Trump, pada 3 Desember 2024 mengelarkan pernyataan bernada mengancam. Dia mengatakan bakal memberlakukan tarif 100 persen tanpa embel-embel diskon untuk negara-negara anggota BRICS, jika benar-benar akan menggunakan mata uang sendiri menggantikan dolar AS dalam transaksi ekonomi dunia.
SEE ALSO:
BRICS memang berencana mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS, yang digunakan dalam hampir 80 persen transaksi perdagangan dunia. Kondisi yang sudah berlangsung puluhan tahun ini memang memberi Amerika Serikat keuntungan yang terlalu besar. Tidak hanya dari sisi ekonomi, namun juga geopolitik dengan kemampuan menekan negara-negara lain lewat pemberian sanksi dan pembatasan akses terhadap perdagangan dan modal.
Dunia yang Multipolar
Evolusi BRICS menjadi blok geopolitik yang lebih besar, juga didorong oleh kebangkitan China sebagai kekuatan ekonomi dunia yang baru. Pemerintah China sering kali menyerukan soal “tatanan dunia yang multipolar”, yang artinya tidak lain mereduksi dominasi Amerika Serikat dalam infrastruktur keamanan dan keuangan dunia.
Anggota BRICS juga sering membahas dominasi dolar AS secara global, dan perlunya kerangka keuangan alternatif antarnegara. Secara diplomatis, BRICS penting bagi China dan Rusia sebagai simbol kemunculan lanskap dunia yang multipolar.
Dalam KTT BRICS ke-16 di Kazan, Rusia pada 22-24 Oktober 2024, hadir 38 negara plus utusan PBB. Itu menjadi bukti bahwa Rusia di bawah Vladimir Putin masih mempunyai banyak teman, meskipun sedang dikenai sanksi oleh pihak Barat.
Soal keputusan yang diambil Indonesia untuk bergabung dengan BRICS, China melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri RRC, Guo Jiakun, melontarkan pujian. Dia menyebutkan bahwa Indonesia merupakan “negara berkembang utama dan kekuatan penting di Dunia Selatan”.
Satu hal penting yang harus menjadi catatan, BRICS sebenarnya bukanlah blok yang terang-terangan anti-Barat seperti halnya saat Perang Dingin. Indonesia dan India misalnya, memiliki hubungan yang sangat baik dengan negara-negara Barat, serta kemungkinan akan tetap netral dalam menyikapi persaingan geopolitik antara Amerika Serikat dan para pesaingnya.
Indonesia sendiri jelas tidak ingin melepaskan diri dari hubungan baik dengan Barat yang sudah dibangun puluhan tahun. Indonesia dapat menjadi kekuatan penyeimbang dalam BRICS, sekaligus menjaga hubungannya dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Jika Indonesia mampu mempertahankan posisinya sebagai negara non-blok dan mempengaruhi keputusan BRICS lewat pandangan inklusif, dengan tetap menganggap peran Barat maka itu menjadi keuntungan tersendiri. Indonesia punya DNA politik luar negeri yang bebas dan aktif. Semua negara adalah teman bagi Indonesia.
Sebab itulah Presiden Prabowo dengan berani memutuskan Indonesia bergabung resmi dengan BRICS karena dia tahu risikonya. Tujuan bergabung dengan BRICS bagi Indonesia bukanlah untuk mencari musuh, namun hanya ingin “memperluas arena bermain” sehingga tidak berkutat pada wilayah, teman, dan urusan yang itu-itu saja.