JAKARTA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) resmi diluncurkan pada Senin 6 Januari 2025. Program ini menyasar 600 ribu anak sekolah yang tersebar di 26 provinsi di Indonesia. Wilayah-wilayah yang disasar adalah kota atau kabupaten yang pernah dijadikan ajang uji coba pelaksanaan MBG sejak akhir 2024.
Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai pelaksana utama program MBG melakukan uji coba di 100 titik, dengan fokus anak-anak usia prasekolah hingga sekolah menengah atas. Dalam masa uji coba, menu yang disajikan berupa nasi, daging/ayam, telur, sayuran, buah, dan susu. Itu adalah daftar menu yang diinginkan Presiden Prabowo Subianto sebagai pencetus ide MBG.
“Dalam proses persiapan di seluruh Indonesia. Untuk yang tanggal 6 Januari sudah siap,” kata Kepala BGN, Dadan Hindayana pada 1 Januari 2025 seperti dikutip Tempo.
Dadan menambahkan bahwa uji coba MBG masih akan terus dilakukan hingga Agustus mendatang. Titik uji coba bakal terus ditingkatkan hingga mendapai 5000 tempat pada Agustus 2025.
Uji coba belum selesai, namun program andalan Prabowo semasa kampanye ini sudah dikick-off. Presiden ke-8 RI itu pernah meminta agar pelaksanaan MBG resmi dimulai pada 2 Januari, namun dengan segala keterbatasan akhirnya diawali resmi pada 6 Januari.
Apakah MBG ini sudah benar-benar siap untuk diresmikan, mengingat sebenarnya uji coba belum sepenuhnya diselesaikan?
Soal Perbedaan Target
Selama masa pemerintahan Prabowo 2025-2029, program MBG ditargetkan menyasar 82,9 juta orang. Untuk mencapai jumlah tersebut, diperlukan dana Rp400 trilun per tahun dan melibatkan 30 fasilitas satuan pelayanan di seluruh Indonesia.
Namun dalam pelaksanaan awal, soal target penerima MBG diumumkan berbeda-beda. BGN menyebutkan angka 3 juta penerima program MBG dalam tiga bulan awal pelaksanaan program tersebut. Itu berarti dalam sebulan, ada sejuta orang yang mendapatkan makan gratis.
Dalam kesempatan lain, pihak Istana melalui jubir Adita Irawati menyebutkan angka 600 ribu orang untuk bulan-bulan awal pelaksanaan MBG. Jika itu target bulanan, maka ada 1,8 juta orang penerima selama tiga bulan. Namun jika itu target tiga bulan awal, maka hanya ada 200 ribu penerima setiap bulan. Jelas ada perbedaan yang njomplang antara target yang diumumkan BGN dan Istana.
Juru bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Ujang Komaruddin melah menyebutkan angka yang berbeda pula. Dia menyebutkan angka yang spektakuler, 15 juta penerima MBG dalam pelaksanaan perdana! Ujang tidak menyebutkan secara spesifik angka 15 juta itu untuk tiga bulan, setengah tahun, atau setahun?
Kalau pun jumlah itu cakupan target dalam setahun, maka dalam sebulan ada 1.250.000 orang penerima. Angkanya lumayan jauh dari yang dirilis BGN, sejuta orang. Ada selisih jumlah 750 ribu setiap bulannya, yang berarti dalam tiga bulan ada 2.250.000 porsi tambahan dari yang dicanangkan BGN.
BACA JUGA:
"Tahapan atau lokasi yang belum tersentuh akan dilakukan evaluasi sehingga target yang diinginkan presiden hingga akhir tahun dan lima tahun ke depan dapat terealisasi. Begitu juga dengan SDM dan, infrastruktur," ujar Ujang dalam keterangan resminya yang diterima VOI, Minggu (5/1/2025).
Menurut beberapa kalangan, jumlah target yang berubah-ubah itu disebabkan infrastruktur pendukung progam MBG sebenarnya belum siap. Dengan kata lain, program ini agak dipaksakan untuk segera direalisasikan.
Kondisi tersebut secara tersirat dikatakan Mendikdasmen Abdul Mu’ti. Menyoal target sekolah yang bakal dituju program MBG, Mu’ti mengatakan “masih dalam pembahasan”. Jawaban tersebut disampaikan saat menjawab pertanyaan Tempo pada 2 Januari lalu.
Hanya berselisih empat hari program MBG akan resmi diluncurkan, target sekolah yang akan dituju pun belum sepenuhnya siap. Bagaimana ini?
Masalah Pembiayaan
Program MBG jelas memerlukan pembiayaan sangat besar. Dadan Hindayana menyebutkan angka Rp800 miliar per hari. Jika diimplementasikan secara penuh, angka kaseluruhan mencapai Rp400 triliun dalam setahun. Namun pemerintah menegaskan hanya punya anggaran Rp71 triliun dalam APBN 2025 untuk mengerjakan program MBG.
“Untuk postur APBN sudah kita masukkan dan sudah disepakati oleh bapak presiden terpilih, yaitu dimulai bertahap dengan anggaran awal Rp71 triliun,” kata Sri Mulyani yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Keuangan Presiden Jokowi, pada 24 Juni 2024.
Saat itu Sri juga memastikan bahwa MBG tidak akan menggerogoti anggaran pada 2025, yang berpotensi membuat defisit anggaran membengkak. Sementara untuk tahun-tahun berikutnya, belum ada kepastian soal penerimaan negara yang bakal dialokasikan untuk pembiayaan MBG. Lantas dari mana untuk menambah kekurangannya?
Presiden Prabowo sudah berkunjung ke China pada 9 November 2024, dan bertemu Presiden Xi Jinping. Salah satu agenda yang dibahas keduanya adalah soal MBG. China bersedia menggelontorkan pinjaman senilai 10 milyar dolar AS, atau sekitar Rp157 triliun untuk mengongkosi berbagai sektor, termasuk program makan gratis tersebut.
Dalam pertemuan dengan Prabowo, Jinping sebagai pemimpin China menyetujui proposal untuk pendanaan program MBG. Dukungan pendanaan tersebut dimuat dalam “Food Supplementation and School Feeding Programme in Indonesia”. Nota kesepahaman program tersebut diteken oleh Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto yang disaksikan langsung oleh Prabowo dan Jinping.
Meskipun tidak secara gamblang disebutkan bahwa dukungan pendanaan itu merupakan pinjaman, namun buat pengamat ekonomi melilhat itu sebagai utang. Tauhid Ahmad, ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan bahwa kemungkinan besar bantuan China tersebut merupakan pinjaman lunak, dengan bunga berkisar 2-3 persen.
Investasi bisnis dari China untuk program MBG bisa berupa pembangunan dapur umum atau sistem pendistribusian produknya ke seluruh Indonesia. Untuk diketahui, Indonesia harus membangun setidaknya 48 ribu dapur umum agar program MBG dapat terlaksana sesuai harapan.
Tauhid berpendapat bahwa investasi China tersebut hampir mirip dengan apa yang dilakukan untuk Kereta Cepat Whoosh. Tak hanya memberikan utang, China juga akan mengirimkan tenaga kerja untuk menyelesaikan program tersebut hingga tuntas. Bedanya, Whoosh menghasilkan pemasukan untuk membayar utang sementara makan gratis tidak.
“Kan kalau program ini benar-benar habis uangnya dan tidak menghasilkan keuntungan seperti kereta cepat. Jadi saya tidak tahu apa alasan menerima pinjaman itu dan bagaimana nanti mengembalikan utangnya? Soalnya makan bergizi gratis ini dananya dihabiskan, namanya saja gratis ya tidak ada pengembalian finansial” kata Tauhid Ahmad, seperti dikutip BBC Indonesia pada Rabu (13/11/2024).
Tauhid khawatir Indonesia bakal terjebak masalah utang baru, karena tingkat pengembalian finansial untuk pinjaman program MBG sangat rendah. Untuk pengembalian pinjaman, pemerintah bakal mencomot dari sektor lain dalam APBN.
Sejak Zaman Soeharto
Program semacam MBG sebenarnya sudah sering dilakukan di Indonesia melalui program Supplemental Food for School Children atau Pemberian Makanan Tambahan-Anak Sekolah (PMT-AS). Bahkan sejak zaman Presiden Soeharto yang ditetapkan lewat Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 1 tahun 1997, dikeluarkan pada 15 Januari 1997.
Program tersebut terus dijalankan meskipun selalu terputus di tengah jalan. Bahkan Anies Baswedan saat menjabat Gubernur DKI Jakarta 2017-2022, juga melaksanakan PMT-AS.
Menurut evaluasi Balitbang Kemendikbud RI pada 2010-2011, program PMT-AS tidak pernah dapat dilakukan secara berkesinambungan dan gagal mencapai sasaran karena beberapa faktor. Di antaranya: pendanaan tersendat bahkan kurang, yang menyebabkan sekolah tidak mampu membeli makanan yang seharusnya dikonsumsi para murid. Selain itu, masalah distribusi juga terkendala.
Padahal program semacam MBG atau PMT-AS sangat bagus. Setidaknya merangsang anak untuk bersekolah karena mereka mendapatkan makanan gratis. Program ini sangat cocok dilakukan di daerah-daerah miskin dan tertinggal.
Sebuah penelitian yang dilakukan Global Child Nutrition Foundation (GCNF) pada 2021 tentang program makan gratis di 139 negara dan mencakup 330,3 juta anak sekolah menyimpulkan bahwa, program tersebut hanya dapat berjalan mulus jika dikelola dengan baik dan dicukupi dari pasokan lokal.
Bagaimana dengan Indonesia yang lebih mengandalkan bahan pangan pasokan impor dibandingkan produk lokal? Bahkan untuk beras yang merupakan makanan pokok, Indonesia harus mengimpor hampir 3,5 juta ton sepanjang 2024. Luar biasa bukan?