Bagikan:

JAKARTA – Atlet bulu tangkis yang menjadi andalan Indonesia di Olimpiade Paris 2024 satu per satu berguguran. Indonesia untuk pertama kalinya sejak 1984 terancam gagal bawa pulang medali dari Olimpiade. Masalah mental para pemain menjadi sorotan legenda bulu tangkis Indonesia, Ricky Subagja.

Tunggal putri Gregoria Mariska Tunjung yang merebut tiket perempat final Olimpiade Paris 2024 seusai meraih kemenangan dramatis melawan pemain Korea Selatan, Kim Ga-eun lewat rubber game dengan skor 21-4, 8-21, dan 23-21, Jumat (2/8/2024) dini hari WIB.

Ia menjadi satu-satunya wakil Indonesia yang tersisa di cabang olahraga bulu tangkis setelah lima wakil lainnya berguguran. Dua tunggal putra Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting, ganda Putri Apriyani Rahayu/Pitha Haningtyas Mentari, dan ganda campuran Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari gagal di babak awal.

Ganda putra Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto juga langkahnya terhenti di perempat final sehingga harus angkat koper lebih dulu.

Atlet Indonesia Berguguran

Bulu tangkis resmi menjadi cabang olahraga di Olimpiade Barcelona pada 1992. Salah satu olahraga terpopuler di Indonesia ini sebelumnya hanya tampil sebagai demonstration dan exhibition bertutut-turut pada Olimpiade Munchen 1972 dan Olimpiade Seoul 1988.

Saat pertama kali dipertandingkan secara resmi di Barcelona, atlet bulu tangkis Indonesia langsung mengharumkan nama bangsa dengan merebut empat medali sekaligus. Rincuannya dua emas dari tunggal putra dan putri, satu perak dari ganda putra, dan perunggu dari tunggal putra.

Pebulu tangkis tunggal putra Indonesia Jonatan Christie (kiri) menyalami pebulu tangkis India Lakshya Sen usai bertanding pada babak penyisihan grup L Olimpiade Paris 2024 di Porte De La Chapella Arena, Paris, Prancis, Rabu (31/7/2024). Jonatan Christie kalah dengan skor 18-21, 12-21 atas Lakshya Sen. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/Spt)

Sejak cabang olahraga bulu tangkis dipertandingkan di Olimpiade, Indonesia berhasil menambah pundi-pundi medali. Kecuali pada Olimpiade London 2012, Indonesia selalu menyumbang medali. Ketika itu Indonesia gagal memberikan satu pun medali dari semua nomor pada cabang olahraga bulu tangkis.

Dominasi bulu tangkis dalam perolehan medali Indonesia terbukti dengan total 37 medali yang telah dikoleksi hingga sekarang, 21 di antaranya berasal dari cabang olahraga bulu tangkis. Sisanya sebanyak 15 medali dari angkat besi, dan satu medali dari panahan.

Terancam Tanpa Medali

Tapi sayangnya, harapan menambah medali dari bulu tangkis terancam setelah lima wakil Indonesia tereliminasi, termasuk sektor tunggal putra yang dianggap memiliki kans terbesar meraih medali.

Jonatan Christie disebut-sebut sebagai atlet paling siap menatap Olimpiade. Sebelum terbang ke Paris, ia menyabet gelar All England dan juara Asia yang kemudian mengantarkan dirinya menjadi pemain nomor tiga dunia di bawah Shi Yu Qi dan Viktor Axelsen.

Andai Indonesia benar-benar tak membawa pulang medali bulu tangkis, maka hasil ini mengulang Olimpiade London 2012. Yang membedakan adalah, saat itu belum ada tim Adhoc yang dibentuk menjelang Olimpiade Paris 2024.

Tim Adhoc diketuai Sekjen PBSI, M Fadil Imran. Tim Adhoc melibatkan para mantan pemain yang pernah berprestasi emas di Olimpiade. Juga pihak-pihak lain termasuk psikolog untuk mengelola suasana hati para pemain agar tetap kondusif.

Selain itu, tim Adhoc juga mengklaim melakukan pendekatan secara sport science menuju Paris. Pengamat bulu tangkis Daryadi meminta pengurus PBSI tidak sekadar melakukan evaluasi hasil saat turnamen berakhir lebih cepat untuk kami.

"Bulu tangkis (PP PBSI) harus dikelola dengan profesional, harus orang yang berkompeten yang mengurusinya. Saya melihat dari luar dan juga masyarakat kita bisa menilai bagaimana PBSI ini saat ini dikelola. Kinerja organisasi bisa dilihat dari torehan prestasi yang dihasilkannya. Kita semua bisa lihat prestasi seperti apa," imbuh Daryadi.

Tak Hanya Butuh Skill

Olimpiade adalah panggung olahraga terbesar di dunia. Bagi para atlet yang bertanding, tidak hanya dibutuhkan skill, tapi juga kekuatan mental untuk menaklukkan lawan. Maklum, bermain dengan disaksikan jutaan pasang mata di seluruh dunia bukan perkara mudah.

Ricky Subagja menyebut faktor mental sangat mungkin menjadi salah satu penentu kemenangan seorang atlet di lapangan.

“Inilah Olimpiade dengan semua atmosfernya, memang berbeda dengan turnamen lain. Beban dan tekanan besar akan dirasakan semua atlet. Siapa yang siap secara mental dan bisa mengatasi rasa takut, rasa gugup dan demam panggung itu yang akan menang. Berbicara skill dan teknis semua sudah sama,” kata Ricky.

Berkaca dari pernyataan Ricky, dapat disimpulkan bahwa psikologi memiliki peran penting untuk atlet dalam bidang olahraga. Bidang ilmu psikologi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan prestasi dan motivasi atlet, memperkuat kerja sama antar atlet dalam olahraga beregu, memperkuat hubungan dan kerja sama antara pelatih dan atlet, dan sebagainya (Sarwono, 1999).

Bidang ilmu psikologi yang khusus mempelajari tentang hubungan antara psikologi dan disebut Psikologi Olahraga.

Tim bulu tangkis Indonesia berfoto bersama menjelang keberangkatan ke Perancis, Sabtu (13/7/2024). Indonesia tinggal menyisakan tunggal putri Gregoria Mariska Tunjung di Olimpiade Paris 2024. (Istimewa)

Psikologi olahraga adalah ilmu psikologi yang bertujuan mendalami dan mengembangkan perilaku seseorang, utamanya olahragawan dan atlet.

Melansir laman Universitas Negeri Yogyakarta, sebagai sebuah ilmu, Psikologi Olahraga merupakan bidang yang relatif muda dibandingkan dengan bidang ilmu yang lain (Haag, 1994; Chia & Chiang, 2010). Namun, psikologi olahraga memiliki peran penting untuk menjaga kesehatan mental atlet. 

"Seorang atlet rentan dalam menghadapi kecemasan dan stres. Hal ini disebabkan berbagai hal, seperti masalah lingkungan sosial, tekanan untuk terus berprestasi, cedera yang dialami atlet, kelelahan, dan berbagai sumber kecemasan serta stres lainnya," demikian mengutip laman UNS. 

Kesalahan umum yang dilakukan oleh pelatih untuk memperbaiki kinerja buruk pemain dengan menambah jam latihan fisik. Ini merupakan sebuah refleksi para pelatih masih belum memahami psikologi olahraga sebagai sebuah ilmu terapan.

Untuk mengatasi kecemasan pada atlet, ada berbagai macam pemeriksaan yang biasa dilakukan oleh psikolog olahraga, seperti melakukan wawancara, membagikan kuesioner yang berisi pertanyaan seputar kecemasan yang dialami, observasi, hingga pemeriksaan fisik.

Sayangnya, kesadaran mengenai psikologi olahraga di Indonesia masih kurang. Padahal seperti yang telah disinggung sebelumnya, penampilan kinerja puncak para atlet tidak hanya bergantung pada kemampuan fisik, tetapi juga sangat didukung oleh keterampilan mental yang sangat berenergi namun tetap rileks.