Bagikan:

JAKARTA – Di era serba digital seperti sekarang, menjadi bintang media sosial atau influencer mungkin menjadi impian semua orang, terutama kalangan anak muda. Tak sekadar meraih popularitas, menjadi influencer juga dianggap bisa menghasilkan cuan yang menggiurkan.

Di luar negeri, YouTuber MrBeast atau TikToker Charli D’Amelio termasuk yang paling terkenal. Sedangkan di Indonesia sebut saja Raffi Ahmad, Arief Muhammad, Tasya Farasya, sampai Rachel Vennya yang bisa hidup berkecukupan dari hasil membuat konten di media sosial.

Tasya Farasya, salah satu kreator konten terkenal di Indonesia. (Instagram/@tasyafarasya)

Namun makin ke sini, dunia pembuat konten ternyata tak selalu indah. Sekarang jumlah influencer makin tak terhitung, sehingga persaingan mendapat cuan kian sengit.

Selain itu, platform juga dikabarkan tak lagi seroyal dulu memberikan komisi kepada kreator konten. Brand-brand kawakan bahkan lebih pilih-pilih untuk bekerja sama dengan influencer.

Penghasilan Menurun

Hal ini diungkapkan The Wall Street Journal. Clint Brantley, kreator konten sejak tiga tahun lalu, menceritakan bagaimana sekarang uang yang didapatkannya tidak lagi sebanyak dulu.

Brantley merupakan pembuat konten tentang tren yang berkaitan dengan game mobile Fortnite. Ia membagikannya ke TikTok, YouTube, dan Twitch.

Pria 29 tahun ini mengaku penghasilannya tahun lalu lebih kecil dibandingkan gaji median tahunan pekerja penuh waktu di AS pada 2023 sebesar 58.084 dolar Amerika Serikat atau Rp950 jutaan. Padahal ia memiliki 400 ribu followers dengan rata-rata view pada kontennya lebih dari 100 ribu.

Penghasilannya yang tidak menentu membuat Brantley tidak siap berkomitmen menyewa apartemen di Negeri Paman Sam. Ia memilih tinggal dengan ibunya di Washington.

“Saya sangat rentan,” aku Brantley kepada The Wall Street Journal.

The Wall Street Journal menuliskan, meraih penghasilan yang layak dan dapat diandalkan sebagai kreator konten adalah hal sulit dan akan makin sulit. Ini karena platform makin kecil membagikan uang untuk postingan populer. Ditambah, para brand juga lebih spesifik memilih kesepakatan dengan influencer.

Isu bahwa TikTok akan diblokir di AS pada 2025 memperparah isu ini. Sekarang banyak pembuat konten waswas apakah dapur mereka tetap ngebul dengan mengandalkan media sosial jika salah satu channel sumber uang ditiadakan.

Menguras Energi dan Mental

Meski tren menjadi influencer tampak menjanjikan, perjalanan menuju bintang media sosial penuh dengan tantangan. Ratusan juta orang di seluruh dunia mengunggah konten yang menghibur dan mengedukasi di media sosial, menurut laporan Goldman Sachs pada 2023. Masih laporan yang sama, sekitar 50 juta orang di antaranya mengumpulkan uang dari konten yang dibuat.

Goldman Sachs meramalkan jumlah kreator yang menghasilkan pendapatan akan tumbuh pada tingkat tahunan sebesar 10 persen hingga 20 persen pada 2028. Tapi di saat bersamaan, makin banyak orang yang nyemplung di industri ini, maka konsekuensinya makin kecil pula ‘kue’ yang harus dibagi-bagi.

Tak hanya itu, kreator konten juga mengaku pekerjaan ini tak segampang yang dibayangkan. Setiap harinya mereka harus memikirkan konten apa yang akan disukai audiens. Ini tidak hanya menguras energi, tapi juga mental.

Butuh waktu berhari-hari bagi influencer untuk merencanakan konten, memproduksi, hingga melalui proses edit untuk diunggah ke media sosial. Mereka juga harus selalu berinteraksi dengan para fans untuk menjaga popularitas.

“Ini adalah pekerjaan yang sangat berat dibandingkan apa yang dikira kebanyakan orang,” tutur Jasmine Enberg, analis eMarketer, perusahaan yang menerbitkan data, analisis dan wawasan tentang pemasaran digital, media dan perdagangan.

"Kreator yang bisa hidup dengan menjadi influencer telah melakukan pekerjaan ini selama bertahun-tahun. Kebanyakan tak jadi besar dalam waktu singkat," kata analis tersebut.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam acara Indonesia-Europe Investment Summit 2023 yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (30/11/2023). (ANTARA/Agatha Olivia Victoria)

Di tengah inflasi dan ekonomi yang tidak pasti, influencer menghadapi tekanan yang kian sulit untuk mengamankan keuangan.

Tentang masa depan influencer ini juga sempat dibahas Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Wanita kelahiran Kota Bandar Lampung ini mengingatkan fenomena anak muda yang bermimpi menjadi YouTuber demi mendapat ketenaran dan uang tidak bisa berkelanjutan. Menurutnya, fenomena ini adalah situasi yang mengejutkan dan mengkhawatirkan.

“Hari ini jika Anda bertanya kepada mereka, mereka ingin menjadi seorang YouTuber, pembuat konten, mungkin sesuai yang mereka lihat bahwa ini cukup memberikan ketenaran instan dan mungkin juga uang. Ini benar-benar situasi yang mengkhawatirkan dan mengejutkan,” ucap Sri Mulyani dalam acara Indonesia-Europe Investment Summit 2023 pada 30 November 2023.

“Saya tahu bahwa mimpi, tujuan, seperti itu tidak akan bisa bertahan lama,” ujar Sri Mulyani lagi.

Jadi, masihkan Anda bermimpi menjadi tajir melintir dengan berprofesi sebagai kreator konten?