Bagikan:

JAKARTA – Manusia pada dasarnya membutuhkan jeda atau libur dari rutinitas, tidak peduli berapa pun usianya. Menurut psikolog, rehat sejenak dari rutinitas bisa menguatkan kembali kompetensi dan potensi yang dimiliki seseorang.

Berakhirnya tahun ajaran menjadi waktu yang pas bagi anak dan orangtua untuk berlibur. Waktu libur yang cukup panjang menjadi momen tepat menjalin bonding atau ikatan antara orangtua dan anak. Selain itu, liburan juga dapat meningkatkan produktivitas.

Menurut psikolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D., liburan sekolah memiliki peranan penting untuk membantu meningkatkan perkembangan pada anak.

Liburan dibutuhkan oleh semua orang, tidak terbatas usia, karena memiliki banyak manfaat. (Unsplash/Markus Winkler)

Liburan sekolah juga penting untuk menjaga kondisi kesehatan anak baik dari segi fisik maupun mental. Liburan menurut Novi bermanfaat pula mengurangi rasa stres dan kecemasan pada anak.

“Kalau anak sekolah itu kadang kala misalnya ada ujian, ada kegiatan-kegiatan yang harus dinilai. Nah, itu ada rasa cemas. Tapi, ketika liburan, tiba-tiba mereka bisa mendapatkan situasi yang tidak ada tekanan,” kata dia.

Menguatkan Kompetensi

Untuk sebagian besar sekolah di Indonesia, libur tahun ajaran biasanya terjadi dua kali dalam setahun. Pertama setelah berakhirnya proses belajar mengajar di semester satu, yang biasanya berbarengan dengan libur Natal dan Tahun Baru. Liburan panjang kedua terjadi setelah tahun ajaran rampung, yakni di pertengahan tahun kalender.

Saat liburan inilah dimanfaatkan untuk me-recharge energi anak yang sudah terkuras selama kurang lebih satu tahun.

“Liburan itu sebetulnya meningkatkan produktivitas. Kalau dalam konteks anak-anak kecil, balita, dan juga anak-anak sekolah, produktivitas itu bisa dibilang adalah perkembangan, baik perkembangan fisik maupun perkembangan mental,” kata Novi, dikutip Antara.

Pada dasarnya setiap manusia, berapa pun usianya membutuhkan jeda untuk istirahat dari rutinitas yang dilakukan sehari-hari.

Waktu libur akan menguatkan kembali seluruh kompetensi atau potensi yang dimiliki seseorang. Novi berujar, melakukan aktivitas yang sama secara terus menerus justru membuat seseorang semakin lemah.

“Kita pikirnya kalau dia ke sekolah tiap hari itu pertumbuhannya akan berkembang sangat baik. Tapi, kalau dia lupa untuk liburan atau beristirahat, itu justru tambah melemah,” ujar Novi.

Tak Selalu Berbiaya Mahal

Kenyataannya, meski liburan memiliki segudang manfaat bagi perkembangan anak, tidak sedikit orangtua yang merasa tidak mampu memberikan momen berlibur yang proper atau layak. Bukan tanpa sebab, liburan identik dengan biaya yang besar.

Apalagi berakhirnya tahun ajaran juga berarti orangtua harus menyiapkan dana tidak sedikit untuk mempersiapkan tahun ajaran baru, seperti biaya daftar ulang atau membeli perlengkapan sekolah yang baru.

Menurut psikolog anak, remaja, dan keluarga Sani Budiantini Hermawan, liburan sekolah tidak melulu harus berbiaya mahal. Ia menyarankan orangtua membuat permainan yang ada di rumah atau membuat rencana perjalanan sesuai dengan kemampuan.

Karena mengisi liburan tanpa ada kegiatan sama sekali bisa membuat anak-anak menjadi bosan di rumah.

“Misalnya masak bareng, nonton televisi bareng, atau nonton film bareng. Intinya, liburan anak itu disambut bersama dan dibuat planning sesuai dengan keinginan dan minat anak,” kata Sani.

Memasak bersama anak bisa menjadi salah satu pilihan mengisi waktu liburan tanpa harus mengeluarkan biaya mahal. (Unsplash/Jimmy Dean)

“Selain bonding aspek psikologis kesehatan mental karena bahagia, tentunya mengasah aspek-aspek skill lainnya untuk anak,” imbuhnya.

Novi mengamini pendapat ini. Menurutnya, waktu liburan dapat memberi kesempatan kepada anak untuk membangun kedekatan bersama keluarganya. Dan, aktivitas yang dilakukan juga tak harus selalu berlibur ke luar kota.

“Justru liburan itu membuat kesempatan mereka bisa melakukan kegiatan bersama walaupun nggak harus piknik dan keluar kota. Tapi, misalnya, mereka bisa masak bareng, atau anak-anak kalau di desa itu bisa membantu orang tuanya berkebun atau bertani dan memelihara binatang,” pungkas Novi.