Bagikan:

JAKARTA – Nilai Starbucks turun hingga miliaran dolar. Di saat bersamaan, warganet dengan gencar menyerukan boikot terhadap gerai kopi itu dan sejumlah produk lainnya yang dianggap terafiliasi dengan Israel. Sejauh mana kedua hal ini saling berhubungan?

Perusahaan kopi berbasis di Seattle mengumumkan penurunan penjualan untuk kuartal pertama 2024 dan menyebabkan sahamnya turun 17 persen di Amerika Serikat, pada 1 Mei 2024. Penurunan penjualan Starbucks kemudian dikaitkan dengan aksi unjuk rasa jutaan masyarakat di dunia yang memboikot perusahaan kopi tersebut.

Sejak pecah konflik bersenjata pada 7 Oktober 2023, jumlah korban meninggal warga Palestina mencapai lebih dari 36.000 jiwa dan 86.000 lainnya luka-luka. Di antara korban meninggal dunia sebagian besarnya adalah anak-anak dan perempuan.

Starbucks, salah satu merek asal Amerika Serikat, menghadapi penolakan atau reaksi keras karena dituduh berafiliasi dengan Israel. Namun, perusahaan waralaba kopi ini membantah memberikan dukungan finansial kepada pemerintah Israel dan/atau Angkatan Darat Israel dengan cara apa pun, melalui pernyataan resmi mereka setelah gelombang protes membesar akhir tahun lalu.

Penurunan penjualan kopi Starbucks di Indonesia akibat boikot mencapai 35 persen. (Unsplash)

Komedian YouTube Danny Gonzalez meminta maaf kepada 6,5 juta pengikutnya setelah gelas Starbucks tidak sengaja muncul di salah satu videonya dan menuai protes.

“Saya melihat beberapa komentar tentang gelas Starbucks di video saya dan saya hanya ingin meminta maaf atas pengabaian saya terhadap boikot,” tulis Danny Gonzalez.

Permintaan maaf pria 30 tahun tersebut menjadi salah satu bukti bahwa dampak boikot benar adanya. Karena dewasa ini, para public figure yang masih menggunakan produk-produk yang diboikot bakal ikut dirujak warganet.

Banyak Kontrovesi

Para pejabat eksekutif Starbucks memilih tidak terlalu mengomentari topik boikot saat mendiskusikan penjualan, namun Sharon Zackfia, kepala konsumen di perusahaan manajemen investasi William Blair mengatakan: “Kepala Anda pasti tenggelam dalam pasir kalau tidak merasa boikot memiliki dampak.”

Sementara itu, pemegang lisensi waralaba Starbucks di Indonesia, PT Sari Coffee Indonesia memperkirakan adanya penurunan penjualan akibat sentimen boikot Israel mencapai 35 persen, meski mereka menegaskan tidak terkait dengan Israel seperti yang ramai dibahas.

“Kami cukup terdampak dengan isu saat ini. Penjualan secara keseluruhan turun sekitar 30 sampai 35 persen,” kata Chief Marketing Officer PT Sari Coffee Indonesia Liryawati pada Februari lalu.

Tapi, apakah penurunan penjualan murni semata-mata karena dampak boikot?

Pengakuan Andrew Buckley (50) mungkin bisa menjawab pertanyaan ini. Dalam beberapa dekade, ia mengaku minuman cafe mocha berukuran venti menjadi pelepas stres setelah menjalani pekerjaan di bidang penjualan IT.

Tapi ia mulai berhenti mengunjungi Starbucks karena harga kopi favoritnya mengalami kenaikan harga menjadi 6 dolar AS atau sekitar Rp98.000.

“Saya sudah terganggu dengan inflasi pada umumnya. (Kenaikan harga Starbucks) ini menjadi yang penghabisan. Saya tidak sanggup lagi,” kata Buckley, mengutip BBC.

Keluhan serupa disampaikan pelanggan lainnya, David White. Ia terkejut karena harga kopi Starbucks terus naik dalam beberapa bulan terakhir. Dia bahkan pernah batal memesan setelah melihat harga kopi di kasir.

Mengutip Vox, Starbucks memang sudah mendapat headline negatif dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak bagaimana mereka menangani serikat pekerja. Hal ini bahkan membuat banyak pekerja mengundurkan diri pada November tahun lalu, bertepatan dengan Red Cup Day, yaitu saat Starbucks membagikan cangkir musiman yang dapat digunakan kembali secara gratis.

Starbucks sudah berada di bawah tekanan selama beberapa tahun terakhir akibat perselisihan dengan para aktivis serikat pekerja. Mereka menyebut upah dan kondisi kerja di Starbucks tidak sejalan dengan reputasi progresif perusahaan.

Kalah oleh Kopi Lokal

Kenaikan harga yang terus terjadi, perselisihan dengan serikat pekerja, ditambah seruan boikot karena dituding terafiliasi dengan Israel membuat Starbucks mengalami penurunan penjualan.

“Saya rasa bukan protes yang mendorong hal ini,” ujar Sara Senatore analis riset senior di Bank of America.

Di AS, dominasi Starbucks sebagai gerai kopi kekinian mulai tergerus oleh merek lain seperti Dunkin dan Dutch Bros Coffee. Sedangkan di China Starbucks juga kehilangan pangsa pasar akibat menjamurnya merek lokal seperti Luckin Coffee, yang telah membuka lebih dari 16.200 gerai.

Sedangkan di Indonesia sendiri, penurunan penjualan Starbucks tidak hanya dilatarbelakangi adanya gerakan boikot besar-besaran. Hampir satu dekade terakhir, tren gerai kopi kekinian lokal mulai menjamur di Indonesia. Dengan harga yang ditawarkan jauh lebih murah dibandingkan Starbucks, kedai kopi lokal ini menjadi pilihan masyarakat.

Di era ini muncul coffee shop dengan konsep coffee-to-go, yaitu menjual kopi siap minum yang diracik langsung di tempat untuk dibawa pulang. Tuku, Kopi Kenangan, Janji Jiwa, dan Fore termasuk perintis kedai kopi dengan konsep seperti ini.

Kedai kopi pop-up Toko Kopi Tuku dan bermitra bersama Kornerd Coffee di Seoul, Korea Selatan hingga April 2024. (ANTARA/HO-Toko Kopi Tuku/am)

Kopi Tuku bahkan mulai melebarkan sayap ke luar negeri dengan meluncurkan kedai kopi pop-up pertama mereka di Kota Seoul, tepatnya di 47, Gangnam-daero 160-gil, Gangnam-gu, Korea Selatan mulai 25 Maret hingga April 2024.

“Ini adalah perjalanan ketiga kami ke Korea Selatan, dan dengan setiap kunjungan, kekaguman saya terhadap industri kreatif dan budaya kopi yang dinamis di negara ini semakin kuat,” kata CEO dan Founder Toko Kopi Tuku Andanu Prasetyo, disitat Antara.

Di kedai pop-up Seoul ini, Toko Kopi Tuku bermitra dengan Kornerd Coffee, salah satu pelaku industri kopi berpengaruh di Seoul, untuk menghadirkan perpaduan tradisi kopi Indonesia dan keunggulan Korea. Hal ini dilakukan karena Korea Selatan menduduki peringkat ke-11 di dunia dalam hal konsumsi kopi per kapita.

Bahkan belakangan sejumlah minimarket juga ikut mengeluarkan produk kopi kekinian yang cukup berhasil memikat hati atensi pecinta kopi di Tanah Air. Pertumbuhan berbagai merek kopi lokal yang menawarkan kopi dengan harga lebih terjangkau diyakini makin memberi tekanan pada posisi Starbucks di pasar.