Pantauan Netray: Beras Langka dan Mahal, Warganet Kritik Kebijakan Impor dan Bansos
Personel Ditreskrimsus Polda Gorontalo berbincang dengan pedagang pada pemantauan harga beras di Pasar Sentral Kota Gorontalo, Gorontalo. (Antara/HO-Humas Polda)

Bagikan:

JAKARTA – Harga beras yang mahal dan langka terus dikeluhkan warganet. Kenaikan harga bahan pokok ini kemudian dikaitkan dengan isu bantuan sosial kampanye pemilu. Warganet pun ramai mengkritik pemerintah karena kelangkaan dan mahalnya bahan pangan ini.

Badan Pangan Nasional melaporkan, dalam sepekan terakhir harga beras premium dan medium terus merangkak naik. Hingga 22 Februari 2024, harga beras premium mencapai Rp16.270/kg, sedangkan harga beras medium menjadi Rp14.230/kg.

Grafik perbincangan warganet di X. (Netray)

Melihat peta persebaran harga beras di Indonesia, harga beras di semua wilayah Indonesia berada di atas harga eceran tertinggi (HET). Papua Tengah menjadi wilayah dengan penjualan beras premium termahal, yaitu Rp24.120/kg. Demikian pula dengan harga beras medium, yang termahalnya seharga Rp21.090/kg di wilayah Papua Pegunungan.

Kenaikan harga komoditas ini menjadi perhatian media massa dan warganet X, dulunya Twitter. Netray Media Monitoring memantau topik ini dengan kata kunci beras di kedua kanal tersebut.

Fenomena Beras Mahal dan Isu Bansos

Dengan kata kunci beras Netray menemukan 2,655 artikel yang diterbitkan oleh media massa daring pada periode pemantauan 15-21 Februari 2024.

“Pemberitaan ini dibagi dalam beberapa kategori, yakni 1.127 atau 42% Finance & Insurance, 727 atau 27% Government, 342 atau 13% Politic,” demikian laporan Netray.

Kenaikan harga beras di beberapa wilayah kemudian dikaitkan dengan isu pemerintahan dan politik. Itu terlihat dari bansos dan pemilu yang menjadi kosakata dominan yang banyak ditemukan dalam topik pemberitaan beras mahal dan langka ini. Menurut sejumlah pihak, bansos pemilu merupakan salah satu faktor harga beras meroket di pekan ini.

Radar Aktual mengunggah artikel tentang impor beras per Januari 2024. Dalam artikel tersebut diungkap jika total nilai impor beras Indonesia selama periode Januari 2024 tercatat mencapai 279,2 juta dolar (Rp4,3 triliun). Dalam pemberitaannya, disebutkan nilai impor beras tahun 2024 naik sebesar 135,1%.

Namun, Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menekankan bahwa beras impor tidak langsung dilepaskan ke pasar dan sangat tergantung pada kebijakan pemerintah, sehingga pola impor beras sulit diprediksi.

Sampel unggahan kritik terhadap Presiden Jokowi. (Netray)

Indonesia melakukan impor besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan beras, namun hal ini malah menimbulkan spekulasi buruk tentang kebijakan bansos yang digelontorkan pemerintah. Tak heran jika isu ini juga dinaikkan oleh sejumlah media. Melansir Pikiran Rakyat, anggota DPR Hidayatullah memberikan pendapatnya mengenai fenomena beras langka dan mahal yang saat ini terjadi. Dia mengatakan hal tersebut terjadi karena adanya bansos yang dilakukan secara jor-joran.

Fenomena beras yang tidak hanya mahal, tapi juga langka, diduga memiliki hubungan dengan situasi politik yang tengah memanas. Menurut sejumlah kalangan, kegiatan bantuan pangan saat kampanye oleh presiden adalah salah satu bentuk upaya menarik perhatian dan suara rakyat hingga menimbulkan kelangkaan beras di pasaran. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy membantah isu ini.

"Enggak ada (hubunganya). Sekarang itu memang cadangan pangan dunia itu sedang nol kok. Jadi negara negara yang dulu bisa kita impor seperti India, Thailand, Vietnam sekarang sudah tutup karena mereka perlu menyelamatkan diri masing masing," ucapnya di Pondok Pesantren Internasional Abdul Malik Fadjar Malang, Rabu (21/2/2024).

Ia menambahkan merosotnya cadangan pangan dunia disebabkan oleh perubahan cuaca yang membuat banyak petani gagal panen, sehingga memang tidak ada kaitannya dengan Pemilu 2024.

"Jadi memang krisis pangan akibat cuaca ekstrem," tegasnya.

Keluhan Warganet

Mahalnya harga beras juga dikeluhkan warganet Twitter. Dalam periode pemantauan dan kata kunci yang sama, Netray menemukan lebih dari 132 ribu unggahan yang dibuat oleh akun 39,8 akun.

“Ratusan ribu unggahan tersebut mendapatkan 152,2 ribu impresi dengan potensial reach mencapai 247,6 juta akun,” menurut Netray.

Perbincangan tentang langka dan mahalnya komoditas ini mencapai puncaknya pada tanggal 20 Februari 2024 dengan total perbincangan mencapai 42.472 unggahan dalam sehari. Perbincangan mengenai kelangkaan beras selama periode pemantauan di platform X lebih banyak diisi sentimen negatif.

Seperti halnya di berita media massa, warganet juga mengaitkan topik ini dengan pemilu dan bansos. Tapi, tidak hanya beras yang ramai dikeluhkan warganet, melainkan harga sembako lainnya, seperti telur dan minyak yang diteriakkan oleh warganet Twitter.

Statistik pemberitaan media massa daring. (Netray)

Selain mahal, warganet juga mengeluh karena sejumlah bahan pokok sulit dicari di pasaran. Unggahan mengenai topik ini menyentuh belasan ribu impresi dalam setiap twit yang dinaikkan.

Bansos serta pemilu juga menjadi kosakata yang sering digunakan warganet dalam mengkritik kejadian ini. Bansos yang digelontorkan secara besar-besaran menjelang pemilu diyakini menjadi penyebab langka dan mahalnya beras.

Atas fenomena ini, warganet berbondong-bondong mengkritik Presiden Jokowi yang dianggap sebagai biang keladi langka dan mahalnya bahan pangan. Tak mau ketinggalan, warganet juga mengkritik isu bansos yang digunakan sebagai kampanye terselubung.