JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VI DPR Gde Sumarjaya Linggih sepakat dengan rencana Menteri Perdagangan (Mendag) untuk impor beras.
Dia menilai, semua pihak harus melihat persoalan dengan utuh sebelum menolak. Sebab menurutnya, rencana impor beras dimaksudkan untuk menjaga kestabilan harga pangan di pasaran.
Namun, soal kapan akan mengimpor, Gde Sumarjaya mengingatkan agar disesuaikan waktunya dengan kondisi. Baik logistik beras untuk bansos, kepentingan pasokan cadangan atau kebutuhan komersial.
"Jika harga beras menjadi tinggi, kasihan rakyat. Kalau kerendahan juga kasihan petani. Jangan sampai persediaan kosong,” ujar Gde Sumarjaya, Kamis 25 Maret.
Politikus Partai Golkar ini mengatakan, impor beras sudah berlangsung lama dan bukan kebijakan yang mendadak. Terlebih, negara harus bersiap bila pandemi COVID-19 semakin memburuk atau sebagai antisipasi jika ada varian virus baru bahkan oknum yang menahan penjualan beras.
“Sesungguhnya hampir tiap tahun kita (Indonesia.red) impor beras. Jadi mempersiapkan logistik pangan, apalagi diramalkan akan terjadi La Nina di tahun 2021 oleh BMKG. Ini perlu menjadi perhatian, karena kita tidak hanya berpihak pada petani, tetapi juga kepada rakyat,” ungkapnya.
Namun pria yang akrab disapa Demer ini menilai, harus ada keseimbangan antara kepentingan petani dan masyarakat. Ia berharap kebijakan ini tidak merugikan petani.
BACA JUGA:
Sementara, untuk menjaga kestabilan harga pangan, Demer menilai Bulog harus betul-betul bertanggung jawab terhadap masalah ketahanan pangan yang kini kritis.
Bulog, menurut dia, pasti mengerti tugas menyeimbangkan harga dan memastikan ada beras sepanjang tahun walau kondisi bencana atau kondisi pandemi yang memburuk.
“Stok Bulog sekarang katanya ada 800 ribu ton beras, yang 300 rusak. Ini berbahaya bagi ketahanan pangan. Bisa jadi nanti kalau ada bencana atau COVID-19 makin berat, ini menjadi langka," kata Demer.