Bagikan:

JAKARTA – Penerapan aturan PPh 21 yang baru sempat menghebohkan warganet, utamanya ketika pembagian Tunjangan Hari Raya 2024 pada April lalu. Warganet dengan cepat mengingat kembali bagaimana hedonnya kehidupan pegawai pajak.

Penghitungan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi telah berubah sejak 1 Januari 2024, yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 58 tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023.

Warganet dibuat heboh dengan besaran potongan pajak yang mereka terima dari aturan yang mulai diterapkan pada Januari lalu. Netray kemudian memantau isu ini di kanal X, dulunya Twitter, dengan kata kunci pajak dan pph.

“Hasilnya ditemukan sebanyak 94,9 ribu unggahan dengan total impresi mencapai 68,5 ribu reaksi. Unggahan-unggahan tersebut dinaikkan oleh 34 ribu akun dan mampu menjangkau hingga 174,4 juta akun,” demikian laporan Netray.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti saat media gathering di Lombok, Nusa Tenggara Barat. (Antara/Imamatul Silfia/am)

Sepanjang periode pemantauan, unggahan bersentimen negatif tampak mendominasi perbincangan, terutama jika dibandingkan dengan unggahan bersentimen positif. Sebanyak 65,3 ribu unggahan atau 69% merupakan unggahan bersentimen negatif.

Perbincangan negatif dari unggahan warganet tidak lepas dari kritik, bahkan tidak jarang yang melempar olokan kepada oknum petugas pajak. Publik tentu masih ingat betul bagaimana perilaku oknum petugas pajak yang membuat geleng-geleng kepala.

Karena itulah, gaya hidup keluarga petugas pajak, terutama anak mereka kembali menjadi sorotan warganet di tengah pembahasan tentang perubahan peraturan PPh 21.

Kritik Gaya Hidup Pegawai Pajak

Salah satu yang menjadi sorotan sampai sekarang adalah kasus yang menimpa anak Kepala Bagian Umum DJP Kanwil Jakarta Selatan, Rafael Alun. Warganet tidak terima bila potongan pajak disalahgunakan oleh oknum-oknum ini, seperti gaya hidup mewah para keluarga petugas pajak.

Tidak hanya menyoroti keluarga petugas pajak, warganet juga mengkritik perilaku oknum petugas pajak yang sering dikaitkan dengan ‘ani-ani’. Warganet juga merasa tidak terima jika hasil pajak tersebut digunakan untuk menghidupi ‘wanita simpanan’ para oknum pejabat pajak. Perbincangan potongan pajak ini ramai menjadi sorotan warganet setelah beberapa akun menfess membagikan tentang isu kebijakan baru dalam PPh 21.

Seperti yang telah diberitakan oleh beberapa media, peraturan baru dalam PPh 21 yang berlaku pada Januari 2024 mengimplementasikan TER yang telah ditetapkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023. Meski diklaim sebagai penyederhanaan perhitungan dan tidak akan membebani penerima pajak, nyatanya publik banyak yang dibuat terkejut atas hal ini.

Sampel unggahan kritik pegawai pajak. (Netray)

Banyak dari warganet yang merasa terkejut dengan besaran potongan pajak yang mereka terima karena PPh 21. Seperti yang diungkap oleh akun @upilkelabu pada unggahannya, ia menyebut jika pemotongan pajak bonus yang diterima begitu besar. Hal senada juga diunggah oleh dua akun lainnya seperti gambar di bawah ini.  

Selain heboh dengan potongan PPh21, warganet juga santer mengunggah kritik atas layanan kepada publik yang dianggap tidak sepadan dengan besaran potongan pajak. Bahkan warganet menilai fasilitas negara hasil pajak masih kurang memadai.  

Akun Resmi Ditjen Pajak Disorot

Akun resmi milik Ditjen Pajak RI juga tampak ramai disoroti warganet. Terlihat dari pantauan Netray berikut ini. Akun bernama @DitjenPajakRI mendapatkan 2.913 mentions, 2.272 retweets, dan 1.242 replies selama periode pemantauan. Penyebutan akun ini paling banyak terjadi di tanggal 27 Maret 2024 dengan total 180 mentions dalam sehari. Unggahan terpopuler dari Ditjen Pajak RI berisikan simulasi perhitungan PPh 21 terkait THR dan bonus.

“Unggahan yang dinaikkan pada 27 Maret tersebut mendapat ribuan impresi, seperti 795 komentar, 2.460 likes, dan telah dibagikan ulang sebanyak 904 kali,” Netray melaporkan.

Statistik perbincangan warganet. (Netray)

Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menjelaskan cara penghitungan PPh 21 pada bulan diterimanya THR dengan skema tarif efektif rata-rata (TER). Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti mengatakan PPh 21 dihitung dengan menjumlahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan bersangkutan yang kemudian dikali dengan tarif sesuai tabel TER.

“Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong pada bulan diterimanya THR memang akan lebih besar dibandingkan pada bulan-bulan lainnya karena jumlah penghasilan yang diterima lebih besar, sebab terdiri dari komponen gaji dan THR,” ujar Dwi, dikutip Antara.

Dwi menggarisbawahi penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER tidak menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak. Tarif TER diterapkan untuk mempermudah penghitungan PPh Pasal 21 masa pajak Januari hingga November.

Nantinya pada masa pajak Desember, pemberi kerja akan menghitung kembali jumlah pajak yang terutang dalam setahun menggunakan tarif umum PPh Pasal 17, dan dikurangi jumlah pajak yang sudah dibayarkan pada masa Januari sampai November sehingga beban pajak yang ditanggung wajib pajak akan tetap sama.