Bagikan:

JAKARTA – Indonesia tercatat sebagai negara dengan tax ratio terendah ketiga dari 24 negara se-Asia dan Pasifik. Berdasarkan data yang dipublikasikan OECD dalam Revenue Statistics in Asia and the Pacific 2021, tax ratio RI hanya 11,6 persen atau cuma unggul dari Laos dan Bhutan.

Struktur penerimaan pajak Indonesia didominasi oleh corporate tax atau PPh badan. Kontribusi PPh badan mencapai 32,2 persen. Sementara, kinerja personal income tax atau PPh orang pribadi di Indonesia masih tergolong minim, yaitu 10 persen.

Rendahnya kepatuhan PPh orang pribadi terlihat terlihat dari rasio pelaporan SPT Tahunan. Pada periode 2020, laporan SPT nonkaryawan hanya 52 persen dan SPT karyawan 85 persen.

“Rendahnya tingkat kepatuhan PPh orang pribadi nonkaryawan dan belum maksimalnya kepatuhan PPh orang pribadi karyawan dapat ditingkatkan melalui partisipasi aktif warga negara,” demikian yang terungkap dalam risalah APBN edisi Januari yang dilansir hari ini, Senin, 27 Januari.

Untuk menggenjot kepatuhan pajak, jajaran Sri Mulyani mengklaim telah mulai membentuk tax center di kampus dan beberapa tempat strategis. Lalu, kegiatan Kemenkeu Mengajar, dan sosialisasi ke sejumlah pemerintah daerah (pemda).

“Partisipasi aktif warga tentu saja membutuhkan sistem informasi yang andal. Kementerian Keuangan terus mengakselerasi sistem single identity number (SIN) melalui penerapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),” sebut laporan itu.

Sebagai informasi, penerimaan pajak berhasil melampaui target dalam dua tahun terakhir. Secara terperinci, realisasi penerimaan pajak 2021 sebesar Rp1.547,8 triliun atau 103,90 persen dari target.

Kemudian pada 2022, penerimaan pajak berhasil membukukan Rp1.716,7 triliun atau setara 115,61 persen dari pagu yang ditetapkan.

Asal tahu saja, Menkeu Sri Mulyani menegaskan jika torehan moncer selama dua tahun lalu bukan ditopang oleh tingginya tax ratio maupun kepatuhan membayar pajak, tetapi karena peningkatan harga komoditas dan pemulihan ekonomi nasional yang semakin kuat.

“Melalui partisipasi aktif warga negara, bukan hal yang musykil dapat mendongkrak kepatuhan perpajakan Indonesia di masa depan. Sebab warga, tidak cuma jantung demokrasi, juga sebagai motor penggerak kepatuhan pajak,” sebut dokumen APBN.

Adapun, jajaran Kementerian Keuangan kini tengah mendapat sorotan luas dari masyarakat terkait salah satu pejabat pajak diketahui memiliki harta jumbo untuk ukuran seorang pegawai negeri sipil (PNS).

Malahan, kegemaran mengendarai motor gede alias moge juga tidak luput dari perhatian khalayak. Atas dasar itu Menkeu Sri Mulyani memerintahkan pembubaran klub Blasting Rijder DJP.

“Hobi dan gaya hidup mengendarai moge menimbulkan persepsi negatif masyarakat dan menimbulkan kecurigaan mengenai sumber kekayaan para pegawai,” kata dia.

“Bahkan apabila Moge tersebut diperoleh dan dibeli dengan uang halal dan gaji resmi, mengendarai dan memamerkan moge bagi pejabat atau pegawai pajak dan Kemenkeu telah melanggar azas kepatutan dan kepantasan publik,” tegas Sri Mulyani.