JAKARTA – Lupus sudah lama menjadi problem baik di Indonesia maupun di dunia. Penyakit ini tidak diketahui secara pasti apa penyebabnya, sehingga tidak bisa disembuhkan tetapi bisa diminimalisir dampaknya.
Lupus berasal dari bahasa Latin, yang berarti serigala. Ini karena ruam kemerahan pada wajah penderita lupus menyerupai gigitan serigala.
Dilansir World Lupus Day, lupus adalah penyakit autoimun kronis yang dapat menyebabkan peradangan dan nyeri di bagian tubuh mana pun, termasuk persendian, kulit, darah, bahkan organ vital seperti jantung, ginjal, paru-paru.
“Autoimun adalah kegagalan sistem imun mengenali diri sendiri, sehingga menyebabkan diproduksinya antibodi yang justru menyerang diri sendiri,” ujar Dr. Reni Ghrahani Dewi Majangsari.
Lupus dapat menyerang siapa saja dan tidak diketahui penyebabnya. Biasanya lupus ditemukan pada pasien dengan kerentanan genetik dan dicetuskan faktor lingkungan atau infeksi.
Sejauh ini belum diketahui jelas berapa jumlah orang dengan lupus (odapus) di Indonesia karena data epidemiologinya belum ada. Adapun prakiraan jumlah kasus baru atau insidensi lupus secara global mencapai 400 ribu orang per tahun.
Faktor Hormon Estrogen
Penyakit ini umumnya ditemukan pada pasien dewasa, namun tidak menutup kemungkinan juga ditemukan pada pasien anak.
“Biasanya lupus pada anak memiliki tanda dan gejala yang lebih berat dibandingkan lupus pada pasien dewasa,” kata Dr. Reni lagi.
Berdasarkan penelitian, penyakit lupus yang menyerang anak mayoritas dialami anak perempuan. Angka perbandingannya bahkan cukup signifikan dibandingkan anak laki-laki, yaitu sembilan banding satu. Anak usia praremaja 11-12 tahun termasuk yang paling banyak mengalami penyakit lupus.
Penyakit lupus pada anak dapat ditandai salah satunya dengan anak sering demam, yang hilang timbul. Selain itu, anak sering tampak pucat, dan sering dirawat karena menderita demam yang berkepanjangan juga bisa jadi ciri lupus.
Gejala lainnya yang dialami oleh penderita lupuas adalah penurunan berat badan, mudah lelah, nyeri sendi, timbul kemerahan pada kulit karena terkena matahari dan sariawan berulang.
“Anak juga tampak lelah tanpa sebab yang jelas, bisa mengalami penurunan berat badan, dan kerontokan rambut,” ujar Dr. Reni dalam seminar daring bertajuk ‘Lupus pada Anak’ yang diselenggarakan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Anak perempuan lebih riskan terhadap lupus disebabkan adanya hormone estrogen. Estrogen merupakan salah satu jenis hormon seks perempuan yang diproduksi oleh ovarium. Hormon ini berfungsi untuk mengatur siklus menstruasi, menunjang kehamilan yang sehat, hingga membantu menjaga kesehatan jantung.
“Memang faktor hormonal khususnya estrogen banyak berperan dalam kejadiannya penyakit lupus. Karena hormon estrogen itu akan memperberat faktor peradangan, akan mencetuskan peradangan pada anak-anak yang berpotensi atau menderita penyakit lupus,” Dr. Reni menjelaskan.
“Kemudian juga mungkin dapat terjadi perlambatan pertumbuhan keremajaan, atau pubernya terlambat,” imbuhnya.
Berdasarkan laman Kementerian Kesehatan, meningkatnya angka pertumbuhan penyakit lupus sebelum periode menstruasi atau selama masa kehamilan mendukung dugaan bahwa hormon khususnya estrogen dan prolaktin menjadi pencetus penyakit lupus.
Tidak Bisa Disembuhkan
Apakah lupus bisa disembuhkan? Anggapan bahwa lupus bisa sembuh total adalah sebuah mitos. Salah satu fakta dari lupus adalah penyakit ini tidak dapat sembuh total. Dengan kata lain, penderitanya harus berdampingan dengan lupus seumur hidup.
Kendati demikian, penyakit lupus dapat dikontrol. Dokter juga biasanya akan melakukan perawatan untuk mengurangi risiko kambuhnya gejala lupus. Penderita lupus juga dianjurkan untuk menerapkan gaya hidup sehat, seperti mengatasi stres dengan tepat, rutin berolahraga, menghindari paparan sinar matahari langsung, menjaga pola makan sehat, dan rutin mengonsumsi obat dokter.
BACA JUGA:
Selain itu, lupus juga tidak termasuk penyakit menular, sehingga penderitanya tidak bisa menularkan lupus melalui kontak fisik secara langsung. Tetapi penyakit ini bisa diturunkan dari keluarga sehingga tetap perlu diwaspadai.
Terlepas dari fakta bahwa lupus tidak dapat disembuhkan, penderita lupus tetap dapat menjalani aktivitas sehari-hari dengan normal. Meski begitu, butuh pemantauan secara berkala dan pengobatan rutin. Hambatan terbesar bagi penderita lupus justru dari diri sendiri, penyakit ini akan semakin para jika penderitanya tidak memiliki harapan dan semangat.