Bagikan:

JAKARTA – Pembunuhan dengan memutilasi korbannya kembali terjadi. Seorang suami di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, memotong tubuh istrinya sendiri. Ia bahkan sempat menjajakan daging istrinya kepada tetangga.

Desa Cisontrol, Kecamatan Rancah, Ciamis dihebohkan dengan kabar pembunuhan disertai mutilasi. Pelakunya adalah Tarsum bin Daspin atau TBD (51) dan korbannya adalah istrinya sendiri, Ya (42).

Peristiwa mutilasi ini diduga berlangsung cepat. Sebelum kejadian, korban sedang bersiap mengikuti pengajian di masjid dan sempat berpamitan kepada suami serta anaknya. Tapi ketika berjalan di gang dekat rumah, pelaku mendadak menghabisi korban dengan cara memukul menggunakan balok. TBD kemudian memutilasi korban menggunakan pisau.

Tarsum (51) tersangka yang memutilasi istrinya ditangkap polisi. (Istimewa)

Yang mengerikan setelah kejadian, pelaku sempat menawarkan potongan tubuh istrinya kepada tetangga. Video pelaku membawa benda yang diduga potongan tubuh dan berlumuran darah tersebar di media sosial. Warga yang merekam histeris melihatnya.

Metode Hilangkan Barang Bukti

Depresi akibat tekanan ekonomi diduga menjadi pemicunya, meski Kapolres Ciamis AKBP Akmal masih belum dapat menyimpulkan motif karena belum dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Kondisi psikis pelaku masih relatif labil sehingga belum didalami.

”Motifnya masih kami dalami. Kami juga akan memeriksa kondisi kejiwaan pelaku,” ujar Akmal.

Kasus mutilasi di Ciamis memperpanjang deretan serupa di Indonesia. Pada 2023 akhir, seorang pria di Malang, Jawa Timur, menyerahkan diri kepada polisi setelah memutilasi istrinya. Pemicunya diduga masalah keluarga.

Sebelumnya, pada Maret di tahun yang sama, Polda Yogyakarta menangkap pelaku pembunuhan yang diikuti mutilasi. Pelakunya adalah HP, yang memutilasi ibu dua anak, A, di Kaliurang, Sleman.

Menurut polisi, pelaku yang bekerja di bidang jasa persewaan tenda itu memutilasi tubuh korban dengan pisau hingga gergaji menjadi 65 bagian.

Tarsum tertangkap kamera warga membawa potongan tubuh istrinya. (Istimewa)

Sepuluh tahun sebelumnya, seorang petani di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Silvester Bria (48) tega menghabisi nyawa dan memutilasi istrinya Rosalina Bete (45) dan anaknya, Emelia Putri alias Esrah (2,5). Saat kejadian, istrinya yang bekerja sebagai guru sekolah dasar swasta sedang hamil tiga bulan.

Pelaku merasa malu karena sempat diolok-olok oleh keluarga besar korban di sebuah acara pemakaman.

Menurut Kriminolog dan Analis Indonesia Strategic Research M. Rizky Nur Kamrullah, mutilasi merupakan salah satu metode dalam pembunuhan untuk menghilangkan barang bukti tindak kejahatan.

“Teknik lainnya seperti mayat yang dicor, dibuang ke sungai atau laut. Ini semua metode untuk menghilangkan jejak,” kata Rizky saat berbincang dengan VOI.

“Mengapa mutilasi sering dilakukan, karena dianggap sebagai cara paling mudah untuk menghilangkan karakteristik identitas korban, meskipun ada faktor lain yang menyebabkan pemutilasian ini,” imbuhnya.

Polisi melakukan olah tempat kejadian perkara kasus suami memutilasi istrinya di Dusun Sindangjaya, Desa Cisontrol, Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (3/5/2024). (Antara/HO-Polres Ciamis)

Rizky melanjutkan, untuk mengetahui motif pelaku melakukan mutilasi tidak bisa disamaratakan atau harus dilakukan penyelidikan case by case. Dari sana nantinya bisa ditentukan apakah pelaku profesional atau tidak.

Meski mutilasi yang banyak terjadi di Indonesia banyak dilakukan karena masalah emosional, namun di luar negeri ada banyak terjadi pemutilasian yang dilakukan oleh profesional.

“Ini dilakukan biasanya oleh kelompok kartel narkoba di Amerika Latin atau human trafficking. Identitas pelaku maupun korban tidak diketahui, ini biasanya dilakukan oleh kelompok terorganisir,” Rizky menuturkan.

“Selain untuk menghilangkan barang bukti, mutilasi juga dilakukan kelompok terorganisir sebagai bentuk teror,” katanya lagi.

Pada September 2023, ditemukan potongan tubuh dari mayat yang dimutilasi dan dibuang ditemukan di tujuh lokasi di kota Monterrey, Meksiko. Kepala pejabat keamanan negara bagian Nuevo Leon, Gerardo Palacios, mengatakan pembunuhan tersebut kemungkinan terkait dengan perselisihan dalam kartel narkoba di negara bagian Tamaulipas.

Kartel narkoba Meksiko sering meninggalkan mayat dalam kondisi terpotong-potong di jalanan. Biasanya mayat-mayat tersebut ditinggali pesan dengan spanduk yang mengecam pejabat atau geng saingannya.

Sedangkan untuk kasus mutilasi yang dilakukan orang biasa, umumnya kasusnya dengan mudah dipecahkan penegak hukum. Untuk case ini, menurut Rizky biasanya motif cenderung masalah pribadi atau kehidupan sosial yang berat.

Copycat dari Teknologi Informasi

Pembunuhan yang disertai mutilasi adalah bentuk kejahatan sadis dan memprihatinkan, yang mungkin tidak bisa dilakukan oleh semua orang. Bagi sebagian, mungkin tidak terpikirkan mengapa seseorang bisa melakukan tindakan yang begitu sadis dan keji.

Dituturkan Rizky biasanya ada dorongan ekstrem secara psikologis dari pelaku sampai melakukan hal sadis tersebut.

Rizky menambahkan, maraknya praktik mutilasi tidak bisa lepas dari perkembangan dunia digital sekarang yang memberi banyak informasi tentang model kejahatan.

“Dalam dunia kriminalitas disebut istilah copycat, masyarakat bisa terinspirasi oleh kejahatan tertentu, misal perampokan, bom, termasuk mutilasi juga,” jelasnya.

“Jadi pemberitaan di media atau film-film bisa menjadi inspirasi seseorang, meski tentu perlu diteliti dan dikaji lagi penyebabnya karena tidak semua terinspirasi dari perkembangan dunia digital.”

Sementara itu, kriminolog dari Universitas Indonesia Adrianus Meilala menerangkan, pelaku mutilasi mengalami proses dehumanisasi atau tidak lagi menganggap korban sebagai manusia, melainkan benda mati.

"Dari berbagai kasus yang ada, itu terjadi proses dehumanisasi, jadi pelaku tidak lagi melihatnya sebagai orang ya, tapi sekadar barang, itu yang membuat pelaku menjadi dingin dan tega untuk memutilasi korban yang sudah dibunuhnya itu," tuturnya.