Bagikan:

YOGYAKARTA - Setiap Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memiliki kewajiban membayar pajak kepada negara. Para pelaku UMKM harus paham mengenai persenan dan cara menghitung pajak final. Namun masih banyak masyarakat yang belum tahu jenis pajak yang dikenakan terhadap UMKM.

Ketentuan mengenai pajak UMKM sebenarnya sudah diatur sejak lama dalam Undang-Undang (UU) nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Namun regulasi tersebut kemudian mengalami perubahan seiring berjalannya tahun. Aturan terbaru mengenai ketentuan hingga tarif pajak bagi UMKM tertuang dalam UU nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang diperjelas dengan PP nomor 55 tahun 2022. 

Namun sebelum mengetahui ketentuan terbaru mengenai PPh Final, Anda perlu tahu jenis pajak yang dikenakan terhadap UMKM.

Jenis-Jenis Pajak yang Dikenakan Terhadap UMKM

Dalam aturan sebelumnya pada PP nomor 23 tahun 2018, UMKM dengan omset kurang dari Rp4,8 miliar satu tahun akan dikenakan pajak final sebesar 0,5%. Itu berarti beban pajak secara merata akan dikenakan bagi UMKM yang memiliki omset Rp10 juta hingga Rp1 miliar per tahun, yakni menanggung PPh final sebesar 0,5%. 

Aturan baru Pasal 7 Ayat (2a) dalam UU HPP, UMKM yang belum memiliki omset sebesar Rp500.000.000 dalam satu tahun maka tidak akan terkena PPh. Pajak sebesar 0,5% baru dikenakan apabila UMKM ANda memiliki omset mencapai atau lebih dari Rp500 juta per tahun. 

Lantas apa saja kewajiban pajak bagi pelaku UMKM?

Pajak Bulanan 

Pajak bulanan adalah tanggungan pajak yang harus dibayarkan oleh UMKM pada setiap bulannya. Pajak bulanan ini terdiri dari enam aturan sebagai berikut:

PPh Pasal 21

UKM yang memiliki pegawai dengan jumlah sesuai kategori akan dikenakan pajak penghasilan. PPh 21 wajib dipotong dari gaji, upah, tunjangan, honorarium, serta pembayaran dengan nama dan bentuk apapun yang berkaitan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan wajib pajak dalam negeri pekerja. 

PPh 21 yang sudah dipotong kemudian disetorkan ke kas negara. Pelaku UMKM harus menyerahkan lembaran bukti pemotongan PPh 21 kepada karyawan atau pegawai yang bersangkutan. 

PPh Pasal 23

PPh 23 lebih ditujukkan kpada usaha dengan skala menengah. Kewajiban pajak ini dilaksanakan apabila pemilik usaha bertransaksi dengan pembayaran dividen atau pembagian keuntungan ke pemegang saham dalam bentuk perusahaan, yang nominal kepemilikan saham maksimal 25%. 

Kewajiban pajak juga dilakukan di waktu perusahaan membayarkan royalti, bunga pinjaman kecuali pada bank, penyerahan hadiah, serta penghargaan dan bonus lainnya dipotong PPh Pasal 21. Apabila pemilik usaha membayar sewa penggunaan harta, imbalan, terkait jasa manajemen, jasa konsultan, jasa teknik, jasa konstruksi, dan jasa lain sesuai Peraturan Menteri Keuangan nomor 141/PMK.03/2015. Pemilik usaha yang bertransaksi PPH 23 wajib memotong nilai pajak dari WP Badan dalam negeri atau WP Orang Pribadi. 

PPh Pasal 26

PPh 26 dibayarkan saat melakukan transaksi dengan WP Luar Negeri. Transaksi ini bisa berupa pembayaran gaji, jasa, dividen, bunga, royalti, sewa, dan pembayaran lain yang ada di PPh 21 dan PPh 23. Pemilik usaha dapat memotong Pph 26 atas transaksi tersebut dari WP Luar Negeri entah WP badan asing atau WP orang pribadi asing. 

PPh Pasal 4 Ayat (2)

Ketentuan wajib pajak ini adalah pajak penghasilan atas transaksi jenis sewa tanah dan/atau bangunan, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dividen yang dibayarkan ke orang pribadi, serta penghasilan atas usaha yang dilakukan jasa konstruksi. Pemotongan pajak ini terhadap UMKM bersifat final. Penghasilan yang sudah terkena potongan tidak dihitung kembali dalam SPT Tahunan PPh Badan. 

Pajak Final UMKM (PP23/2018)

Aturan ini merupakan PPh Final yang wajib diketahui oleh pelaku UMKM. PPh Final diperoleh dari penghasilan usaha yang didapatkan oleh WP dengan nominal tertentu dari peredaran bruto. Akan tetapi PP 23/2018 ini bersifat insentif bagi pelaku UMKM. Khususnya untuk WP Badan yang diperbolehkan memilih jenis tarif PPh Final UMKM ini. Sebab nilainya lebih kecil dibanding biaya PPh Badan Normal yang nilainya tinggi hingga dua digit. 

WP Badan yang bisa menggunakan tarif PPh FInal UMKM berdasarkan PP 23/2018 mempunyai jangka waktu bervariasi tergantung kategori usahanya, apakah PT, CV, firma, atau koperasi. 

PPN

Kewajiban pajak lainnya yang harus dibayarkan oleh pelaku UMKM adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) setelah berstatus sebagai PKP (pengusaha kena pajak). WP Pribadi dan WP Badan yang omsetnya masih di bawah Rp4,8 miliar bisa memiliki sebagai suatu PKP. 

Pemilik usaha yang berstatus PKP memiliki kewajiban untuk menerbitkan Faktur Pajak, dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang dibayarkan berlebih menjadi pengurangan pajak saat melaporkan SPT Tahunan. PPN terutang juga bisa dikreditkan untuk masa selanjutnya atau bisa memilih restitusi (pengembalian pajak yang dibayar berlebih). 

Pajak Tahunan 

Pelaku UMKM juga memiliki kewajiban melaporkan dan membayar pajak tahunan dalam jangka waktu tahunan. PPh Badan dikenakan pada pelaku usaha skala menengah. Pajak ini dibayarkan sekali dalam setahun melalui angsuran PPh 25 yang dibayarkan sekali sebulan. 

Ketentuan Terbaru PPh Final UMKM

Terdapat beberapa perubahan ketentuan pajak PPh Final setelah terbitnya PP 55/2022. Sebelumnya dalam PP 23/2018 diatur pajak PPh Final 0,5%. Dalam aturan terbaru kini memakai skema perhitungan PPh final 0,5% tanpa perlu mengajukan surat keterangan PP 23/2018 (Suket PP 23/2018) selama masih memenuhi kriteria dan masih memiliki jangka waktu pemanfaatan pajak. 

Demikianlah ulasan mengenai jenis-jenis pajak yang dikenakan terhadap UMKM dan aturan terbaru PPh Final 2022. Aturan wajib pajak ini perlu diketahui dan dipahami oleh setiap pelaku UMKM di Indonesia. 

Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI . Kamu menghadirkan terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.