Apakah Psikopat Bisa Dijerat Pidana?
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Proses hukum terhadap NF (15), remaja yang sudah menghabisi nyawa tentangganya APA (5), masih jadi perdebatan. Ada yang mendorong dia dihukum pidana anak, tapi ada yang menganggap NF lebih baik direhabilitasi karena mengalami gangguan jiwa, psikopat. 

Sementara, Polisi belum memastikan proses hukum kasus ini karena NF masih dalam pemeriksaan psikologis di RS Polri Kramat Jati. 

Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Supaji Ahmad mengatakan, dalam ranah pidana, psikopat tidak masuk ke dalam kategori gangguan kejiwaan. Sebab, psikopat lebih kepada permasalahan kepribadian. Di mana, masih memiliki akal sehat untuk berfikir atau menentukan suatu hal.

"Psikopat bukan kegilaan, bukan sakit jiwa (psikotik) karena merupakan gangguan kepribadian yang emosional, anti norma, moral, pemarah, dan lain sebagainya," ucap Suparji kepada VOI, Selasa, 10 Maret.

Dengan alasan tersebut, psikopat tidak masuk ke dalam Pasal 44 KUHP. Dalam pasal itu dijelaskan, penderita gangguan jiwa tak dapat mempertanggungjawabkan semua tindakannya. Sehingga, NF dapat dijerat dengan pidana sebagai hukuman atas perbuatan yang dilakukan.

Ditambah, dalam hukum pidana, siapa pun mesti mendapat hukuman jika tidak mendapatkan alasan penghapus pidana. Misalnya, pemberian maaf dari pihak yang dirugikan, atau pembenar ketika persidangan. Sehingga, di luar dua alasan tersebut, semua orang bisa terjerat hukum pidana.

"Karena psikopat tidak termasuk kategori tersebut maka dapat dihukum," tegas Suparji.

Selanjutnya, pelaku pembunuhan yang merupakan psikopat, mesti ditempatkan di ruangan khusus. Sebab, dia memiliki hasrat untuk melukai siapa pun yang ada di sekitarnya. Ini pula yang membuat dia tak bisa terbebas dari jeratan hukum.

"Jika psikopat dilepaskan dari hukuman akan membahayakan dan berpotensi mengulangi kejahatan," tandas Suparji.