Bagikan:

JAKARTA – Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyebut pihaknya menemukan aliran transaksi mencurigakan terkait Pemilu 2024 meningkat hingga 100 persen.

“Kita lihat transaksi terkait dengan Pemilu masif sekali laporannya ke PPATK. Kenaikan lebih dari 100 persen. Di transaksi keuangan tunai, transaksi keuangan mencurigakan, ini kita dalami,” kata Ivan usai menghadiri acara "Diseminasi: Securing Hasil Tindak Pidana Lintas Batas Negara" di Jakarta, dilansir Antara.

Ivan juga membeberkan penemuan PPATK bahwa beberapa kegiatan kampanye dilakukan tanpa pergerakan transaksi dalam Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK), sehingga ia melihat adanya potensi seseorang mendapatkan sumber ilegal untuk membantu kampanye.

Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengatakan bahwa aliran dana mencurigakan terkait Pemilu 2024 meningkat hingga 100 persen. (Antara)

PPATK pun curiga dana kontestan Pemilu berasal dari hasil tindak pidana, di antaranya adalah tambang ilegal. Ivan mengaku sudah menyerahkan laporan tersebut kepada pihak terkait, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam laporannya, PPATK menyinggung sebagian dana masuk ke rekening bendahara partai politik, namun ia tidak menyebut pihak yang dirujuk.

Mempertaruhkan Pemilu Jurdil

Pernyataan Ivan jelas memancing kegaduhan, namun tiga calon presiden dan wakil presiden yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD kompak mendorong PPATK agar buka-bukaan terkait temuan transaksi janggal Pemilu 2024 yang naik lebih dari 100 persen.

Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih, mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk bergerak cepat menindaklanjuti laporan PPATK. Harapannya adalah agar orang-orang yang terkait dengan kontestasi politik tidak berhubungan dengan sumbangan ilegal.

Menurut Yenti, tanpa pengusutan yang jelas mengenai aliran janggal dana kampanye, maka semboyan Pemilu yang jujur dan adil sulit tercapai.

“Sepanjang ada kemauan dan tanggung jawab bahwa kita menginginkan Pemilu yang jurdil, mengungkap aliran dana ini sederhana. Jujur artinya antara lain tidak ada dana kampanye dari hasil kejahatan, kalau ada ya berarti tidak adil juga,” kata Yenti, seperti dikutip Kompas.

Ilustrasi Pemilu 2024. (Antara/Fatwa Iham)

“Ini betul-betul harus dituntaskan, karena sangat bahaya. Kalau ini dibiarkan dan yang bersangkutan menang, berarti kita membiarkan orang-orang yang bermasalah ini nanti menentukan kebijakan negara ke mana. Jangan sampai kebijakan negara nanti hanya untuk kepentingan orang-orang yang sudah menyumbang,” kata Yenti lagi.

Nilai sumbangan dana kampanye dalam Pemilu dan Pilpres diatur melalui Pasal 326 dan 327 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam aturan tersebut disebutkan dua sumber kategori sumbangan, yaitu Badan Hukum Usaha dan Perseorangan.

Badan Hukum Usaha dapat menyumbang dana kampanye Pemilu dan Pilpres maksimal Rp25 miliar, sedangkan perseorangan dibatasi maksimal Rp2,5 miliar.

Selain itu, sumbangan kampanye untuk calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) kategori perseorangan dibatasi Rp750 juta, dan sumbangan kampanye dari Badan Hukum Usaha untuk calon anggota DPD maksimal dibatasi Rp 1,5 miliar.

Soal Peran KPK

Laporan dana kampanye peserta kampanye sebenarnya sudah diatur dalam UU Pemilu. Disebutkan bahwa mereka wajib melaporkan dana kampanye paling lambat 15 hari setelah pemungutan suara.

Jika tidak, mereka akan didiskualifikasi dari pertarungan Pemilu. Para kontestan juga harus memastikan laporan dana kampanye yang dibuat benar. Dalam pasal 496 dan 497 UU Nomor 7 Tahun 2017 disebutkan bahwa partai atau orang yang sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye dapat dijerat sanksi penjara atau denda.

Bagi partai Pemilu, ancamannya pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda Rp12 juta. Untuk perseorangan, ancaman hukumannya berupa pidana bui paling lama dua tahun dan denda hingga Rp24 juta.

Sayangnya, ancaman tersebut seperti dianggap angin lalu. Rumor terkait aliran janggal dana kampanye Pemilu sebenarnya tidak kali ini saja terjadi. Tapi meski berulang kali, hingga saat ini dugaan-dugaan tersebut selalu menguap seiring berjalannya waktu.

Pelajar berjalan di dekat alat peraga kampanye yang dipasang di persimpangan Jalan Tegalsari-Jalan Basuki Rahmat, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (5/12/2023). (Antara/Didik Suhartono/wpa)

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi, Boyamin Saiman menyebut isu yang selalu muncul di setiap Pemilu bak lagu lama yang kembali diputar. Ia mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut turun tangan untuk menuntaskan isu dana ilegal untuk kampanye.

“Ini seperti lagu lama yang diputar lagi. Saya berharap PPATK betul-betul melaporkan ini ke KPK dan KPK harus bentul-betul menuntaskan. Karena ada dugaan semua parpol menggunakan uang panas, dana tidak bersih. Ini harus ditelusuri. Jangan sampai hanya lagu lama yang diputar ulang,” kata Boyamin menjelaskan.

Di sisi lain, Direktur Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan temuan PPATK terkait transaksi janggal yang diduga untuk dana kampanye belum bisa dikatakan sebagai money politic.

“Jika transaksi mencurigakan itu terkait penukaran pecahan nominal, maka itu hanya bisa digunakan sebagai peringatan, PPATK perlu menyampaikan pada Bawaslu secara detail agar mengikuti alur distribusi uang tersebut,” ujar Dedi kepada VOI.

“Temuan PPATK belum bisa disebut sebagai kejahatan Pemilu terkait money politik, karena baru tahapan transaksi keuangan, dianggap kejahatan Pemilu jika ada transaksi dari kandidat ke pemilih. Dan ini tugas Bawaslu untuk bekerja,” sambungnya.

Dedi menambahkan, KPK sendiri belum layak terlibat dalam hal itu, situasi ini murni wilayah dominan Bawaslu dengan dukungan PPATK.