Bagikan:

JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengaku pihaknya tak bisa mengungkap isi laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai transaksi janggal dana kampanye Pemilu 2024.

Bagja mengaku, saat Bawaslu menerima data terkait temuan PPATK tersebut, terdapat peringatan bahwa isi laporan tidak bisa disampaikan ke publik.

"Apakah A,B,C,D, dan lain-lain tidak bisa kami sebutkan, karena itu termasuk rahasia dan ada kodenya itu SR, 'sangat rahasia'. Kalau kami menyampaikan kepada publik, tentu akan menjadi persoalan besar," kata Bagja dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Selasa, 19 Desember.

Kemudian, Bagja menegaskan bahwa data-data yang ada dalam temuan PPATK tidak bisa dijadikan alat bukti dalam hukum.

"Karena kami berkaitan dalam penegakan hukum ya, berkaitan dengan penegakkan hukum pemilu, maka mau tidak mau itu dianggap sebagai informasi awal," ungkap Bagja.

Di satu sisi, Bagja meminta kepada semua peserta pemilu untuk melaporkan pemasukan dan pengeluaran dana kampanye secara transparan lewat mekanisme yang telah ditentukan KPU.

Di antaranya adalah penyampaian laporan awal dana kampanye (LADK), laporan pemberi sumbangan dana kampanye (LPSDK) dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana ampanye (LPPDK).

"Imbauannya bersifat kepada teman-teman perserta pemilu agar memasukkan seluruh pengeluaran dan pemasukkan dalam dana kampanye dalam rekening khusus dana kampanye," urainya.

Diberitakan sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyebutkan laporan transaksi yang diduga berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang dalam kampanye Pemilu 2024 meningkat 100 persen pada Semester II 2023.

"Kami lihat transaksi terkait dengan pemilu masif sekali laporannya ke PPATK. Kenaikan lebih dari 100 persen. Di transaksi keuangan tunai, transaksi keuangan mencurigakan, ini kami dalami,” kata Ivan usai menghadiri acara 'Diseminasi: Securing Hasil Tindak Pidana Lintas Batas Negara' di Jakarta, Kamis 14 Desember.

Menurut Ivan, PPATK menemukan beberapa kegiatan kampanye tanpa pergerakan transaksi dalam rekening khusus dana kampanye (RKDK).

"Artinya ada ketidaksesuaian. Pembiayaan kampanye dan segala macam itu dari mana? Kalau RKDK tidak bergerak? Kami melihat ada potensi seseorang mendapatkan sumber ilegal untuk membantu kampanye," katanya.