Mungkinkah KPK Usut Pencucian Uang Kepala Daerah Lewat Kasino?
Gedung KPK (Irvan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Jelang akhir tahun Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan temuannya terkait pencucian uang yang dilakukan oleh beberapa kepala daerah. Walau tak menyebut nama, lembaga ini mengatakan mendapati sejumlah kepala daerah melakukan penempatan dana yang sangat besar dalam bentuk valuta asing ke rekening kasino di luar negeri dengan jumlah mencapai Rp50 miliar.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun angkat bicara soal temuan itu. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pihaknya memang kerap bekerjasama dengan PPATK untuk mengusut sejumlah kasus, termasuk yang berkaitan dengan pencucian uang.

Hanya saja, terkait temuan pencucian uang yang baru saja dipublikasi PPATK, eks aktivis antikorupsi ini enggan menyampaikan apakah sudah ada pelaporan dari lembaga tersebut kepada KPK dan soal kemungkinan pihaknya ikut mengusut dugaan itu.

"Ada atau tidak adanya (laporan) dikirim ke KPK atau polisi atau jaksa itu tidak bisa kami konfirmasi," kata Febri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin malam, 16 Desember sambil menambahkan data itu bersifat rahasia karena terklasifikasi sebagai data intelejen.

Dalam kesempatan itu, Febri juga menjawab adanya dugaan dari pihak lain yang mengatakan, PPATK sengaja menyampaikan hal ini pada publik karena KPK tidak menangani kasus dari data-data tersebut. "Saya tidak mendengar pernyataan itu ya dari PPATK," tegasnya.

Selain itu, dia mengatakan PPATK tidak bisa memberikan keterangan lebih pada masyarakat terkait dugaan dari tindak pencucian uang tersebut. Termasuk pelaku atau hal lain yang berkaitan dengan berkas perkara.

"Sedangkan kalau terkait kepala daerah yang kami tangani yang bisa kami konfirmasi itu yang sudah penyidikan. Kalau belum tidak bisa," tutupnya.

Ilustrasi kasino (dok. Pixabay)

Ungkap pencucian uang, malah dikritik

Temuan PPATK yang disampaikan pada publik itu malah dikritik oleh sejumlah pihak. Kementerian Dalam Negeri pun merespon, misalnya, melalui Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Otda Kemendagri) Akmal Manik, justru mengkritik PPATK.

Menurutnya, temuan ini harusnya disampaikan secara internal supaya Kemendagri bisa segera melakukan pembinaan. Tak hanya mengkritik, Akmal juga mengatakan PPATK bisa dilaporkan jika membocorkan data rahasia perbankan.

Sebab, lembaga ini berkaitan dengan tugas PPATK sebagai financial intelligence unit (FIU) atau unit intelijen keuangan dan sebaiknya temuan berupa rekening kepala daerah di kasino luar negeri tak diungkap ke publik.

"Jika PPATK membocorkan data rahasia perbankan dapat dipidana," ungkap Akmal pada wartawan lewat keterangan tertulisnya, Selasa, 17 Desember.

Sebab, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Akmal bilang, produk intelijen tidak boleh dibuka selain kepada aparat penegak hukum untuk keperluan penyelidikan tak terkecuali pihak Kemendagri yang mengurusi Kepala Daerah. Sebab, kementerian bukanlah aparat penegak hukum.

Penyampaian informasi itu ke publik tak hanya dikritik tapi disayangkan. Karena, menurut Akmal, belum tentu juga ada unsur pidana di sana karena belum turunnya aparat penegak hukum untuk melakukan pengusutan.

Menurutnya, jika aparat penegak hukum sudah turun dan mengindikasikan ada tindak pidana, status penyelidikan yang ada baru dinaikkan ke penyidikan untuk proses hukum lebih lanjut.

Sebaliknya, jika hasil penyelidikan dianggap bukan merupakan tindak pidana maka pengusutan harus dihentikan."Misalnya dana yang dicurigai itu dari uang pribadi bisnis legal, maka penyelidikan dihentikan," ungkap Akmal.

Tak hanya Kemendagri, Ketua DPR RI Puan Maharani juga menyampaikan kritikannya bagi PPATK. Menurutnya, lembaga itu tak perlu mempublikasikan oknum kepala daerah yang punya rekening kasino di luar negeri. Sebab, informasi ini berpotensi menimbulkan simpang siur di tengah-tengah masyarakat.

"Alangkah baiknya kalau hal-hal itu tak langsung dipublikasikan ke publik karena menimbulkan simpangsiur atau praduga bersalah pada yang bersangkutan," kata Puan kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 16 Desember.

Politikus PDIP ini lebih berharap Kemendagri dan PPATK menyampaikan nama-nama tersebut ke aparat penegak hukum ketimbang ke publik. "Dari PPATK kalau kemudian ada kasus per kasus tolong lapor ke kejaksaan, kepolisian, KPK atau pihak hukum yang bisa tindaklanjuti temuan tersebut," tutupnya.