Bagikan:

JAKARTA – China kembali menyita perhatian dunia setelah adanya fenomena lonjakan kasus pneumonia yang terjadi di masyarakatnya, terutama anak-anak. Setelah baru saja melewati pandemi COVID-19, maka dunia, termasuk masyarakat Indonesia, kembali cemas periode tersebut kembali terulang.

Kasus pneumonia yang mengalami lonjakan di China ternyata disebabkan oleh bakteri mycoplasma. Sebagai bentuk kesiapsiagaan pemerintah dalam mengantisipasi penularan Mycoplasma pneumoniae di Indonesia, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat Edaran Nomor: PM.03.01/C/4632/2023 tentang Kewaspadaan Terhadap Mycoplasma Pneumonia di Indonesia.

“Penerbitan surat edaran tersebut bertujuan mengantisipasi penyebaran pneumonia di Indonesia,” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu.

Mycroplasma Pneumonia

China pertama kali melaporkan adanya peningkatan kasus penyakit seperti influenza dibandingkan tiga tahun terakhir, pada Oktober 2023. Sebulan kemudian, Komisi Kesehatan China melaporan peningkatan insidensi penyakit respirasi terutama pada anak yang kemudian disebut dengan “undiagnosed pneumonia” pada anak di China Utara. Mereka bahkan harus menutup sekolah-sekolah guna mencegah penyebaran penyakit.

Laporan dari China tersebut mengidentifikasi beberapa bakteri dan virus penyebab pneumonia pada anak tersebut, yaitu Mycoplasma pneumoniae, influenza, respiratory syncytial virus (RSV), dan SARS COV-2.

Melansir laporan epidemiologi, saat ini terjadi peningkatan kasus pneumonia akibat Mycoplasma pneumoniae di China sebesar 40 persen dan lainnya berupa influenza, SARS COV-2 dan sebagainya.

Mycoplasma pneumoniae kemudian menjadi perhatian publik karena situasinya sangat mirip dengan peristiwa pandemi COVID-19. Pemberitaan terkait Mycoplasma pneumoniae di Indonesia pun cukup masif dalam beberapa pekan ke belakang.

Terkini, Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ngabila Salama mengatakan, sudah ada beberapa anak terinfeksi bakteri Mycoplasma berdasarkan hasil tes PCR.

Gejala Mycoplasma pneumonia mirip dengan kasus COVID-19 (Antara/HO-Kemenkes)

Meski begitu, belum banyak orang tahu apa sebenarnya Mycoplasma?

Mycoplasma merupakan bakteri berukuran sangat kecil, serta memiliki genom yang pendek, hanya sekitar 0,58 hingga 2,20 Mb.

Anggota Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI Prof. Dr. dr. Erlina Burhan, SpP(K), mengatakan Mycoplasma merupakan salah satu penyebab infeksi saluran pernapasan sebelum pandemi COVID-19. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini kemudian disebut Mycoplasma pneumoniae.

Mycoplasma pneumoniae juga dapat ditularkan dengan cairan droplet melalui udara (airborne).

Kendati demikian, Prof. Erlina menuturkan tidak banyak kasus pneumonia di Indonesia yang disebabkan oleh Mycoplasma.

Bidan Puskesmas Pasar Baru, Jakarta Pusat, Sri Wulandari menyuntikan vaksin imunisasi dasar kepada seorang balita di Posyandu RW I Kelurahan Baru, Kecamatan Sawah Besar, DKI Jakarta, Senin (11/3/2019). (Antara/Fauzi Lamboka)

Mycoplasma pneumoniae jarang diketahui, jarang dibahas, karena kejadiannya memang tidak terlalu banyak pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasna,” kata Prof. Erlina dalam webinar Ikatan Dokter Indonesia mengenai Mycoplasma pneumoniae pada Jumat (1/12/2023).

Sementara itu, menutip CDCMycoplasma pneumoniae adalah bakteri yang biasanya menyebabkan infeksi ringan pada sistem pernapasan.

Kesamaan dengan COVID-19

Lonjakan kasus Mycoplasma pneumoniae yang terjadi di China belakangan ini membuat masyarakat khawatir, tak terkecuali di Indonesia. Terutama setelah Dinkes DKI Jakarta menemukan adanya bakteri Mycoplasma yang ditemukan pada beberapa kasus.

Seperti penyakit saluran pernapasan lainnya, bakteri Mycoplasma juga menyebabkan penyakit dengan cara merusak lapisan sistem pernapasan mulai dari tenggorokan, paru-paru, atau batang tenggorokan.

Selain itu, penularan Mycoplasma pneumoniae juga bisa terjadi melalui kontak langsung dengan droplet yang berasal dari hidung atau tenggorokan orang yang terinfeksi ketika batuk atau bersin.

Menurut Prof. Erlina, pneumonia akibat mycoplasma sebenarnya sudah lama ada di Indonesia. Hanya saja, kejadiannya sangat jarang sehingga tidak perlu perhatian khusus.

Secara global, insidensi infeksi Mycoplasma pneumoniae di dunia sebesar 8,6 persen sebelum pandemi, yaitu pada 2017-2020. Tapi insidensi ini justru menurun cukup drastis hingga 1,69 persen dan 0,7 persen pada 2021 dan 2022 secara berturut-turut.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mewaspadai kejadian pneumonia mycoplasma atau penyakit paru-paru yang disebabkan organisme mirip bakteri, sebagai respons terhadap merebaknya penyakit tersebut sejak Mei 2023 di China. (Antara)

“Insidensi Mycoplasma pneumoniae menurun selama pandemi seiring dengan meningkatnya protokol kesehatan pada era pandemi,” ujar Erlina.

Untuk itulah, Erlina mengimbau masyarakat untuk kembali menerapkan protokol kesehatan, seperti yang pernah dilakukan pada masa pandemi COVID-19 untuk mencegah penularan.

“Mari belajar dari pandemi COVID-19, dengan menjalankan protokol kesehatan, yaitu rajin mencucui tangan, jaga jarak, dan memakai masker,” kata Erlina.

“Untuk orang yang sakit sebaiknya tidak bekerja ke kantor, anak-anak juga jangan pergi ke sekolah, karena sangat mudah menularkan ke teman-temannya,” imbuhnya.

Kendati memiliki gejala seperti COVID-19, Erlina menegaskan bahwa pneumonia yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma hampir pasti tidak berkaitan dengan virus corona yang sempat menjadi mimpi buruk dunia tiga tahun lalu.

"Kita sudah belajar dari COVID-19, sehingga sudah terbiasa. Jadi tidak perlu panik, cukup waspada saja," ujar Erlina lagi.