Kasus Mario Dandy Satrio Membongkar Perilaku Koruptif di Kementerian Keuangan
Menteri Keuangan Sri Mulyani diminta mengundurkan diri oleh Bursok Anthony Marlon, pejabat Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara II. (Antara/Wahyu Putro A)

Bagikan:

JAKARTA – Kegaduhan yang melanda Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali berlanjut. Bursok Anthony Marlon (BAM), pejabat Kanwil DJP Sumatera Utara II melayangkan keluhan atas sikap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam merespon pemberitaan media massa terkait kasus penganiayaan oleh anak dari Rafael Alun Trisambodo, Mario Dandy Satrio.

Keluhan BAM tertuang dalam surat tertanggal 27 Februari 2023. BAM mempertanyakan mengapa Sri Mulyani sangat cepat mengambil keputusan hingga dalam hitungan hari setelah kasus tersebut mencuat Rafael Alun keluar dari DJP. Mengapa pula Sri Mulyani berkomentar tentang Komunitas Belasting Rijder?

“Dengan pengaruh Ibu yang luar biasa besar di dunia ini, saya tadinya mengira Ibu tidak akan bisa terbawa arus media dan kritisnya netizen yang menyangkut-pautkan Mario Dandy Satrio dengan Rafael Alun Trisambodo,” tulis BAM dalam suratnya yang beredar di Twitter.

BAM menilai respon Sri Mulyani sangat sembrono. Mario sudah berusia 20 tahun. Secara hukum dia yang bertanggung jawab penuh terhadap segala perbuatannya.

“Seharusnya, Ibu dari awal langsung meredam bahwa seorang yang sudah dewasa, dalam hal pelanggaran hukum, tidak bisa lagi dikait-kaitkan dengan kedua orangtuanya apalagi dengan institusi Direktorat Jenderal Pajak,” ucapnya.

Tapi justru, kata BAM, “Ibu sendiri ikut-ikutan mengkait-kaitkan perbuatan kriminal Mario Dandy Satrio dengan orangtuanya dan institusi Direktorat Jenderal Pajak, sehingga saya menduga Ibu secara langsung maupun tidak langsung ikut serta menghancurkan citra DJP yang saya cintai ini menjadi hancur berantakan.”

Pada akhirnya, banyak pegawai DJP lain yang kena getahnya saat ini. Bahkan, sampai ada Wajib Pajak yang mengucapkan sumpah serapah ketika diingatkan untuk menyampaikan SPT tahunan.

“Apakah Ibu puas sekarang?” ujar BAM.

BAM pun heran mengapa respon yang sama tidak tampak ketika dia melayangkan pengaduan yang melibatkan Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan pada 2021. Padahal ini, terindikasi kuat merugikan keuangan negara triliunan rupiah.

Kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Direktorat Jenderal Pajak menurun. (Antara/Muhammad Adimaja)

“Tidak Ibu gubris sama sekali, bahkan Ibu menutupinya dengan surat PALSU/bodong dengan nomor S-11/IJ.9/2022 tanggal 21 April 2022,” tulis BAM.

“Apakah perlu saya dapat viralkan agar pengaduan saya ini dapat diproses? Ataukan memang perilaku korup dan pelanggaran kode etik ini sebenarnya memang sudah mendarah-daging di tubuh DJP/Kementerian Keuangan sehingga Ibu dan teman-teman oknum yang diduga korup memang sengaja menutup-nutupi perilaku koruptif dengan hukum tebang pilih?” lanjutnya.

BAM mengklaim telah melayangkan surat aduan sejak 27 Mei 2021 dengan nomor tiket TKT-215E711063 dan Nomor Register eml-2022-0020-9d33 dan eml-2022-0023-24a6 melalui email [email protected]. Tidak mendapat tanggapan berarti, BAM kemudian mengirimkan juga surat aduannya ke Ketua dan Wakil Ketua DPR RI pada 24 November 2022.

Bila dalam waktu lima hari, Kementerian Keuangan tidak memberikan tanggapan, BAM akan membuat laporan polisi.

“Sungguh fatal DJP/Kemenkeu yang tidak sanggup menyelesaikan pengaduan saya terkait PT bodong yang tidak memiliki NPWP dan terindikasi melakukan pelanggaran tindak pidana perpajakan dilimpahkan ke OJK,” ujarnya.

"Sebaiknya Ibu juga ikut mundur jadi Menteri Keuangan karena Ibu sendiri tidak bisa mengawasi orang-orang terdekat Ibu. Kami para petugas pajak diinstruksikan untuk 'knowing our tax payers', tapi Ibu sendiri tidak tahu sama sekali harta-harta jumbo orang-orang terdekat Ibu. Luar biasa bukan?" tulis BAM.

Jawaban Staf Khusus Menteri Keuangan

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo tak menampik BAM memang pernah menyampaikan pengaduan melalui Wise Kemenkeu tetapi bukan 2021, melainkan 2022. Aduan terkait perusahaan investasi tempat menampung dana yang ia duga fiktif dan ada keterlibatan bank di dalamnya.

Clear ini masalah pribadi ya,” kata Yustinus pada 1 Maret 2023.

Pengaduan tersebut telah diverifikasi oleh Itjen Kemenkeu. Namun, belum dapat ditindaklanjuti karena pelapor tidak menyertakan bukti yang lengkap. Sehingga, dalam catatan Itjen Kemenkeu, pelapor diminta mendetailkan kembali dugaan penyimpangan yang tercantum dalam pengaduan.

Namun, BAM tidak memberikan bukti baru. Yustinus berasumsi, “Pengaduan urusan pribadi Bursok Anthony Marlon (BAM) ini tak pernah dilengkapi substansi/bukti. Bagaimana mau diproses?”

Kendati begitu, Itjen Kemenkeu telah meneruskan pengaduan tersebut ke OJK melalui surat nomor S-11/IJ.9/2022 tanggal 21 April 2022. Terakhir, BAM mengajukan kembali pengaduan pada 27 Feb 2023.

“Kami akan proses sesuai ketentuan. Kami berterima kasih untuk seluruh masukan, aspirasi, dan kritik sekeras apapun. Itu vitamin agar kami berbenah dan lebih baik. Namun, kami juga tak akan menolerir fitnah dan serangan tak berdasar. Mari tetap jaga etika dan kewarasan kita. Salam sehat,” tutur Yustinus di akun Twitternya.

Aksi Reaksi

Mantan pimpinan KPK periode 2015-2019 Saut Situmorang menilai Sri Mulyani sendiri yang harus menjawab apa yang disampaikan BAM agar suasana bisa terang-benderang.

“Jadi, tidak egaliter. Sehingga, iklim kerja di Dirjen Pajak tetap dinamis,” kata Saut kepada VOI pada 1 Maret 2023.

Namun, terkait dengan respon Sri Mulyani terhadap kasus yang mendera Rafael Alun, Saut menilai memang itu yang harus dilakukan. Hampir semua kementerian bertindak sama, aksi-reaksi.

Akibat adanya tekanan publik, Sri Mulyani bereaksi dengan menginstruksikan pemeriksaan terhadap Rafael Alun, menginstruksikan segera melaporkan LHKPN, dan mengecam gaya hidup mewah.

“Ini sudah betul. Kita harus hargai, ketika ada sesuatu Anda harus memberi respon terhadap fungsi-fungsi manajemen, apalagi menyangkut risiko, menyangkut kepatuhan. Tetap kita hargai,” tutur Saut.

Mantan pimpinan KPK periode 2015-2019 Saut Situmorang. (Antara/Benardy Ferdiansyah)

Namun, bila menggunakan pendekatan pemberantasan korupsi, sikap Sri Mulyani impulsif, terkesan separuh hati. Setelah menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), langkah apa selanjutnya.

“Lanjut dengan klarifikasi atau hanya masuk laci. Bila hanya begini, LHKPN tidak memberikan manfaat apapun, perilaku pada akhirnya tetap sama. Banyak orang yang menyembunyikan hanya kekayaannya, hanya beberapa persen saja yang dilaporkan,” ujar Saut.

Bila ingin maksimal, LHKPN jangan hanya menjadi wadah pelaporan, tetapi juga harus didalami. Misal, darimana pelapor mendapatkan rumah, tanah, mobil, dan sebagainya.

“Sebenarnya ini bukan hanya terkait Dirjen Pajak dan Kementerian Keuangan, tetapi juga menyeluruh untuk Pegawai Negeri Sipil lain,” imbuh Saut Situmorang.