Apakah Perubahan Aturan Ketenagakerjaan di Perppu Cipta Kerja Menguntungkan 143,7 Juta Tenaga Kerja?
Ilustrasi – Pekerja harus mengetahui perubahan peraturan yang tertera di Perppu Cipta Kerja yang diterbitkan pada 30 Desember 2022. (Antara/Aloysius Jarot Nugroho/foc)

Bagikan:

JAKARTA – Proyeksi jumlah penduduk Indonesia pada 2022 menurut data Badan Pusat Statistik mencapai 275,77 juta jiwa, 143,72 juta di antaranya merupakan angkatan kerja. Tak heran, ketika Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) terbit pada 30 September 2022, bab ketenagakerjaan lah yang mendapat banyak sorotan.

Perppu Cipta Kerja mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan dalam UU sebelumnya, satu di antaranya UU Nomor 13 Tahun 2003. Seperti yang terkandung dalam pasal 80, semata untuk penguatan perlindungan, peningkatan peran, dan kesejahteraan para tenaga kerja dalam mendukung ekosistem investasi.

VOI mencatat beberapa perubahan aturan ketenagakerjaan tersebut, yakni:

Aturan Alih Daya

Perppu Cipta Kerja mengubah Pasal 64 UU Nomor 13 Tahun 2003 yang berbunyi, “Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.”

Menjadi:

  • Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis.
  • Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  • Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Perppu Cipta Kerja juga menghapus Pasal 65 dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 yang berisi tata laksana penyerahan pekerjaan kepada perusahaan alih daya. Serta mengubah beberapa ayat dalam Pasal 66, semisal ayat 1.

Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis. (Antara/Rosa Panggabean/Dok)

Tidak ada lagi ketentuan, “Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.”

Pasal 66 ayat 1 dalam Perppu Cipta Kerja diubah menjadi, “Hubungan Kerja antara Perusahaan alih daya dengan Pekerja/Buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada Perjanjian Kerja yang dibuat secara tertulis, baik perjanjian kerja waktu tertentu maupun perjanjian kerja waktu tidak tertentu.”

Uang Penggantian Hak

Perppu Cipta Kerja menghapus ketentuan dalam Pasal 156 ayat 4 poin C UU Nomor 13 Tahun 2003 mengenai uang penggantian hak berupa, “Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat”.

Sehingga, uang penggantian hak yang diterima pekerja yang mengalami PHK hanya meliputi:

  1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
  2. Biaya atau ongkos pulang untuk Pekerja/Buruh dan keluarganya ke tempat Pekerja/Buruh diterima bekerja;
  3. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

Dalam Pasal 156 ayat 2 mengenai besaran pesangon sesuai masa kerja, Perppu Cipta Kerja tidak lagi menggunakan frasa paling sedikit, tetapi mengubahnya menjadi, “Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut…”

Adapun perhitungan besaran pesangon sesuai masa kerja dalam ayat tersebut masih sama. Begitu juga perhitungan uang penghargaan masa kerja.

Hubungan Keluarga

Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 153, pengusaha dilarang melakukan PHK kepada pekerja/buruh yang mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama.

Perppu Cipta Kerja menghapus pengecualian tersebut, sehingga hanya berbunyi, “Pengusaha dilarang melakukan PHK kepada Pekerja/Buruh dengan alasan mempunyai pertalian darah dan/ atau ikatan perkawinan dengan Pekerja/ Buruh lainnya di dalam satu Perusahaan.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkopolhukam Mahfud MD, dan Wamen Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menyampaikan keterangan pers tentang penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat, 30 Desember 2022. (Sekretariat Kabinet RI)

Cuti Panjang

Perppu Cipta Kerja mengubah pasal 79 ayat 2 poin D yang tertera di UU Nomor 13 Tahun 2003, “Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.”

Perubahan tertuang dalam Pasal 79 ayat 5 Perppu Cipta Kerja, “Selain waktu istirahat dan cuti, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama”.

Kontrak Kerja

Perppu Cipta Kerja menghapus beberapa ayat dalam Pasal 59. Tidak ada lagi penjelasan mengenai mekanisme perjanjian kerja waktu tertentu, seperti yang tertera dalam Pasal 59 ayat 4-7 UU Nomor 13 Tahun 2003, yakni:

Ayat (4), “Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun”.

Ayat (5), “Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan”.

Ayat (6), “Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun”.

Ayat (7), “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu”.

Keempat ayat tersebut dalam Perppu Cipta Kerja disederhanakan menjadi, “Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah”.