Bagaimana Indonesia Menyikapi Ancaman Resesi dan Konflik Geopolitik Global di Tahun Baru 2023?
Seruan agar perang Rusia Ukraina segera dihentikan demi menghindari akibat yang lebih buruk bagi masyarakat dunia di tahun 2023. (Unsplash/Ahmed Zalabany)

Bagikan:

JAKARTA - Dunia tengah mengalami masa-masa suram. Harapan untuk bisa kembali normal usai pandemi COVID-19 yang melanda dua tahun terakhir sepertinya belum terwujud. Sejumlah kalangan memprediksi tidak ada perubahan yang signifikan pada Tahun Baru 2023. Bahkan, cenderung lebih buruk dari sebelumnya bila melihat risiko resesi dan ketidak stabilan kondisi perekonomian dunia, serta kondisi geopolitik saat ini.

Tengok laporan Ipsos bertajuk ‘Global Predictions for 2023’. Perusahaan riset pasar dan konsultan multinasional yang berkantor pusat di Paris, Prancis tersebut melakukan survei terhadap 24.471 orang dewasa yang tersebar di 36 negara, mencakup sejumlah negara di Eropa, Amerika, dan Asia, termasuk Indonesia.

Rata-rata hanya 46 persen responden yang optimis ekonomi global akan membaik pada 2023. Angka merosot jauh dibanding tahun sebelumnya, ketika ada 61 persen responden yang percaya ekonomi bakal membaik setelah tahun baru.

“Orang-orang di Belgia adalah yang paling pesimis tentang ekonomi. Sedikitnya 27 persen yang berharap melihat perbaikan. Sementara di China dan UEA mayoritas memilih berhati-hati,” tulis Ipsos dalam laporannya yang dirilis medio Desember 2022.

Ilustrasi – Ekonomi global pada 2023 diprediksi akan mengalami dipredisi dan rentan mengalami kerapuhan. (Pixabay)

Sebagian besar responden dengan persentase di atas 70 persen menilai biaya hidup akan terus meningkat, inflasi cenderung bergerak naik, dan suku bunga akan melesat tajam. Dampaknya, jumlah pengangguran dunia kemungkinan semakin besar pada 2023.

Namun, menurut Alexander Tziamalis, ekonom senior dari Universitas Sheffield Halam, inflasi kemungkinan akan sedikit menurun secara global pada 2023. Bila periode sebelumnya mencapai 8,8 persen, pada 2023 bisa turun hingga 6,5 persen menurut prediksi Dana Moneter Internasional (IMF).

Untuk negara-negara berkembang, proyeksi penurunan kemungkinan sangat rendah, masih berkisar di angka 8 persen.

“Kendati begitu, angka inflasi akan tetap lebih tinggi 2 persen dari ketetapan sejumlah bank sentral yang kerap dijadikan tolak ukur moneter dunia," kata Tziamalis kepada Al Jazeera.

Geopolitik Dunia

Begitu pula dengan kondisi geopolitik dan keamanan pada 2023. Menurut laporan Ipsos, kekhawatiran responden terkait perang dan penggunaan senjata nuklir cukup besar.  Terutama, bila melihat perang Rusia-Ukraina yang tak berkesudahan.

Presiden Rusia Vladimir Putin tidak menunjukkan keinginan untuk mundur dari tujuan perangnya. Seperti yang diucapkan Putin awal bulan ini, “Konflik akan berubah menjadi proses jangka panjang.”

Di sisi lain, tentara Ukraina juga semakin agresif. Meluncurkan serangan balasan dan kabarnya sudah berhasil merebut kembali sejumlah daerah seperti Kharkiv dan Kherson.

Belum lagi ketegangan internasional di kawasan Asia Pasifik dan perilaku sejumlah negara yang kerap pamer senjata nuklir.

“Eskalasi konflik telah meningkatkan kekhawatiran penggunaan senjata nuklir. Hampir setengah atau sekitar 48 persen responden merasa ini adalah skenario yang mungkin terjadi. Kecemasan ini sangat tinggi di Indonesia (69 persen) serta Peru dan Kolombia (keduanya 62 persen),” tulis Ipsos.

Wakil Ketua Dewan Keamanan Federasi Rusia, Dmitry Medvedev bahkan mempublikasikan prediksi yang lebih mengkhawatirkan. Menurut dia, tak hanya di Ukraina atau kawasan Asia Pasifik, ketegangan lain yang mengarah ke invasi militer juga akan terjadi di belahan bumi lainnya pada 2023.

Tentara Ukraina semakin agresif melancarkan serangan balasan terhadap tentara Rusia dalam konflik berkepanjangan antara kedua negara. (Instagram/@zelenskiy_official)

Medvedev menerka terjadi perang antara Jerman-Prancis dan perang saudara di Amerika Serikat. Ada 10 prediksi Medvedev yang dicuitkannya di Twitter pada 27 Desember 2022, yakni:

  1. Harga minyak akan naik menjadi 150 per barel dolar AS, dan harga gas akan mencapai 5.000 dolar Amerika per 1.000 meter kubik.
  2. Inggris akan bergabung kembali dengan Uni Eropa (UE).
  3. Uni Eropa akan runtuh setelah Inggris kembali dan Euro akan berhenti digunakan sebagai mata uang Uni Eropa sebelumnya.
  4. Polandia dan Hongaria akan menempati wilayah barat Ukraina yang sebelumnya ada.
  5. Reich Keempat akan dibentuk, meliputi wilayah Jerman dan satelitnya, yaitu Polandia, negara-negara Baltik, Czechia, Slovakia, Republik Kiev, dan negara-negara buangan lainnya. Reich keempat adalah gagasan untuk Kekaisaran Jerman di masa mendatang sebagai bentuk kebangkitan neo-Nazi.
  6. Perang akan pecah antara Prancis dan Reich Keempat. Eropa akan terbagi dan Polandia dipartisi ulang dalam prosesnya.
  7. Irlandia Utara akan berpisah dari Inggris dan bergabung dengan Republik Irlandia.
  8. Perang saudara akan pecah di AS, California dan Texas menjadi negara merdeka sebagai hasilnya. Texas dan Meksiko akan membentuk negara sekutu. Elon Musk akan memenangkan pemilihan presiden di sejumlah negara bagian.
  9. Semua pasar saham terbesar dan aktivitas keuangan akan meninggalkan AS dan Eropa dan pindah ke Asia.
  10. Sistem manajemen moneter Bretton Woods akan runtuh, menyebabkan kehancuran IMF dan Bank Dunia. Euro dan dolar akan berhenti beredar sebagai mata uang cadangan global. Mata uang fiat digital akan digunakan secara aktif sebagai gantinya.

“Pada malam Tahun Baru, semua orang membuat prediksi. Banyak yang muncul dengan hipotesis futuristik seolah bersaing untuk memilih yang paling liar, dan bahkan yang paling tidak masuk akal. Inilah kontribusi sederhana kami mengenai apa yang bisa terjadi pada tahun 2023,” tulis Medvedev, mantan Presiden Rusia 2008-2012.

Sikap Indonesia

Berbagai indikator menunjukkan kinerja perekonomian Indonesia masih mampu bertahan dari gejolak ekonomi mendalam. Di kuartal II-2022 ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,44 persen dan di kuartal III-2022 bahkan mampu tumbuh lebih baik, yaitu di angka 5,72 persen.

Indikator lainnya, volume perdagangan Indonesia juga menunjukkan pertumbuhan hingga mencapai 58 persen. Neraca perdagangan Indonesia juga mencatatkan surplus selama 30 bulan berturut-turut.

Kendati begitu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajarannya tetap berhati-hati dalam menghadapi situasi perekonomian dunia pada 2023. Semua policy yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak harus benar-benar dikalkulasi, terutama menyoal pangan.

"Jangan sampai perhitungan kita keliru sehingga kita tidak menyiapkan resource, cadangan. Dan pada suatu titik cadangan (beras) kita habis dan dilihat oleh pedagang, dan akhirnya harga beras pasti akan naik," ujar Jokowi dalam sidang Kabinet Paripurna tentang Kondisi Perekonomian Tahun 2023, Evaluasi Penanganan COVID-19 dan Ketahanan Pangan dan Energi di Istana Negara pada 6 Desember 2022.

Presiden Jokowi dalam acara Penyerahan DIPA dan Buku Daftar Alokasi TKDD Tahun Anggaran 2023 pada 1 Desember 2022 di Istana Negara, Jakarta. (Humas Setkab/Rahmat)

Terkait situasi geopolitik, tak hanya lewat kunjungan resmi ke negara-negara bertikai, Jokowi juga mengungkapkan langsung misi perdamaian dalam forum-forum resmi. Antara lain dalam KTT G20 di Bali pada November lalu.

Jokowi mengajak para pemimpin dunia lebih menerapkan paradigma kolaborasi. Semua memiliki tanggung jawab, tidak hanya untuk warga negaranya masing-masing, tetapi juga untuk masyarakat dunia.

“Bertanggung jawab di sini berarti kita harus mengakhiri perang. Jika perang tidak berakhir, akan sulit bagi dunia untuk bergerak maju. Jika perang tidak berakhir, akan sulit bagi kita untuk bertanggung jawab atas masa depan generasi sekarang dan generasi mendatang. Kita seharusnya tidak membagi dunia menjadi beberapa bagian. Kita tidak boleh membiarkan dunia jatuh ke dalam perang dingin lagi,” imbuh Jokowi.

Selamat Tahun Baru 2023. Semoga semua negara bisa saling berkolaborasi dan berkomitmen menyelamatkan dunia.