Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah belum lama ini menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja.

Namun, kehadiran beiled ini menuai kritik dari berbagai pihak. Sebab, dinilai lebih menguntungkan pengusaha.

Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto menilai, Perppu Cipta Kerja yang baru disahkan tidak memenuhi unsur keterdesakan kondisi ekonomi untuk syarat terbitnya sebuah Perppu.

“Secara prasyarat kondisi ekonomi justru kontradiktif terhadap pernyataan pemerintah sendiri yang masih optimis perkiraan pertumbuhan ekonomi, dan inflasi terkendali pada tahun 2023,” katanya di Jakarta, Selasa, 17 Januari.

Bahkan, menurut Suroto, isi Perppu Cipta Kerja tersebut dan aturan turunannya justru malah lebih banyak menguntungkan kepentingan elite bisnis nasional.

Adanya upaya mengedepankan model pendekatan risiko (risking approach) ketimbang pendekatan pencegahan dalam perizinan bisnis tambang, perkebunan, maupun pabrikasi.

“Saat ini komoditi ekstraktif seperti batu bara, sawit, nikel dan lain lain memang sedang jadi primadona dunia karena krisis energi akibat perang Ukraina dan juga karena memang ada lonjakan kebutuhan. Harganya sedang tinggi dan sepertinya akan bertahan cukup lama. Para oligarki ini sedang memainkan hal ini,” katanya.

Suroto menulai Perppu Cipta Kerja merupakan rompi pengaman para elite agar terhindar dari syarat-syarat analisis dampak lingkungan, kesulitan perizinan, dan juga masalah tanggungan sosial perusahaan lainnya.

“Para elite pebisnis nasional yang sekarang ini memegang kendali kekuasaan dan bahkan menguasai parlemen itu yang bermain. Motivasi besarnya ada di situ. Makanya presiden pun tak mampu menolak kemauan mereka untuk memaksakan UU Cipta Kerja yang sudah dinyatakan inkonstitusional itu menjadi Perppu,” katanya.

Suroto mengungkapkan, ada satu lagi aturan yang dinilai bermasalah yakni UU Omnibus Law Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (PPSK). UU itu dinilai tidak sesuai tujuan untuk membangun protokol mitigasi resiko dalam hadapi krisis keuangan dan ekonomi serta pengembangan investasi di sektor keuangan.

“Perppu Cipta Kerja dan UU Omnibus Law PPSK adalah merupakan paket lengkap penguasaan ekonomi oleh elite politik dan elite kaya di sektor riil dan sektor keuangan,” ucapnya.

Dibutuhkan untuk Jangka Panjang

Sementara itu, Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky menilai keberadaan Perppu Cipta Kerja dibutuhkan untuk kondisi makro ekonomi dalam jangka menengah dan jangka panjang.

“Saya berpendapat bahwa untuk kebutuhan Perppu Ciptaker ini masih sangat dibutuhkan untuk kondisi makro ekonomi kita, terutama untuk pertumbuhan di jangka menengah dan panjang,“ ujar Riefky.

Kata Riefky, kondisi perekonomian Indonesia dalam waktu dekat, cukup prudent, dan bahkan bisa dibilang akan lolos dari perlambatan ekonomi dunia. Namun untuk jangka panjang, perlu ada mitigasi dari pemerintah. Salah satunya dengan penerbitan Perppu Cipta Kerja.

“Kita tahu misalnya dari isu ketenagakerjaan kita ini relatif tidak kompetitif baik dari skill lalu tingkat upah serta birokrasinya. Perppu Cipta Kerja tujuan untuk memudahkan segala proses tersebut dan membuat pasar tenaga kerja kita lebih kompetitif dan ini juga tujuannya agar penciptaan lapangan kerja dan menarik investasi juga bisa lebih didorong kedepannya,” jelas Riefky.

Meski begitu, menurut Riefky, aspirasi publik Perppu Cipta Kerja seharusnya tetap diperhatikan oleh pemerintah. Khususnya terkait dengan pandangan bahwa penerbitan Perppu Cipta Kerja ini tak mendesak.

“Memang untuk Perppu ciptaker itu perlu terus dilihat implementasinya agar tetap sesuai dengan tujuannya,” ucapnya.