Apindo Sebut Satu Juta Pekerja Alami PHK Sepanjang 2022, Ini Pemicunya
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat ada lebih dari satu juta pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang 2022.

Hal itu berdasarkan data pengambilan klaim oleh pekerja dengan alasan PHK yang tercatat di BPJS Ketenagakerjaan pada periode Januari-November 2022 yang mencapai 919.071 pekerja.

"Jadi, kalau kami ambil Desember, itu sudah pasti (jumlah PHK) satu juta lebih. Ini yang sudah jelas mengambil JHT karena PHK," kata Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa, 3 Januari.

Ia menyebut banyak faktor yang menyebabkan terjadinya PHK sepanjang 2022.

Tidak hanya karena imbas pandemi COVID-19, perusahaan juga banyak melakukan PHK lantaran permintaan ekspor yang jatuh.

"Ada juga faktor perusahaan yang melakukan efisiensi," ucap Hariyadi.

Hariyadi mengatakan, kebijakan soal upah minimum juga dinilai turut memengaruhi langkah perusahaan yang kemudian melakukan efisiensi.

Namun, ia menyebut hal itu tidak secara langsung terjadi.

"Ada pengaruh (UMP) juga, mungkin pengaruh UMP tidak secara langsung, perusahaan melakukan efisiensi," tuturnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan dan Pengembangan SDM BPP Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Nurdin Setiawan mengatakan, industri tekstil telah mengalami penurunan pesanan sejak 2022.

Kondisi tersebut memaksa perusahaan-perusahaan tekstil harus melakukan PHK terhadap 60.000 karyawan.

"Sejak awal 2022 terjadi penurunan order (pesanan) 30-50 persen. Anggota kami yang berorientasi ekspor dan padat karya, di kuartal I 2023 ini rata-rata order hanya 65 persen. Artinya, 35 persen secara operasional utility kami kosong, sementara tenaga kerja harus kami bayarkan," ungkapnya.

Bagi perusahaan padat karya seperti industri tekstil, biaya tenaga kerja masuk merupakan biaya terbesar kedua setelah biaya material. Oleh karena itu, Nurdin menyebut kenaikan upah di atas rata-rata menjadi beban berat perusahaan.

Nurdin juga menyebut terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja berdampak terhadap ketidakpastian hukum lantaran isu ketenagakerjaan di Perppu Cipta Kerja yang tidak juga memperoleh solusi.

Dengan kondisi seperti saat ini, Nurdin berharap, pengusaha sektor padat karya dapat perlindungan dari pemerintah, karena secara langsung atau tidak langsung telah menyerap banyak tenaga kerja.

"Alih-alih kami ingin melakukan satu upaya bagaimana perusahaan bisa tetap sustain, tetapi hubungan kerja tetap terjaga, perlindungan ke perusahaan padat karya berorientasi ekspor, dan ekosistemnya, malah tidak dapat itu dari pemerintah," pungkasnya.