JAKARTA - Pandemi COVID-19 yang berlangsung sejak awal tahun di dunia telah memberi dampak yang begitu besar bagi kesehatan maupun ekonomi. Di Indonesia pandemi sendiri telah berlangsung selama lebih dari delapan bulan.
Berbagai kebijakan yang diberlakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), turut mempengaruhi dunia usaha untuk bertahan dari tekanan pandemi.
Pembatasan sosial akibat pandemi juga memperburuk keadaan sejumlah ritel fesyen. Maka, tak jarang, mereka yang sudah tertinggal jauh dari bisnis online terpaksa harus memangkas karyawan bahkan tutup toko di tahun ini.
Berawal dari PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) yang terpaksa harus menutup beberapa gerainya. Manajemen Ramayana mengakui bila penyebaran virus corona atau COVID-19 membuat penjualan perusahaan mengalami penurunan.
Direktur Keuangan Ramayana Lestari Sentosa, Suryanto menuturkan bila selama masa tanggap darurat atas penyebaran COVID-19 perseroan telah menutup sementara sebagian toko, sampai dengan kondisi yang memungkinkan untuk dibuka kembali.
Di Depok, Ramayana melakukan penutupan operasional gerai Ramayana di daerah tersebut sehubungan dengan penyebaran wabah COVID-19 yang melanda Indonesia. Perseroan juga mengambil langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada 84 karyawan yang berada di gerai itu.
"PHK ini dilakukan kepada 84 karyawan dengan memberikan pesangon sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku yang ada di dalam surat kesepakatan bersama yang ditandatangani oleh perseroan dan karyawan," tuturnya, dalam keterangan resmi, di Jakarta, Selasa, 14 April.
H&M Tutup 250 Toko
Kemudian, ritel fesyen asal Swedia yaitu H&M juga telah mengumumkan akan menutup 170 toko di seluruh dunia tahun ini, atau sekitar 40 persen dari tokonya. Lokasi yang terkena dampak pasti belum diumumkan.
H&M melaporkan penurunan 50 persen penjualan selama kuartal kedua 2020. Karena toko-toko ditutup selama penguncian di seluruh dunia.
Tak hanya H&M, Victoria Secret juga berencana untuk menutup 250 toko di AS dan Kanada secara permanen dalam beberapa bulan mendatang. Hal ini akan terjadi setidaknya hingga 2022.
"Akan ada lebih banyak pada tahun 2021 dan mungkin sedikit lebih banyak pada tahun 2022," kata Chief Financial Officer Victoria Secret, Stuart Burgdorfer.
Hal serupa juga dialami oleh toko fesyen dengan brand Zara, Inditex akan menutup 1.200 toko di seluruh dunia pada tahun 2021. Sebagai gantinya akan fokus pada perluasan toko yang lebih besar.
Perusahaan juga berencana untuk mendorong bisnis online. Pengecer pakaian asal Spanyol itu menargetkan seperempat penjualan didapat dari online pada tahun 2022.
Matahari Tutup 6 Toko Lagi
Terbaru, PT Matahari Department Store Tbk memutuskan mengurangi jumlah gerai dari 153 menjadi 147 hingga akhir 2020. Dengan kata lain, perusahaan berkode saham LPPF itu menutup lagi 6 gerai, sehingga totalnya menjadi 13 gerai.
"6 toko format besar yang tidak menguntungkan akan ditutup," kata perusahaan dikutip dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI).
Adapun gerai-gerai yang ditutup, yakni 4 di Jawa, 1 di Bali, dan 1 di Sulawesi. Perusahaan pun memutuskan untuk tidak menambah gerai pada kuartal IV-2020 dan kuartal I-2021.
Dari 147 toko yang masih dipertahankan, 23 di antaranya sedang dalam pantauan untuk peningkatan kinerja. Toko-toko yang tidak disebutkan ada di mana saja itu sedang dipantau, ditinjau, dan didiskusikan.
Perusahaan juga melangsungkan negosiasi dengan pemilik gedung mengenai biaya sewa gerai agar bisa lebih murah.
Manajemen Matahari Department Store juga sedang mencari peluang membuka toko secara selektif, merenovasi toko yang ada untuk mendorong produktivitas. Pihaknya juga perlu berinvestasi untuk menggantikan infrastruktur yang sudah tua.
Ekonomi Indonesia Masih Minus hingga Kuartal I-2021
Ekonom Senior Institute for Development of Economics (Indef) Faisal Basri memproyeksikan bahwa Indonesia masih akan mengalami kontraksi ekonomi hingga kuartal I 2021. Ia mengatakan, perbaikan ekonomi baru akan terjadi di kuartal II tahun depan.
Bahkan, kata Faisal, kontraksi ekonomi Indonesia ini akan berlangsung lebih lama jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya.
"Kalau kita lihat akibat pandemi ini saya perkirakan ekonomi akan mengalami kontraksi relatif lebih lama. Jadi kita baru positif growth di kuartal II tahun depan," tuturnya, dalam diskusi virtual, Kamis, 26 November.
Faisal menjelaskan, pada kuartal I tahun depan, pertumbuhan ekonomi tercatat masih minus 0,7 persen. Pertumbuhan ekonomi baru kembali positif sebesar 1,4 persen di kuartal II.
Adapun secara keseluruhan, Indef memperkirakan ekonomi Indonesia pada 2021 hanya akan mencapai level pertumbuhan sebesar 3 persen, lebih rendah dari proyeksi pemerintah sebesar 5 persen.
Meski tren kinerja perekonomian kian membaik, ia memprediksi, jumlah penularan COVID-19 di Indonesia baru mencapai puncak gelombang pertama di kisaran bulan Januari dan Februari.
"Vaksinnya belum teruji seperti Pfizer dan Moderna, belum teruji efektivitasnya berapa tapi sudah dipesan. Sekali lagi vaksinnya belum jelas," tuturnya.
Faisal menekankan faktor utama yang akan menentukan proses pemulihan dan pertumbuhan ekonomi pada tahun depan adalah pandemi COVID-19. Tingginya ketidakpastian ini masih akan menahan konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas sehingga konsumsi secara keseluruhan masih akan tertekan pada 2021.