Jakarta Masih Butuh PSBB, Kenormalan Baru Sebaiknya Akhir Juni
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (Foto: Humas DKI Jakarta)

Bagikan:

JAKARTA - DKI Jakarta belum cocok menerapkan pola hidup kenormalan baru dalam waktu dekat ini. Jakarta masih butuh aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). 

Maka dari itu, PSBB yang akan berakhir besok, 4 Juni mustinya diperpanjang oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Demikian disampaikan oleh Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra.

Menurutnya, penerapan pola hidup kenormalan baru cocok diterapkan pada akhir bulan Juni nanti. Alasanya, puncak masa pegabluk COVID-19 terjadi di bulan Juli dengan catatan pemberlakukan atau penerapan PSBB tetap konsisten.

"Kami memprediksi sebenarnya baru pantas diberlakukan new normal (kenormalan baru, red) diakhir Juni untuk diimplementasikan secara efektif di pertengahan Juli," kata Hermawan.

Alasan lainnya adalah karena angka penyebaran atau penularan COVID-19 di Jakarta masih fluktuatif. Sehingga, jika menerapakan pola hidup kenormalan baru dalam kondisi sata ini, malah akan menambah atau meningkatkan angka penularan virus.

Berdasarkan alasan tersebut, kata Hermawan, Pemprov DKI Jakarta mustinya memperpanjang masa PSBB. Tentunya, semasa PSBB DKI menyiapkan aturan atau hal-hal yang berkaitan dengan penerapan pola kehidupan baru bisa dipersiapkan dengan matang.

"Pandangan saya pemerintah bisa melakukan perpanjangan secara terbatas, mungkin seminggu atau dua minggu di DKI Jakarta sembari menyiapkan tarnsisi new normal (kenormalan baru, red)," ujar Hermawan.

Penyebab angka penularan Jakarta fluktuatif

Menurut dia, ada dua penyebab jumlah penularan di Jakarta masih fluktuatif. Pertama terkait dengan kapasitas pendeteksi atau pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) yang minim.

"Faktor terbesarnya karena fasilitas pemeriksaan. Artinya kapasitas deteksi, seperti, pemeriksaan PCR yang dari dulu dilakukan kapasitas kita terbatas," kata Hermawan.

Kemudian, penyebab kedua berkaitan dengan hari Raya Idulfitri. Sebab, sesudah dan sebelum lebaran aktivitas masyarakat di luar rumah meningkat. Sehingga, berdampak pada peningkatan potensi penyebaran COVID-19.

"Arus mudik tidak terlalu menentukan tetapi kemarin kan sempat ramai sebelum dan sesudah lebaran. Area-area publik menjadi ramai terjadi permisivisme (menizinkan seusatu, red),"kata Hermawan.