Pandemi COVID-19 Masih Berlangsung, Siapa Susul Golden Truly Tutup?
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Toko ritel maupun pusat perbelanjaan atau mal mulai berguguran satu per satu di tengah pandemi COVID-19. Terbaru, Mal Golden Truly resmi menutup operasionalnya pada 1 Desember 2020.

"Kepada seluruh customer loyal kami, terima kasih atas kepercayaan dan kesetiaan terhadap Mal Golden Truly selama hadir di Jalan Gunung Sahari. Mulai tanggal 1 Desember 2020, Mal di Jalan Gunung Sahari No 59 akan dikelola oleh pengelola gedung baru," tulis Golden Truly dikutip dari Instagram resminya, Rabu, 2 Desember.

Asosiasi Persatuan Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menyebut, penyebab pusat perbelanjaan atau dalam hal ini Golden Truly karena tertekan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Seperti diketahui, selama masa PSBB transisi di Jakarta, pasar dan mal diperbolehkan beroperasi dengan pengunjung maksimal 50 persen dari kapasitas. Jam operasional pasar diatur pengelola pasar. Adapun pusat perbelanjaan dan mal beroperasi mulai pukul 09.00-21.00 WIB.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan, kondisi pusat perbelanjaan sampai dengan saat ini masih dalam kondisi terpuruk. Hal ini karena tingkat kunjungan yang masih sangat rendah dan daya beli masyarakat belum pulih.

"Banyak daerah juga melakukan pembatasan pengunjung pusat perbelanjaan sebesar 50 persen dari kapasitas. Kalaupun batas maksimal tersebut tercapai maka masih belum bisa menutupi biaya operasional," tuturnya, saat dihubungi VOI, Rabu, 2 Desember.

Menurut Alphonzus, setelah PSBB transisi di wilayah Ibu Kota berjalan, belum pernah kapasitas pengunjung mal mencapai batas maksimal, yakni 50 persen.

Faktor lain penyebab tumbangnya pusat perbelanjaan di tengah pandemi COVID-19 Yang menjadi masalah juga adalah kemampuan setiap pusat perbelanjaan untuk bertahan berbeda-beda.

"Yang jadi masalah juga adalah kemampuan setiap pusat perbelanjaan juga berbeda-beda satu sama lain. Masing-masing mempunyai daya tahan yang tidak sama," katanya.

Peritel yang Tutup sebelum Golden Truly

Tutupnya pusat perbelanjaan bukan kali pertama terjadi. Terakhir, PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) juga menutup gerainya hingga akhir 2020. Total gerai yang sudah ditutup adalah 13.

Dalam laporannya ke Bursa Efek Indonesia pada Sabtu, 28 November 2020, perusahaan dengan kode saham LPPF ini menyebutkan sebanyak 6 outlet direncanakan akan ditutup. Rinciannya adalah sebanyak 4 gerai berada di Pulau Jawa, 1 di wilayah Bali, dan 1 di Pulau Sulawesi.

"Dengan demikian, jumlah outlet kami yang akan beroperasi pada akhir 2020 nanti adalah sebanyak 147 dari sebelumnya 153," demikian pernyataan manajemen.

Foto: Dok. Matahari Department Store.

Perusahaan juga memastikan pihaknya tidak akan membuka outlet-outlet baru pada kuartal IV tahun 2020 dan kuartal I tahun 2021 mendatang.

Sebelumnya, PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) juga terpaksa harus gulung tikar. Ramayana mengakui bila penyebaran virus corona atau COVID-19 membuat penjualan perusahaan mengalami penurunan. Hal tersebut terjadi karena perseroan melakukan penutupan terhadap sebagian gerainya.

Direktur Keuangan Ramayana Lestari Sentosa, Suryanto menuturkan bila selama masa tanggap darurat atas penyebaran COVID-19 perseroan telah menutup sementara sebagian toko, sampai dengan kondisi yang memungkinkan untuk dibuka kembali.

Tak hanya melakukan penutupan operasional gerai Ramayana Depok sehubungan dengan penyebaran wabah COVID-19 yang melanda Indonesia. Perseroan juga mengambil langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada 84 karyawan yang berada di gerai tersebut.

"PHK ini dilakukan kepada 84 karyawan dengan memberikan pesangon sesuai dengan Undang-undang yang berlaku yang ada di dalam surat kesepakatan bersama yang ditandatangani oleh perseroan dan karyawan," tuturnya, dalam keterangan resmi, di Jakarta, Selasa, 14 April.

Kemudian, ritel fesyen asal Swedia yaitu H&M juga telah mengumumkan akan menutup 170 toko di seluruh dunia tahun ini, atau sekitar 40 persen dari tokonya. Lokasi yang terkena dampak pasti belum diumumkan.

H&M melaporkan penurunan 50 persen penjualan selama kuartal kedua 2020. Karena toko-toko ditutup selama penguncian di seluruh dunia.

Tak hanya h&m, Victoria Secret juga berencana untuk menutup 250 toko di AS dan Kanada secara permanen dalam beberapa bulan mendatang. Hal ini akan terjadi setidaknya hingga 2022.

"Akan ada lebih banyak pada tahun 2021 dan mungkin sedikit lebih banyak pada tahun 2022," kata Chief Financial Officer Victoria Secret, Stuart Burgdorfer.

Hal serupa juga dialami oleh toko fesyen dengan brand Zara, Inditex akan menutup 1.200 toko di seluruh dunia pada tahun 2021. Sebagai gantinya akan fokus pada perluasan toko yang lebih besar.

Perusahaan juga berencana untuk mendorong bisnis online. Pengecer pakaian asal Spanyol itu menargetkan seperempat penjualan didapat dari online pada tahun 2022.

Siapa Lagi yang Bakal Tutup setelah Golden Truly?

Executive Director Retailer Services Nielsen Indonesia Yongky Susilo memprediksi, ritel yang menjadi korban pandemi belum selesai. Diperkirakan bakal ada perusahaan ritel lainnya yang menyusul keputusan Golden Truly.

Lebih lanjut, Yongky mengatakan dirinya merasa masih akan ada lagi yang bakal menutup tokonya. Hal ini jika pandemi COVID-19 tidak berhenti. Karena itu, pihaknya minta masyarakat disiplin protokol kesehatan dan ditegaskan. Sehingga tak berantakan, dan angka kasusnya tak naik lagi.

Foto: Instagram @goldentruly

Yongki menjelaskan, industri ritel pada dasar sudah dalam beberapa tahun terakhir dalam keadaan tertekan. Masa terendah performa industri ini adalah ketika Pilpres.

"Intinya memang sudah lama ritel kita itu slow banget. Waktu pemilu sempat jatuh, biasa lah tahun pemilu orang pada takut belanja," tuturnya.

Tahun lalu, kata Yongki, industri ritel mulai sedikit bangkit. Sayangnya tiba-tiba pandemi COVID-19 muncul. Pandemi telah membatasi pergerakan masyarakat. Bahkan, masyarakat menengah ke atas saat ini masih cenderung takut untuk berbelanja dan memilih menumpuk uangnya di bank.

"Dan mereka juga berhenti berusaha. Jadi tidak ada penciptaan lapangan kerja baru. Uang mereka ditumpuk di bank," terangnya.

Lebih lanjut, kata Yongki, selain tidak adanya niatan belanja di masyarakat menengah atas, daya beli masyarakat juga masih anjlok. Hal itu pun tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi 2 kuartal berturut-turut pada kuartal II dan III.

Kondisi itu membuat pelaku ritel sulit mendapatkan pemasukan. Sementara mereka tetap harus mengeluarkan biaya-biaya, mulai dari gaji pegawai, sewa tempat, hingga pajak.

"Akhirnya cashflow-nya habis, nggak bisa bertahan lagi," katanya.