JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali jadi sorotan. Bukan karena lembaga ini berhasil menangkap buronannya, tapi karena ada perombakan struktur organisasi di internal yang membuatnya menjadi gemuk.
Perubahan struktur organisasi ini didasari Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK. Lewat peraturan ini, lembaga antirasuah tersebut menambah 19 posisi dan jabatan yang tidak tercantum pada Perkom Nomor 03 Tahun 2018.
Adapun 19 posisi dan jabatan baru tersebut yaitu Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat, Direktorat Jejaring Pendidikan, Direktorat Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi, Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat, Direktorat Jejaring Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi.
Kemudian ada juga Sekretariat Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat, Direktorat Antikorupsi Badan Usaha, Deputi Koordinasi dan Supervisi, Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah I-V, Sekretariat Deputi Koordinasi dan Supervisi, Direktorat Manajemen Informasi, Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi, dan Pusat Perencanaan Strategis Pemberantasan Korupsi dan Inspektorat.
Selain itu, Perkom yang ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri pada 6 November dan diundangkan 11 November, juga mengatur adanya staf khusus yang bertanggung jawab langsung kepada pimpinan.
Pada Pasal 75 Perkom 7/2020 ini disebutkan, staf khusus ini berjumlah paling banyak lima orang dengan berbagai keahlian seperti bidang teknologi informasi, sumber daya alam dan lingkungan, hukum korporasi dan kejahatan transnasional, manajemen dan sumber daya manusia, ekonomi dan bisinis, dan atau keahlian lain yang sesuai kebutuhan KPK. Mereka nantinya akan diangkat dan diberhentikan oleh Sekretaris Jenderal.
Selanjutnya, dalam Perkom ini Firli juga menghapus tiga jabatan dan posisi yaitu Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat, Direktorat Pengawasan Internal, dan Unit Kerja Pusat Edukasi Anti Korupsi atau Anticorruption Learning Center (ACLC).
Menanggapi adanya perombakan yang membuat gemuk struktur di internal KPK, sejumlah pihak kemudian mengkritisi aturan baru ini. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyatakan Perkom yang ditandatangani Firli bertentangan dengan UU KPK. Menurutnya, meski UU KPK mengalami perubahan namun tidak ada perubahan dalam Pasal 26 yang mengatur soal susunan struktur di dalam lembaga tersebut sehingga perombakan besar-besaran tidak perlu dilakukan.
"Penting untuk diketahui bahwa Pasal 26 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak direvisi dalam UU Nomor 19 Tahun 2019. Tentu ini mengartikan bahwa bidang yang ada di KPK masih seperti sedia kala," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan yang dikutip VOI, Kamis, 19 November.
Sehingga, adanya Perkom yang menambahkan sejumlah jabatan di internal lembaga tersebut dianggap bertentangan dengan UU KPK dan dinilai rentan untuk dibatalkan melalui uji materi di Mahkamah Agung. Lagipula, daripada menggemukkan struktur di internal, Kurnia mengingatkan KPK seharusnya fokus untuk memperbaiki kinerjanya.
BACA JUGA:
Senada dengan Kurnia, mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah juga menilai Perkom ini berisiko melanggar Pasal 26 UU KPK karena dalam pengaturannya, wajib mengacu pada ayat-ayat yang sudah ada. Dia bahkan meminta Dewan Pengawas KPK untuk mengambil tindakan terkait hal ini.
"Saya kira Dewas perlu mengambil tindakan termasuk melakukan review terhadap proses penyusunannya. Apakah sudah sesuai atau tidak antara UU dengan Perkom tentang pembentukan aturan di KPK," ungkapnya.
Dia berharap sebelum mengambil keputusan ini, lembaga KPK mempertimbangkan hal tersebut secara matang. Karena selain bertentangan dengan undang-undang, Perkom tersebut dianggap akan membuat KPK menjadi bahan perbincangan pihak lain.
"Jika banyak sekali jabatan yang ditambah, dikhawatirkan nanti akan ada yang bilang, KPK semakin membebani keuangan negara. Karena perlu gaji, tunjangan dengan nilai yang tidak sedikit nantinya. Apalagi dengan wacana mobil dinas," katanya.
"Semoga KPK telah mempertimbangkan hal tersebut secara matang," imbuhnya.
Sementara terkait perombakan struktur ini, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan hal ini sudah sesuai dengan strategi pemberantasan korupsi yang akan dilakukan KPK ke depan.
"KPK kini mengembangkan pemberantasan korupsi dengan tiga metode yaitu pertama penindakan, kedua pencegahan, dan ketiga pendidikan sosialisasi dan kampanye," kata Ghufron kepada wartawan.
Sehingga, penambahan 19 posisi dan jabatan baru di lembaga antirasuah ini dirasa perlu sebagai bentuk penyelarasan beban tugas dan jumlah anggota agar lebih ideal ke depannya. Apalagi, kejahatan korupsi saat ini bukan lagi kejahatan personal tapi juga sistemik.
"Kami memandang pemberantasan korupsi tidak bisa lagi didekati hanya sebagai kejahatan personal tapi sistemik yang perlu ditanggulangi secara komperhensif dan sistemik pula," pungkasnya.