JAKARTA - Mantan Juru Bica Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah bersama pegiat antikorupsi yang juga dulunya bergabung di Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz membuat kantor hukum. Dia mengatakan, kantor hukum ini nantinya akan difokuskan untuk mengadvokasi korban korupsi dan perlindungan konsumen.
"Kenapa advokasi korban korupsi? Karena masyarakat sebagai korban, nasibnya saat ini cenderung terabaikan. Sehingga perlu dibela. Kami berencana melakukan advokasi tersebut dari aspek litigasi," kata Febri seperti dikutip dari keterangan tertulisnya yang diterima VOI, Jumat, 30 Oktober.
BACA JUGA:
"Kami sedang menyusun bersama dan diskusi dengan salah satu advokat senior di bidang tersebut, David Tobing. Ada sejumlah advokasi ke depan yang akan dibangun untuk membela hak masyarakat korban korupsi," imbuhnya.
Lebih lanjut, kantor hukum ini juga akan melakukan pendampingan untuk membentuk sistem antikorupsi termasuk dalam kontestasi Pilkada 2020. Febri mengatakan, bersama Donal, dirinya membangun komunikasi dengan pihak penyelenggara pilkada maupun calon kepala daerah yang memiliki komitmen antikorupsi termasuk enggan melakukan politik uang dan berupaya menerapkan tata pemerintahan yang bersih.
Adapun salah satu calon kepala daerah yang sudah ditemuinya adalah Bupati non-aktif Dhamasraya yaitu Sutan Riska yang akan kembali maju sebagai calon incumbent. Dalam sebuah pertemuan, Febri mengatakan ada sejumlah hal yang telah dibahas. Salah satunya, dia dan Donal meminta agar Sutan terus megedepankan proses politik yang berintegritas dan tidak melakukan politik uang.
Menanggapi hal itu, Sutan yang merupakan calon bupati dari PDI Perjuangan mengatakan akan menjalankan proses Pilkada 2020 tanpa politik uang dan berupaya terus membangun Dhamasraya.
"Selain itu, ada kebutuhan yang disampaikan oleh Sutan Riska yaitu untuk pendampingan hukum secara profesional. Prinsipnya, secara profesional, kami akan menjalankan tugas sebagai advokat sepanjang nilai-nilai antikorupsi dan integritas dalam politik dipegang teguh," ungkapnya.
"Karena bagaimanapun juga, menurut saya, pendampingan hukum oleh advokat juga harus membawa nilai-nilai antikorupsi dalam proses pendampingan tersebut," tambahnya.
Sebelumnya, Febri Diansyah mengajukan surat pengunduran diri pada 18 September lalu. Surat tersebut dia tujukan kepada Pimpinan KPK, Sekretaris Jenderal KPK, dan Kepala Biro Sumber Daya Manusia (SDM) KPK.
Lewat surat tersebut, Febri mengungkapkan alasannya menjadi pegawai KPK karena menyadari upaya pemberantasan korupsi bisa dilakukan dengan lebih serius. "Bagi saya, selama menjadi KPK bukan hanya soal status atau posisi jabatan tapi lebih dari itu. Ini adalah ikhtiar yang utama untuk berkontribusi dalam pemberantasan korupsi," tulisnya dalam surat itu.
Dia juga menyebut, KPK adalah contoh sekaligus harapan bagi banyak orang sehingga bekerja dengan baik dan transparan adalah suatu keharusan.
"Namun kondisi politik dan hukum telah berubah bagi KPK. Setelah menjalani situasi baru tersebut selama sekitar sebelas bulan saya memutuskan jalan ini. Memilih mengajukan pengunduran diri dari institusi yang sangat saya cintai, KPK," ungkap Febri.
Sementara Donal Fariz memutuskan untuk pamit dari ICW pada 30 September lalu dengan regenerasi menjadi alasannya.
"Dengan ini saya menginformasikan bahwa hari ini merupakan hari terakhir saya sebagai anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch. Bersyukur dan bangga sekali menjadi keluarga besar dalam satu atap Kalibata Timur IVD selama lebih dari satu dekade," kata Donal saat mengumumkan pengunduran dirinya, Rabu, 30 September lalu.