Bagikan:

JAKARTA - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta Dewan Pengawas melakukan evaluasi terhadap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.

Evaluasi ini harus dilakukan jika lembaga antirasuah ini tidak dapat menangkap buronan mereka dalam kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR, yaitu eks caleg PDI Perjuangan Harun Masiku.

"Kalau tidak mampu ya berarti KPK yang sekarang ini semakin buruk kinerjanya dan perlu dievaluasi. Bukan hanya satgas tapi pimpinan KPK perlu dievaluasi," kata Boyamin saat dihubungi wartawan Senin, 2 November.

Dia menilai, penangkapan buronan pemberi suap terhadap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan tersebut, tentunya akan menjadi pembuktian bagi kinerja KPK di bawah kepemimpinan Firli. Ketika Dewan Pengawas menyebut Firli gagal menjalankan tugasnya, maka salah satu wakilnya harus menjadi pengganti.

"Saya sejak awal mendengungkan untuk terjadi penggantian ketua. Nanti kalau perlu dewas terhadap kinerja yang buruk itu bisa di-rolling (ditukar, red) bahwa Ketua KPK digeser jadi wakil dan salah satu wakil jadi ketua," ujarnya.

Sementara terkait keberadaan Harun, Boyamin tetap yakin dengan pernyataannya yang sebelumnya, buronan itu telah meninggal dunia. Sehingga hal ini menjadi tugas KPK untuk menemukannya dan mendalami meninggalnya Harun semisal ditemukan meninggal secara tidak wajar.

Investigasi ini, sambung dia, harus dilakukan oleh KPK guna menemukan pihak-pihak yang diuntungkan dengan kematian Harun Masuku. Apalagi, buronan penyuap ini dianggap lebih beraroma politik dibandingkan dengan buronan lainnya.

Yang terpenting saat ini, kata dia, KPK harus mampu menemukan keberadaan Harun. Cara ini, kata dia, juga dianggap untuk membuat publik kembali percaya terhadap lembaga antirasuah tersebut yang kini tingkat kepercayaannya semakin merosot.

"Untuk meningkatkan kinerja KPK, salah satu caranya adalah mampu menemukan keberadaan Harun Masiku hidup ataupun meninggal dunia," tegasnya.

Sebelumnya, masih buronnya Harun Masiku membuat Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai tim satuan tugas (satgas) penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus tersebut ogah-ogahan dalam melaksanakan tugasnya. Apalagi, sembilan bulan sejak eks calon legislatif dari PDI Perjuangan itu menghilang, belum ada tanda-tanda Harun akan segera ditemukan.

"Sejak ditetapkan masuk dalam daftar pencarian orang, praktis sudah sembilan bulan KPK terlihat enggan untuk meringkus mantan caleg tersebut," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan.

 

Dia menilai, satuan tugas yang bertugas menemukan Harun, harusnya mencontoh tim lain yang baru saja menangkap Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Sunjoto. Keberhasilan tim ini, kata Kurnia, layak untuk diapresiasi dan harus dijadikan contoh bagi tim lainnya.

Lebih lanjut, guna mempercepat penangkapan terhadap Harun Masiku, pegiat antikorupsi ini menyarankan satgas yang mengurusi kasus ini untuk dievaluasi. Bahkan jika perlu, tim ini sebaiknya dibubarkan saja.

"Sebagai alternatifnya, mungkin tim yang berhasil meringkus Nurhadi, Rezky, Hiendra dapat diberdayakan untuk dapat segera meringkus Harun Masiku," tegasnya.

Diketahui, tim satgas penyidik yang mengurusi kasus suap dan gratifikasi yang menjerat eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono diketuai oleh penyidik senior KPK yaitu Novel Baswedan. Dalam penangkapan Nurhadi beberapa bulan lalu, Novel turun langsung bersama timnya untuk menangkap buronannya.

Kembali ke pernyataan Kurnia, kata dia, jika KPK tak mau melakukan evaluasi terhadap tim yang mencari Harun maka patut diduga lembaga antirasuah ini ikut melindungi buronannya. 

"Jika tidak dilakukan evaluasi terhadap tim yang mencari Harun Masiku, maka diduga keras ada beberapa pihak di internal KPK yang ingin melindungi buronan tersebut," ungkapnya.