Biden Belum Tentu Menang Meski Unggul dalam Jajak Pendapat Nasional
Ilustrasi Pilpres AS (Raga Granada/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Politisi Partai Demokrat Amerika Serikat (AS) Joe Biden unggul dalam jajak pendapat nasional sebagai calon Presiden AS. Pertanyannya, apakah popularitas itu sudah menjamin kemenangan Pemilu AS yang menganut sistem electoral college? Jawabannya belum tentu.

Pada Selasa 2 November, Biden unggul 10 poin dari Trump secara nasional dengan dengan angka 52 persen menurut NBC News. Angka tersebut stabil dalam satu tahun terakhir di dunia perpolitikan AS. 

"Ini adalah survei ke-11 yang kami lakukan pada 2020 dan begitu sedikit yang berubah," kata Juru Kampanye Partai Demokrat Peter Hart, yang melakukan jajak pendapat bersama Juru Kampanye Partai Republik, Bill McInturff.

Sementara hasil survey elektabilitas NBC News dan Wall Street Journal mencatat hal sebaliknya terhadap petahana Presiden AS Donald Trump. Menurut riset itu, 6 dari 10 pemilih mengatakan negara itu berada di jalur yang salah dan mayoritas tidak setuju dengan kepemimpinan Trump, terutama dalam penanganan COVID-19. 

Meski begitu, McInturff mengingatkan bahwa Trump memiliki kemampuan untuk tampil menonjol pada hari pemilu. Dari 68 persen pemilih yang mengatakan bahwa mereka memberikan suara atau berencana untuk memberikan suara lebih awal, Biden unggul 61 persen. Namun di antara 28 persen pemilih yang mengatakan bahwa mereka memberikan suaranya pada 3 November, Trump memimpin dengan 61 persen.

"Ini adalah pemilihan paling kompetitif yang bisa saya bayangkan jika Anda turun 10 poin secara nasional," kata McInturff.

Electoral college

Meskipun Biden unggul secara survei, namun itu semua belum menentukan kemenangannya. Perlu diingat, bahwa sistem Pemilu AS menggunakan electoral college. Jadi apa itu electoral college

Ketika masyarakat AS memberikan suara dalam Pemilu AS, mereka sebenarnya bukan memilih presiden langsung. Melainkan memilih sekelompok pejabat yang nantinya bertugas untuk memilih salah satu kandidat Presiden dan Wakil Presiden AS. Orang itu lah yang disebut sebagai elector.

Setiap negara bagian memiliki pemilih atau elector sebanyak yang dimiliki anggota parlemen di Kongres AS. California contohnya, memiliki elector terbanyak yaitu 55 orang sementara beberapa negara bagian yang berpenduduk jarang seperti Wyoming, Alaska dan North Dakota memiliki minimal tiga orang. Total ada 538 elector.

Setiap elector mewakili satu suara. Sementara untuk bisa terpilih menjadi Presiden AS, kandidat setidaknya harus memperoleh 270 suara. 

Selain itu, sistem pemilihan winner takes all, membuat salah satu kandidat yang menang di salah satu negara bagian, berhak mengambil seluruh elector. Contohnya, seorang kandidat memenangkan 50,1 persen suara di Texas, mereka diberikan semua suara electoral negara bagian. Dengan kata lain, seorang kandidat bisa menang telak. Hanya ada dua negara bagian (Maine dan Nebraska) yang membagi suara electoral college menurut proporsi suara yang diterima masing-masing kandidat.

Sistem itulah yang membuat salah seorang kandidat bisa memenangkan kursi presiden dengan meraup suara mayoritas di daerah padat penduduk, meskipun kalah suara secara akumulasi nasional.

Pemilu AS 2016

Contoh nyatanya adalah Pilpres AS 2016 ketika Trump berhadapan dengan Hillary Clinton. Dalam sisi popularitas dan survei, Hillary Clinton unggul sebesar 48 persen berbanding dengan Trump yaitu 45 persen, menurut survei yang dilakukan Pew Research.

Namun keadaan tersebut berbalik setelah pemilihan. Menurut penghitungan electoral college yang dikutip dari CNN, Trump menang sebanyak 306 suara sedangkan Clinton mendapatkan 232 suara. 

Trump menang telak dan berhasil menduduki kursi presiden. Hal tersebut membuktikan bahwa sepopuler apa pun seorang kandidat, elector-lah yang menentukan kemenangan dari kandidat. 

Mungkin saat ini Joe Biden menjadi kandidat yang lebih populer. Sementara Trump kerap kali mengeluarkan keterangan blunder terutama dalam menghadapi COVID-19. 

Biden, mantan wakil presiden Barack Obama, memiliki popularitas yang sedikit unggul. Namun tidak seperti di Indonesia yang presidennya dipilih langsung oleh rakyat, AS sungguh bergantung dengan para perwakilan mereka: elector.