Ketergantungan Teknologi Digital: Candu yang Harus Diatasi
Ilustrasi kecanduan teknologi di era digital. (PIXABAY)

Bagikan:

JAKARTA - Ketergantungan kita terhadap teknologi aplikasi digital, tanpa kita sadari atau tidak, sudah menjadi candu yang menenggelamkan kehidupan kita sehari-hari. Kondisi kecanduan bermula dari kebiasaan mengonsumsi atau mengakses suatu produk. Dari mulai media sosial hingga belanja online. Candu terhadap teknologi dapat dianggap sebagai hal negatif.

Sebelum zaman digital ragam candu lebih mudah dikenali, seperti rokok, alkohol, dan narkoba. Namun dengan kehadiran teknologi digital, sumber candu menjadi sangat beragam dan dapat merasuki seseorang tanpa disadari.

Selain aspek sosial, kemudahan dan kepraktisan yang ditawarkan teknologi digital juga menimbulkan candu. Salah satunya pada aktivitas berbelanja online.

Pada era sebelumnya para shopaholic akan berebut di acara diskon di pusat perbelanjaan. Kini, hanya perlu gawai dan akses internet untuk dapat memiliki produk incaran. Apalagi jika sedang ada program flash sale, aplikasi belanja online sudah tentu sangat membantu.

Begitu kecanduannya masyarakat terhadap teknologi, sehingga rela mengantre untuk membeli produk ponsel terbaru seperti iPhone 12. (ANTARA)

Data dari Digital 2021: Global Overview Report We Are Sosial dan Hootsuite menunjukkan durasi mengakses internet penduduk dunia mencapai 7 jam per hari, di dalamnya termasuk 2,5 jam mengakses media sosial.Tingginya aktivitas seseorang mengakses informasi dalam waktu lama akan menimbulkan sebuah kebiasaan baru.

Dalam masa itu, kita berada dalam proses penyesuaian yang terkadang membuat kita tidak nyaman. Namun jika telah mencapai fase kebiasaan, akan timbul rasa nyaman untuk selalu melakukan aktivitas tersebut. Sayang kebiasaan baru ini kebablasan dan mendominasi aktivitas harian kita, mengubahnya menjadi obsesi dan menimbulkan kecanduan.

Menurut Chrish Stephenson, Head of Strategy and Planning PHD Asia Pacific dalam acara AdAsia akhir tahun lalu mengatakan, kemudahan yang diberikan teknologi apalagi yang berbasis kecerdasan buatan ternyata memicu penggunanya menjadi pecandu. Karena ketika kita merasa puas telah terbantu oleh teknologi, ternyata membuat manusia ketagihan menggunakannya. Kemudian muncul kecenderungan menjadi sosok antisosial.

Diciptakan Sebagai Candu

Teknologi digital dan kontennya memang diciptakan untuk menjadi sebuah candu, agar orang terus membeli dan menggunakannya.

Pernakah kita sadari bahwa media sosial telah membangun sebuah mesin yang membuat kita menjadi kecanduan? Pengguna Instagram aktif akan menyadari media sosial ini membuat kita terikat dengan aktivitas scrolling yang tak berujung.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Steve Jobs sebagai penemu produk Apple tidak membolehkan anak-anaknya menggunakan iPad. Dia menyadari hal tersebut dapat menyebabkan candu.

iPad pertama kali diperkenalkan kepada publik pada 2010, perannya di tengah antara laptop dan ponsel.

Ditinjau secara psikologis, kecanduan perangkat dan media digital karena kemudahan yang didapat dari penggunaan teknologi tersebut.

Ubah Gaya Hidup

Para ilmuwan mulai meneliti untuk mengungkapkan persoalan candu digital, agar dapat mengatasinya dengan mengarahkan pada aktivitas positif.

Kita adalah manusia yang saat ini hidup di era teknologi digital, adalah nyaris mustahil menghindari dalam kehidupan kita sehari-hari. Hal terpenting yang wajib dilakukan adalah mengelola kecanduan ini jika sudah dalam tahap akut.

Lalu, adakah cara yang dapat dilakukan untuk menyembuhkan seseorang dari candu teknologi?

Psikolog sekaligus pemilik Center for Internet and Technology Addiction di Hartford, Amerika Serikat David Greenfield PhD menyatakan, pertama adalah mengubah gaya hidup dalam penggunaan teknologi digital. Hal ini pada akhirnya akan mengurangi penggunaan teknologi. Dalam tahap yang lebih parah, bahkan dokter harus menyiapkan resep obat khusus untuk menenangkan pecandu teknologi dari perilaku kompulsif.

Sikap antisosial adalah ciri paling kentara dari masyarakat yang kecanduan teknologi digital. (UNSPLASH)

“Hal ini dapat disebut sebagai periode detoks dan dapat me-reset kerja sistem saraf. Pada periode berikutnya tanpa disadari pola perilaku penggunaan teknologi akan berkurang karena proses indentifikasi aktivitas baru. Ketika memasuki tahap ini dapat dimodifikasi dengan perawatan,” ungkap Greenfield seperti diberitakan dalam Everyday Health (27/4/2018).

Selain berkonsultasi dengan psikolog atau dokter ahli, bagi Anda atau orang terdekat yang merasa sebagai pecandu teknologi dapat mencoba hal mudah berikut untuk dipraktikkan di rumah.

Misalnya, dengan meletakkan ponsel pintar di suatu tempat yang jauh dari tempat tidur supaya timbul rasa enggan untuk meraihnya. Hal ini bisa diterapkan kepada pengguna gawai berusia anak maupun dewasa.

Pengelolaan ketergantungan juga dapat dilakukan secara komunal, seperti berolahraga bersama atau merancang kegiatan bersama dengan teman-teman sekantor atau lingkungan rumah.

Relasi manusia dengan teknologi digital memang sudah pada tahap ketergantungan. Namun, seberapa tergantungnya pengguna terhadap alat dapat dikelola sendiri oleh masing-masing pribadi. Diharapkan penggunalah yang mengatur fungsi perangkat digital, bukan pengguna yang diperalat oleh perangkat.