Bisakah Berdamai dengan Kenaikan Harga Minyak Goreng?
Seorang pembeli mengamati minyak goreng di sebuah pasar swayalayan. (foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Lonjakan harga minyak goreng masih menjadi topik hangat, karena  fakta  bahwa Indonesia sebagai produsen CPO terbesar dunia menjadikannya sebuah ironi. Pertanyaan yang muncul saat ini, kenapa harga minyak goreng naik tinggi?

Minyak goreng menjadi salah satu komoditas yang memiliki peranan penting dalam perekonomian masyarakat Indonesia, karena menjadi salah satu komoditas sembilan bahan pokok. Kenaikan harga minyak goreng yang signifikan disebabkan oleh meningkatnya harga CPO (crude palm oil) dunia, yang ikut memicu peningkatan harga CPO domestik dan jumlah persediaan CPO untuk pasar  domestik.

Konsekuensi kenaikan harga minyak goreng ini tentunya sangat berdampak kepada konsumen. Apalagi masyarakat Indonesia yang sangat akrab dengan masakan yang serba digoreng. Mulai pedagang gorengan, warung makan, dan tentu saja ibu rumah tangga  ikut merasakan imbas kenaikan harga minyak goreng .

Masyarakat Indonesia sangat akrab dengan kerupuk, dan jenis usaha ini menggunakan minyak goreng dalam  jumlah besar sebagai salah satu bahan utamanya. Jabodetabek, khususnya Bekasi, mengalami kenaikan harga minyak tertinggi sekitar 41,5 persen. Kondisi ini tentu berdampak pada bisnis penggorengan kerupuk tersebut.

Industri kerupuk terimbas kenaikan harga miyak goreng. (Foto: Antara)

Intervensi Pemerintah dan Panic Buying

Mulai 1 Februari 2022, pemerintah melakukan intervensi dengan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk  minyak goreng mulai Rp11.500 per liter. Minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp14.000 per liter.

Sekretaris Jenderal DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Reynaldi Sarijowan menilai kebijakan pemerintah tersebut tidak sampai ke pedagang pasar di pelosok tanah air. Hal itu terbukti, harga minyak goreng masih mahal di sejumlah wilayah di Indonesia.

Menurutnya, sudah pasti HET tidak akan berlaku di pasar tradisional karena di pasar itu sistem tawar menawar, sehingga terjadi kesepakatan harga. Kalau pemerintah hanya fokus ke ritel modern saja, maka tidak mampu menurunkan dan mengendalikan harga minyak goreng.

Produsen minyak goreng dalam negeri juga bekerja sama dalam pelaku usaha ritel modern mengalokasikan minyak goreng kemasan sederhana dengan harga Rp14.000 menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru lalu. Adapun volume alokasi minyak goreng murah mencapai 11 juta liter yang di distribusikan ke setiap gerai ritel modern secara nasional.

Minyak goreng curah sekarang dilarang dijual. (Foto: Antara)

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, langkah itu diambil untuk menekan harga minyak goreng yang ikut terkena dampak akibat siklus komoditas minyak kelapa sawit mentah atau CPO (crude palm oil) di pasar dunia.

Di sisi lain juga terjadi perilaku panic buying oleh konsumen dalam membeli minyak goreng satu harga yang seharusnya tidak dilakukan. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik intervensi pemerintah bahwa harga minyak goreng satu harga tidaklah efektif. YLKI memandang ada beberapa aspek yang perlu disorot. Pertama adalah lemahnya pemahaman konsumen terkait panic buying.

“Edukasi dan kesadaran masyarakat perlu terus ditingkatkan oleh semua pihak, berkaca dari kejadian-kejadian sebelumnya,” kata anggota Pengurus Harian YLKI, Agus Suyatno seperti dikutip Antara.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) sempat berencana menghentikan penjualan minyak goreng curah sejak 1 Januari 2022. Pemerintah  mewajibkan  penjualan minyak goreng hanya dalam bentuk kemasan, yang nantinya akan memberikan informasi terkait produk. Namun kemudian Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 tahun 2020 dibatalkan.

Alasan Pembatalan Larangan Penjualan Minyak Goreng Curah

Alasan mendasar Indonesia tidak lagi menjual  minyak  goreng curah karena saat ini hampir semua negara di dunia  menjual minyak goreng dalam bentuk kemasan. Namun dengan pertimbangan bahwa harga CPO yang tinggi akan berpengaruh terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Permendag No 36 Tahun 2020 tersebut dibatalkan.

“Untuk memberi kemudahan dan kesempatan bagi pelaku UMKM dalam melaksanakan kegiatan usahanya, terutama memperoleh minyak goreng dengan harga terjangkau dan mendorong UMKM tetap berporduksi selama pandemi, maka dengan ini pemerintah melakukan pencabutan atau pembatalan kewajiban minyak goreng kemasan atau pelarangan minyak goreng curah untuk diedarkan,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Oke Nurwan dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat 10 Desember 2021.

Oke menambahkan bahwa pemerintah akan menjaga dan mengawasi kualitas minyak goreng curah yang beredar, di tengah kekhawatiran soal standar kelayakan konsumsi komoditas tersebut. Pemerintah juga berjanji untuk mengedepankan edukasi soal keuntungan penggunaan minyak goreng kemsan, ketimbang melarang peredaran minyak goreng curah. 

Biji sawit sebagai bahan mentah minyak goreng. (Foto: Antara)

Jika Indonesia dapat menyelesaikan stabilitas dan ketersediaan minyak goreng, maka kita dapat lebih berfokus untuk makin mendorong perkembangan sawit dari hulu hingga ke hilir. Tentunya diperlukan pengorbanan dengan mendahulukan kepentingan rakyat banyak dalam hal ketersediaan minyak goreng.

Di saat harga minyak goreng masih masih mahal saat ini, berikut beberapa tips, khususnya untuk ibu rumah tangga agar dapat menghemat minyak goreng:

  1. Pilihlah minyak goreng  dengan kualitas  terbaik:

Kualitas baik tidak indentik dengan harga mahal, minyak kelapa dapat dibuat sendiri di rumah.

  1. Jangan boros menggunakan minyak:

Tuang minyak sesuai kebutuhan bahan makanan yang akan digoreng, artinya jangan terlalu banyak  jangan juga terlalu sedikit.

    3. Gunakan minyak goreng bekas untuk menumis:

Menumis masakan merupakan cara memasak paling favorit di Indonesia, gunakan saja minyak goreng bekas karena hanya menggunakan sedikit minyak.