JAKARTA - Pemerintah mencabut larangan ekspor batu bara. Sebelumnya larangan ekspor tersebut diberlakukan karena pasokan batu bara untuk pembangkit listrik yang memasok PLN dinilai kurang.
Diwartakan oleh VOI dalam artikel berjudul "Siap Buka Ekspor Batu Bara Secara Bertahap, Luhut: Cadangan Sudah Aman untuk 25 Hari", Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan ekspor batu bara akan dibuka secara bertahap. Luhut juga memastikan cadangan batu bara untuk 15 hingga 25 hari ke depan sudah mencukupi.
"Jumlah hari sudah bertahap dari cadangan untuk 15 hari sekarang sudah mencukupi untuk 25 hari," kata Luhut Senin 10 Januari 2022.
Sementara itu untuk ekspor ke luar negeri, Luhut mengatakan akan mulai dibuka pada Rabu 12 Januari dan akan dilakukan secara bertahap.
"Kita sedang verifikasi kapalnya malam ini dan mungkin besok akan dilepas," tambah Luhut.
Menko Luhut menambahkan, pemerintah akan melakukan pembenahan secara besar-besaran terkait kegiatan ekspor dan pasokan batu bara untuk PLN.
"Harus beli langsung dari perusahaan, tidak boleh lagi trading dengan trader. Sudah diputuskan di rapat tadi," jelasnya.
Sebelumnya Pemerintah Indonesia melakukan pelarangan ekspor sementara melalui surat dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) nomor B-1605/MB.05/DJB.B/2021 tertanggal 31 Desember 2021. Adapun pelarangan tersebut dilakukan pada 1 Januari - 31 Januari 2022. Namun belum sampai 31 Januari, pelarangan itu dicabut.
Kebijakan inkonsisten
Hal ini bukanlah pertama kalinya Pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Jokowi pasang cabut sebuah aturan. Pada Maret 2021, Jokowi mencabut perpres izin investasi minuman keras (miras) atau minuman beralkohol. Perpres itu tertuang dalam Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken pada 2 Februari 2021.
Presiden Jokowi mengatakan, keputusan ini diambil setelah menerima masukan dari ulama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan ormas-ormas keagamaan lainnya. Keputusan untuk mencabut izin investasi miras tepat sebulan setelah atyran industri miras masuk dalam bidang usaha terbuka.
"Bersama ini saya sampaikan, saya putuskan lampiran perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," ujar Jokowi dalam siaran YouTube pada Selasa 2 Maret 2021.
Jokowi bahkan juga bisa plinplan dalam proyek jangka panjang. Pada 2015, Jokowi berjanji bahwa akan membangun kereta cepat Jakarta-Bandung anpa APBN. Kereta akan dibangun melalui kerja sama dengan pihak asing. Jokowi beralasan, tidak ingin membebankan APBN.
"Kita tidak ingin beri beban pada APBN. Jadi sudah saya putuskan bahwa kereta cepat itu tidak gunakan APBN, tidak ada penjaminan dari pemerintah. Oleh sebab itu, saya serahkan kepada BUMN untuk melakukan yang namanya B to B, bisnis," kata Jokowi seperti dilansir dari situs resmi Sekretariat Kabinet.
Namun lagi-lagi Jokowi berubah pikiran. Melalui Perpres Nomor 93 Tahun 2021, Jokowi justru memutuskan akan memberikan suntikan dana negara ke proyek kereta cepat. Suntikan dana negara tersebut diberikan melalui penyertaan modal negara (PMN) kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero). Pemberian PMN dilakukan karena Jokowi mengubah struktur konsorsium proyek yang semula dipimpin PT Wijaya Karya Persero Tbk (WIKA) beralih ke PT KAI.
Dilaporkan bahwa kebutuhan investasi proyek tersebut membengkak dari 6,07 miliar dolar AS atau sekitar Rp86,67 triliun (kurs Rp14.280 per dolar AS) menjadi 8 miliar dolar AS atau setara Rp114,24 triliun.
Tax amnesty
Jokowi juga pernah mengatakan bahwa pengampunan pajak atau tax amnesty adalah kesempatan yang tidak terulang. Jokowi mengatakannya pada 1 Juli 2016.
"Kesempatan ini tidak akan terulang lagi. Jadi tax amnesty adalah kesempatan yang tidak akan terulang lagi. Ini yang terakhir. Yang mau gunakan silakan, yang tidak maka hati-hati," kata Jokowi.
Namun, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah membuka fasilitas tax amnesty mulai 1 Januari 2022. Hal tersebut menjadi ketetapan setelah Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) disahkan pada 12 Oktober 2021.
“Program Pengungkapan Sukarela (PPS) diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang berlaku 6 bulan mulai 1 Januari 2022,” ujarnya dalam konferensi pers, mengutip artikel VOI berjudul "UU HPP Disahkan, Sri Mulyani Berikan Pengampunan Pajak Mulai 1 Januari 2022".
Menurut Menkeu Sri Mulyani, tax amnesty jilid II bisa mendorong masyarakat untuk melaporkan atau mengungkap agar dapat menunaikan kewajiban membayar pajak, utamanya Pajak Penghasilan (PPh). Selain itu, tax amnesty jilid II ini difokuskan pada dua langkah besar. Pertama, wajib pajak orang pribadi atau badan usaha yang memiliki aset belum dilaporkan hingga 31 Desember 2015.
*Baca Informasi lain soal KEBIJAKAN PUBLIK atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.