Bagikan:

JAKARTA - Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho menyayangkan Pemprov DKI yang tak kunjung membayar ganti rugi sebesar Rp4,73 miliar kepada warga korban penggusuran Rusun Petamburan.

Padahal, sudah ada putusan pengadilan yang menghukum Pemprov DKI untuk membayar ganti rugi. Warga mulanya menggugat ke pengadilan pada tahun 2003. Putusan terakhir ada pada tingkat Mahkamah Agung Nomor 700/PK.pdt/2014 yang keluar tahun 2014.

Pada tahun 2019, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pernah berjanji untuk membayar. Namun, dengan alasan warga sudah pindah dari rusun, Pemprov DKI tak jadi melakukan pembayaran.

Meski dengan alasan apapun, menurut Teguh, Pemprov DKI tetap harus membayar ganti rugi kepada warga. Mengingat ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. Anies tak bisa menunda lebih lama lagi.

"Pemprov harus melakukan pembayaran terhadap warga. Penundaan berlarut pelaksaan eksekusi ini dapat mencederai keprcayaan publik terhadap inetgritas Pemprov DKI dalam menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," kata Teguh kepada VOI, Minggu, 31 Oktober.

Terlebih, kata Teguh, pembayaran ganti rugi yang ini telah menimbulkan kerugian lebih jauh bagi warga. Sebab, nilai uang ganti rugi yang menjadi tuntutan sejak tahun 2003 sudah menurun terlalu besar bila dibandingkan pada tahun ini.

"Pemberian kompensasi yang berlarut ini telah menimbulkan kerugian lebih jauh bagi warga karena menurunya nilai uang ganti rugi. Dengan tingkat inflasi per tahun, nominal Rp4,73 miliar, nilainya telah jauh berkurang," jelas Teguh.

Lebih lanjut, Teguh memandang sikap acuh tak acuh atas kewajiban menuruti putusan pengadilan oleh Pemprov DKI berpotensi menjadi preseden buruk bagi masyarakat.

"Khawatirnya, warga DKI akan meniru tindakan Pemprov ini. Saat berhadapan dengan Pemprov DKI, juga akan melakukan pengabaian yang sama," ungkap dia.

Kasus ini bermula saat 473 keluarga RW 09 Kelurahan Petamburan, Jakarta Pusat digusur pada tahun 1997 untuk pembangunan rumah susun sederhana milik (rusunami).

Sayangnya, saat itu Pemprov DKI melakukan pembebasan tanah sepihak dan pembangunan rumah susun molor. Warga kemudian menggugat Pemprov DKI ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan memenangkan gugatan tersebut pada 10 Desember 2003.

Putusan PN Jakpus dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi DKI pada 23 Desember 2004 dan putusan Mahkamah Agung (MA) pada 26 Juni 2006. Namun, Pemprov DKI melakukan peninjauan kembali yang kemudian ditolak melalui Putusan MA Nomor 700/PK.pdt/2014.

Pada tahun 2015, Pemprov DKI menjanjikan akan memasukkan anggaran ganti rugi tersebut pada APBD tahun 2016. Namun, tapi hingga saat ini belum juga terbayarkan dengan alasan adanya upaya hukum PK.

Anies pernah berjanji untuk mematuhi putusan MA dan membayar ganti rugi sebesar Rp4,73 miliar kepada warga pada 15 Januari 2019. Saat itu, DPRKP DKI Jakarta kembali mengadakan pendataan pemilik Rusun Petamburan dan sosialisasi pemberian ganti rugi.

Tetapi dari pendataan dan sosialisasi tersebut, Pemprov DKI menemukan bahwa sebagian besar warga yang menggugat sudah tidak bertempat tinggal di sana lagi. Hal inilah yang menjadi alasan Pemprov DKI belum juga membayar ganti rugi kepada warga Rusun Petamburan.

Sampai akhirnya, 473 warga Rusun Petamburan melaporkan Anies kepada Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya atas dugaan maladministrasi karena tak kunjung membayar ganti rugi.