JAKARTA - Presiden Joko Widodo memanggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ke Istana Negara, Rabu, 9 Januari. Kepada Anies, mantan Gubernur DKI Jakarta itu meminta agar pembebasan lahan untuk proyek normalisasi sodetan Ciliwung segera diselesaikan.
Proyek pembangunan sodetan di Sungai Ciliwung hingga Banjir Kanal Timur digarap oleh pemerintah pusat lewat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Sementara, Pemprov DKI bertugas untuk mengurusi pembebasan lahan rumah warga terdampak.
Proses normalisasi Sungai Ciliwung dan Pesanggrahan dimulai sejak 2013 dan sempat mangkrak pada 2017. Kala itu, kendala sodetan Ciliwung adalah ketidaksepakatan nilai ganti rugi antara warga dan pemerintah.
Proyek yang total ditargetkan sepanjang 33 kilometer akhirnya mangkrak di 16 kilometer karena gugatan sodetan Ciliwung. Anies menjawab, hingga akhir Desember 2019, pihaknya telah melakukan tugas lain terkait persiapan pengadaan. Misalnya, mengajak bicara warga terkait pembebasan lahan.
Proses tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur DKI Nomor 1744 Tahun 2019 tentang Tim Persiapan Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Sodetan Kali Ciliwung di Kelurahan Bidara Cina, Kecamatan Jatinegara, Kota Administratif Jakarta Timur.
"Pembicaraan dengan warga sudah selesai. Sekarang kita mulai fase untuk appraisal," ucap Anies di Jakarta, 8 Januari.
Proses appraisal dalam hal ini adalah penaksiran nilai jual lahan dari rumah warga yang akan dibebaskan. Masing-masing rumah yang terdampak pembebasan lahan dilakukan penghitungan nilai jual objek pajak untuk memutuskan jumlah biaya yang dibayarkan.
"Sesudah appraisal, kemudian melakukan transaksi untuk tanahnya. Dengan itu (pembebasan lahan) sudah tuntas. Nanti, PUPR bisa langsung memberikan pembayaran, kemudian mulai penggarapan," jelas Anies.
Rencananya, akan ada 118 bidang tanah yang bakal dibebaskan dalam penggarapan sodetan Ciliwung yang berfungsi untuk meminimalisasi dampak banjir ke permukiman warga di sepanjang aliran Sungai Ciliwung.
Gugatan sodetan Ciliwung
Selain terkait nilai, proyek sodetan Ciliwung sejatinya juga terkendala oleh gugatan sengketa lahan yang dilayangkan warga Bidara Cina. Pada Juli 2015, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memenangkan warga atas gugatan yang mereka layangkan terhadap Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang kala itu menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Ahok mengajukan banding. Namun, ia kalah untuk kali kedua. Proses hukum itu berlanjut ke kasasi di Mahkamah Agung (MA). Berdasarkan dokumen gugatan yang melayang ke MA, warga merasa memiliki hak tinggal karena keluarga mereka telah mendiami lahan itu sejak tahun 1950. Kemudian, mereka mengaku terus membayar pajak bumi bangunan setiap tahunnya.
Ahok menawarkan warga Bidara Cina untuk dipindahkan ke rusun Cipinang Besar Selatan (Cibesel) yang telah disediakan. Tapi, mereka tak setuju. Mereka hanya bersedia lahannya dibebaskan dengan syarat ganti rugi tanah per meter persegi Rp25 juta dan harga bangunan per meter persegi Rp3 juta.
Soal ganti rugi, Ahok enggak setuju. Menurutnya, warga yang mendapat ganti rugi hanya yang mengantongi sertifikat hak milik (SHM). Dirinya memastikan warga di Bidara Cina tidak memiliki SHM. Tapi, pengajuan kasasi yang dilayangkan Ahok tak berlanjut karena pergantian pemilihan Gubernur DKI. Buntutnya, pekerjaan sodetan Ciliwung kembali mangkrak.
Semenjak Anies menjabat, PUPR sudah meminta Anies untuk melanjutkan proses pembebasan lahan ini. Akhirnya, dipilihlah keputusan pencabutan kasasi yang pernah dilayangkan oleh Ahok.
"(Permasalahannya) Cuma, kemarin-kemarin kan (sempat) ada gugatan. Saya putuskan untuk tidak melakukan banding, supaya bisa eksekusi cepat. Lalu saya minta kepada Kementerian PUPR untuk juga mencabut bandingnya. Kita terima keputusan pengadilan, lalu kita musyawarah dengan warga untuk dilaksanakan," tutup Anies.