Jadi Ladang Bisnis Baru, Banyak Importir Alkes Tak Berpengalaman Muncul di Tengah Pandemi COVID-19
Ilustrasi-alat kesehatan (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Sekjen Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorium Indonesia (Gakeslab Indonesia) Randy Teguh mengungkap banyak importir alat-alat kesehatan yang tak berpengalaman bermunculan sejak pandemi COVID-19.

Hal ini diketahui setelah berdiskusi dengan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dan asosiasi laboratorium dan klinik.

"Saat ini di masa pandemi, banyak pengusaha baru dadakan. Karena mungkin harus survive dan tergiur jasa alat kesehatan, jadi banyak klinik-klinik baru," kata Randy dalam diskusi daring, Sabtu, 30 Oktober.

Dia mengatakan menjamurnya pengusaha alkes dadakan ini lantaran tergiur untung dari bisnis di bidang kesehatan dengan memanfaatkan momentum pandemi.

Bahkan, tak sedikit klinik nonkesehatan seperti klinik kecantikan berlomba menyediakan layanan pemeriksaan real time polymerase chain reaction (RT-PCR).

Padahal, klinik seperti itu diragukan kemampuannya untuk melakukan pemeriksaan tes COVID-19 karena dinilai tidak berpengalaman.

"Yang tadinya hanya klinik salon kecantikan jadi (ada layanan, red) tes PCR, yang sebenarnya jangan-jangan kemampuannya tidak mumpuni. Ini harus hati-hati," ungkap Randy.

Selain itu, selama masa pandemi COVID-19 juga bermunculkan importir-importir alat kesehatan yang tak memenuhi standar. Padahal, untuk menjadi importir alat kesehatan harus memiliki sejumlah syarat seperti izin produk dan nomor izin edar.

Randy mengungkapkan, hal ini terjadi akibar relaksasi dari pemerintah namun kebabalasan. Sehingga importir-importir tersebut tidak tersaring dengan baik.

"Jadi ini karena ada sedikit relaksasi. Tapi saya melihatnya ini kebablasan, betul-betul dibuka. Banyak sekali perusahan yang tadinya industrinya itu pertambangan, mineral dan batu bara, otomotif jadi importir alkes," ujarnya.

Bahkan, Randy mengungkapkan, data dari Kementerian Kesehatan terdapat sekitar 4.000 perusahaan yang diberi izin menjadi penyalur alat kesehatan selama masa pandemi COVID-19.

Padahal sebelum pandemi, jumlah anggota Gakeslab Indonesia hanya sekitar 1.000 perusahaan penyalur alat kesehatan dan alat-alat laboratorium.

"Kalau anggota kami saat ini hampir 1.000. Tapi kalau lihat data di Kementerian Kesehatan yang mengeluarkan izin untuk menjadi penyalur alat kesehatan, ada sekitar 4.000," pungkasnya.