JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Pemprov DKI Jakarta menertibkan pengelolaan aset tanah peninggalan Belanda. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari potensi hilangnya aset berupa tanah maupun bangunan.
Hal tersebut disampaikan oleh Narahubung KPK untuk wilayah DKI, Hendra Teja saat rapat pembahasan penertiban pengelolaan aset tanah peninggalan Belanda/objek Panitia Pelaksanaan Penguasaan Benda Tetap Milik Belanda (P3MB)/Presidium Kabinet Dwikora 1955 (PRK.5). Kegiatan ini digelar di Gedung Merah Putih KPK, Kamis, 28 Oktober kemarin.
"Kita pahami bersama permasalahan dalam pengelolaan aset eks Belanda yang bernilai strategis ini berpotensi hilangnya aset baik berupa tanah ataupun bangunan. Untuk itu KPK hadir guna menutup celah terjadinya potensi korupsi ataupun kerugian negara," kata Hendra seperti dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 29 Oktober.
Selain itu, KPK juga mendorong adanya optimalisasi pemanfaatan aset tersebut guna meningkatkan pendapatan asli daerah Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan ada empat rekomendasi lain yang mereka keluarkan.
Pertama, KPK menyepakati perpanjangan SIP untuk nama yang sama, namun masih mendorong moratorium pemberian SIP kepada ahli waris penghuni rumah eks Belanda.
Kedua, KPK mendorong Kementerian ATR/BPN dan Pemprov DKI untuk membentuk tim gabungan dan melakukan rekonsiliasi data, serta melakukan koordinasi dalam hal pelayanan pertanahan atas tanah ex Belanda tersebut.
Ketiga, perlu dipikirkan mekanisme evaluasi terkait pemanfaatan aset bagi penerimaan daerah dan regulasi yang perlu disusun sebagai dasar hukum.
"Terakhir, perlu identifikasi terhadap tanah eks Belanda yang berdasarkan ketentuan adalah milik atau dapat dimiliki oleh Pemprov DKI atau negara, agar dapat segera dilakukan pengamanan fisik dan proses pensertifikatan," ungkap Hendra.
Terkait hunian bekas Belanda di Jakarta, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi DKI Jakarta mengatakan jumlah Surat Izin Perumahan (SIP) yang terbit berjumlah 1.281 bidang.
Berikutnya, ada juga penerbitan 62 SIP untuk kepemilikan P3MB dan 3 SIP untuk kepemilikan PRK5 yang termasuk di dalamnya 564 unit rumah ber-SIP tapi belum diketahui kepemilikannya dan hal ini menimbulkan masalah. Adapun yang dimaksud dengan SIP adalah izin yang diberikan sebagai hak untuk menghuni yang berlaku selama 3 tahun dan bukan hak untuk memiliki.
"Kalau saat ini kita minta mereka meninggalkan hunian tersebut, akan timbul masalah baru, yaitu akan tinggal di mana mereka? Padahal saat ini saja kita sudah sangat kewalahan menangani problematika hunian layak misalnya akibat penggusuran," ujar Kepala Bidang Regulasi dan Peran Serta Masyarakat DPRKP Pemprov DKI Jakarta Ledy Natalia.
Lebih lanjut, Ledy mengatakan biaya sewa akibat penerbitan SIP sangat murah. Dia mencontohkan untuk aset rumah di kawasan Menteng misalnya sebesar Rp100 ribu per tahun.
BACA JUGA:
Dengan kondisi ini, perwakilan Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi DKI Jakarta M. Unu Ibnudin mengatakan tanah eks Belanda adalah tanah negara yang dikuasai Pemprov DKI Jakarta untuk kemudian disewakan kepada masyarakat dan 25 persen dari harga sewa akan masuk ke kas negara.
Namun, dia mengusulkan sampling eksekusi penghentian SIP di wilayah Jakarta Pusat agar Pemprov DKI yang punya unsur keperdataan bisa memulai proses pemenuhan syarat pendaftaran sertifikasi untuk memberikan kepastian hukum terhadap aset tersebut.
“Hal ini perlu dilakukan dalam rangka memberikan kepastian hukum terhadap aset-aset tersebut dan pemberian pelayanan optimal kepada masyarakat DKI Jakarta. Saran saya kita mulai dengan rumah-rumah di atas tanah dengan status kepemilikan Kota Praja yang belum dicatat sebagai aset milik Pemprov DKI Jakarta,” ujar Unu.