Anggota Komisi I DPR Bela Badan Intelijen Negara Soal Djoko Tjandra
Anggota DPR RI Komisi I Abdul Kadir Karding (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Abdul Kadir Karding menilai permintaan Indonesia Corruption Watch (ICW) agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan evaluasi terhadap kinerja Badan Intelijen Negara (BIN) karena lolosnya buronan kasus Cessie Bank Bali, Djoko Tjandra tidak tepat. Menurutnya, kasus tersebut bukanlah ranah BIN melainkan ranah penegak hukum dalam hal ini Polri, Kejaksaan, maupun KPK.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengatakan, tak tepat bagi ICW ketika menyebut BIN bertanggung jawab atas lolosnya Djoko Tjandra masuk ke Indonesia untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kasusnya dan kembali melarikan diri. 

"Sesungguhnya kalau melihat cerita dan kasusnya, bayak pihak oknum yang sudah diproses secara hukum. Misalnya dari kepolisian Brigjen Prasetyo sudah jadi tersangka. Kemudian kejaksaan atau pun juga aparat kelurahan yang mengurusi soal semua proses administrasi Djoko Tjandra. Artinya ada persekongkolan oknum yang dilakukan tetapi bukan oleh satu institusi seperti BIN," kata Karding dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu, 29 Juli.

Lagipula, kata dia, Polri saat ini telah melakukan tindakan hukum terhadap orang-orang yang membantu Djoko Tjandra dan hal ini harusnya perlu menjadi perhatian. Selain itu, sambung Karding, BIN bekerja hanya untuk menyediakan informasi kepada presiden terkait masalah keamanan nasional.

"Jadi kalau menurut saya kok agak jauh dari sasaran tembaknya teman-teman ICW. Kalau ada pihak yang ingin disalahkan, tentu kita tunggu proses hukum saja. Kita tunggu saja, kita desak, atau pantau proses hukum berjalannya seperti apa," ujar dia.

Diketahui, ICW meminta agar BIN dievaluasi oleh Presiden Jokowi karena dianggap tak mampu melacak keberadaan buronan Djoko Tjandra.

"Kasus Djoko Tjandra menunjukkan bahwa BIN tidak memiliki kemampuan dalam melacak keberadaan koruptor kelas kakap tersebut mulai dari masuk ke yurisdiksi Indonesia, mendapatkan paspor, membuat KTP elektronik, hingga mendaftarkan peninjauan kembali ke PN Jakarta Selatan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya.

Lebih lanjut, Kurnia mengatakan BIN sebenarnya memiliki pengalaman memulangkan buronan koruptor yaitu Totok Ari Prabowo, mantan Bupati Temanggung yang ditangkap di Kamboja pada tahun 2015 lalu dan Samadikun Hartono di Cina pada tahun 2016. Namun, di bawah kepemimpinan Budi Gunawan, BIN tak mampu mendeteksi para buronan koruptor tersebut.

Sehingga, desakan agar Jokowi mengevaluasi kinerja Kepala BIN Budi Gunawan pun muncul dari ICW. Apalagi,  merujuk pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Petikan Tahun Anggaran 2020, negara memberikan alokasi anggaran kepada BIN sebesar Rp 7,4 triliun, yang Rp 2 triliun di antaranya digunakan untuk operasi intelijen luar negeri.

"Oleh sebab itu, ICW mendesak agar Presiden Joko Widodo harus segera mengevaluasi kinerja Kepala BIN, Budi Gunawan, karena terbukti gagal dalam mendeteksi buronan kasus korupsi, Djoko Tjandra, sehingga yang bersangkutan dapat dengan mudah berpergian di Indonesia," ucapnya.

Setelah mendesak melakukan evaluasi, ICW juga mendesak agar Kepala BIN Budi Gunawan dicopot dari jabatannya jika kedapatan tak memberikan informasi mengenai masuknya buronan koruptor baik kepada Presiden Jokowi maupun aparat penegak hukum lainnya.