Polri Berhasil Bawa Djoko Tjandra, KPK Kapan Tangkap Harun Masiku?
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (Foto: Benardy Ferdiansyah/Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Keberhasilan Polri menangkap buron kasus cessie atau pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra, diapresiasi KPK. Djoko Tjandra dijemput langsung dari Malaysia dan dibawa ke Indonesia.

"Kami bersyukur dan mengapresiasi keberhasilan penangkapan Djoko Tjandra," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 31 Juli.

Bila Polri berhasil membawa pulang Djoko Tjandra, bagaimana dengan buron di KPK, salah satunya Harun Masiku? Ghufron menegaskan menegaskan tersangka kasus dugaan suap pemulusan proses Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR itu, masih dicari.

"Mengenai pencarian HM (Harun Masiku), KPK selama ini dan akan terus berupaya mengejar yang bersangkutan," ungkapnya.

Penegasan yang sama juga disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. KPK masih menelusuri keberadaan Harun Masiku termasuk menjaring informasi masyarakat guna membantu proses pencarian.

"Misalnya, ada yang menyampaikan HM itu di satu tempat dan memberikan nomor handphone, ya, kemudian kami ikuti," kata dia.

Alex yakin penangkapan buron Harun Masiku tinggal menunggu waktu. Apalagi pencarian ini sambung dia, melibatkan Polri.

"Tinggal tunggu waktu saja," imbuh Alex.

Dalam penanganan kasus ini, KPK memperpanjang masa pencegahan ke luar negeri bagi Harun selama enam bulan ke depan. Perpanjangan masa cegah terhitung sejak Jumat, 10 Juli.

Masa pencegahan ke luar negeri itu diperpanjang karena KPK  belum bisa menangkap Harun Masiku, tersangka kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR periode 2019-2024 itu.

Harun ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap oleh KPK bersama Saeful yang belakangan disebut sebagai staff petinggi PDI Perjuangan dalam kasus suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI 2019-2024

Sedangkan sebagai penerima suap, KPK menetapkan eks komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan bersama Agustiani Tio Fridelina (ATF) yang merupakan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang merupakan orang kepercayaannya.

Dalam kasus ini, Wahyu disebut meminta uang operasional sebesar Rp900 juta untuk mengubah hasil pleno KPU terkait PAW anggota DPR RI untuk menggantikan Nazarudin Kiemas yang merupakan caleg PDIP dari Dapil Sumatera Selatan I yang meninggal dunia.