JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan apresiasi terhadap Polri yang berhasil menangkap dan membawa pulang terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra setelah buron belasan tahun.
Hanya saja, peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Polri dan lembaga lainnya.
"ICW mengapresiasi langkah Polri yang akhirnya berhasil meringkus buronan kelas kakap, terpidana kasus korupsi, Djoko Tjandra. Namun di luar dari itu, terdapat banyak pekerjaan rumah yang harus juga segera dituntaskan oleh lembaga-lembaga terkait," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 31 Juli.
Dia memaparkan ada sejumlah hal yang harus dilakukan oleh pihak kepolisian. Pertama, Polri harus mengusut kemungkinan petinggi Korps Bhayangkara lainnya yang diduga ikut terlibat dalam membantu pelarian Djoko Tjandra.
Selain itu, Polri harus menetapkan Djoko Tjandra sebagai tersangka dugaan penggunaan surat palsu untuk kepentingan tertentu seperti diatur dalam Pasal 263 Ayat (2) KUHP.
"Adapun poin ini merujuk pada tindakan yang bersangkutan saat menggunakan surat jalan dari Polri agar bisa melarikan diri," ujarnya.
Kurnia mengingatkan Polri harus segera melakukan koordinasi dengan KPK. Hal ini bertujuan agar dugaan suap yang dilakukan oleh Djoko Tjandra dan advokatnya untuk memuluskan usaha melarikan diri bisa diusut secara tuntas.
Selain Polri, Kejaksaan Agung juga memiliki pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Salah satunya adalah mengevaluasi kerja tim eksekutor yang gagal mencari Djoko Tjandra saat melakukan pelarian.
BACA JUGA:
Kemudian, Kejaksaan Agung dinilai harus segera mendalami kepentingan dan motif dari Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang pernah menemui Djoko Tjandra di Malaysia.
"Jika ada aliran dana dari Djoko Tjandra terhadap yang bersangkutan, maka sudah selayaknya Kejaksaan berkoordinasi dengan KPK untuk dapat memproses hukum atas sangkaan tindak pidana suap dan obstruction of justice," ungkap kurnia.
"Tak hanya itu, ICW juga mendesak agar korps adhyaksa segera memberhentikan yang bersangkutan sebagai Jaksa di Kejaksaan Agung," imbuhnya.
Lebih lanjut, Kurnia menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga punya pekerjaan rumah usai Djoko Tjandra ditangkap.
KPK, sambung Kurnia, harus segera melakukan koordinasi dengan Polri maupun Kejaksaan Agung untuk menangani dugaan tindak pidana suap yang dilakukan Djoko Tjandra dan advokatnya serta dugaan obstruction of justice atau menghalangi proses hukum.
Dia mengingatkan penangkapan Djoko Tjandra ini harusnya tidak membuat semua pihak terlena. Apalagi, berdasarkan catatan ICW masih ada 39 buronan korupsi yang belum dapat ditangkap oleh Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK.
"Tentu ini harus menjadi fokus bagi pemerintah, terlebih lagi jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh para buronan tersebut terbilang fantastis yakni mencapai Rp53 triliun," ujar Kurnia.
Sebelumnya, polisi telah menangkap terpidana dalam kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali yang jadi buronan selama belasan tahun, yaitu Djoko Tjandra. Penangkapan itu dilakukan setelah Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukannya.
Djoko tiba di Bandara Halim Perdanakusuma Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis 30 Juli pukul 22.40 WIB. Buronan ini dijemput langsung oleh Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo dari Malaysia.