Usai Dibentuk, Tim Pemburu Koruptor Dianggap Punya Waktu 6 Bulan Buktikan Kinerjanya
Ilustrasi (Alexas_Photos/Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Wacana Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membangkitkan kembali tim pemburu koruptor ditanggapi koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Boy mengatakan, mampu atau tidaknya tim ini memburu koruptor yang buron harus dibuktikan selama 6 bulan pertama usai dibentuk.

"Kita beri waktu maksimal 6 bulan. Kalau enggak mampu ya jangan buang-buang tenaga, pikiran termasuk buang-buang anggaran. Kalau tidak mampu bubarkan," kata Boyamin kepada VOI, Rabu, 15 Mei.

Dia menilai, hanya ada satu buronan yang diminta masyarakat untuk segera ditangkap, yaitu terdakwa dalam kasus Cessie Bank Bali, Djoko Tjandra yang licin bak belut. "Kalau tidak menangkap Djoko Tjandra ya seperti cuma main-main karena saat ini masyarakat mau buron yang harus ditangkap adalah Djoko Tjandra," tegasnya.

"Kalau Edy Tansil dan yang lain-lain nantilah. Terpenting Djoko Tjandra mampu ditangkap," imbuhnya.

Boyamin pun pesimis tim ini mampu menangkap buronan seperti Djoko Tjandra. Alasannya, karena tim ini tak akan terlalu berguna dan bersungguh-sungguh dalam mengejar buronan di luar negeri. Dia juga menilai pemerintah tak perlu membuat tim tersebut karena dianggap tak tepat sasaran dan tepat guna.

Beberapa waktu yang lalu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menilai tim ini tak perlu diaktifkan kembali. Sebab, selain tak efektif karena hanya mampu menangkap 4 orang dari 16 target penangkapan, tim ini dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan tim yang sudah ada.

"Kebijakan tim baru ini berpotensi tumpang tindih dari segi kewenangan," kata peneliti ICW Wana Alamsyah.

Apalagi sejak 1996-2018 ada 40 buronan kasus korupsi yang belum berhasil ditangkap penegak hukum. Sehingga, daripada membuat tim baru sebaiknya penegak hukum yang sudah ada semakin diperkuat.

Selain itu melakukan pendekatan non-formal dengan pemerintah atau penegak hukum di negara lain juga dianggap perlu. Sebab menurut Wana, hal ini berguna agar negara lain mau membantu dan mempercepat penangkapan puluhan buronan yang kabur ke luar negeri.

"Jangan sampai dalam kondisi pandemi saat ini, upaya membuat taskforce baru malah jadi kontra produktif," ujarnya.

Sementara itu, anggota Komisi III Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto justru menilai pengaktifan tim pemburu buronan koruptor ini sangat diperlukan dan relevan.

"Tim pemburu koruptor masih sangat relevan dan dibutuhkan sebagai salah satu upaya untuk mengoptimalkan upaya pemberantasan korupsi," ungkap Didik kepada wartawan.

Dia mengatakan, pengaktifan tim ini merupakan bentuk pemenuhan komitmen pemerintah untuk memberantas korupsi dengan cara menangkapi koruptor yang buron. 

Selain itu, tim yang nantinya dipimpin oleh Kemenkopolhukam dan berisi dari sejumlah aparat penegak hukum seperti Kejaksaan Agung dan Kepolisian tersebut harusnya bisa mencegah terjadinya potensi korupsi di masa mendatang.

Namun dia mengingatkan orang-orang yang mengisi tim ini haruslah mereka yang memiliki rekam jejak terbaik dan tak tercela. "Agar terhindar dari berbagai tekanan, godaan dan rayuan dari koruptor yang berpotensi mempengaruhi dan mengendalikan anggota tim," katanya.

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menyebut bakal mengaktifkan kembali tim pemburu koruptor untuk meringkus terpidana kasus Bank bali, Djoko Sugiarto Tjandra yang masih buron. Tim ini, kata dia, akan beranggotakan pimpinan Kejagung dan Kemenkumham di bawah koordinasi Kemenko Polhukam.

Hal ini disampikannya usai bertemu dengan perwakilan Kantor Staf Presiden, Polri, Kemendagri, Kemenkumham, dan Kejaksaan Agung di kantornya pada Rabu, 8 Juli kemarin.

Adanya tim ini diharapkan menjadi solusi untuk menangkap Djoko Tjandra dan buronan lainnya. "Mungkin dalam waktu yang tidak lama tim pemburu koruptor ini akan membawa orang juga pada saatnya akan memburu Djoko Tjandra," tegas Mahfud saat itu.